إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذينَ
آمَنُوا بِاللهِ وَ رَسُولِهِ وَ إِذا كانُوا مَعَهُ عَلى أَمْرٍ جامِعٍ لَمْ
يَذْهَبُوا حَتَّى يَسْتَأْذِنُوهُ إِنَّ الَّذينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولئِكَ
الَّذينَ يُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَ رَسُولِهِ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ
شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَ اسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللهَ إِنَّ
اللهَ غَفُورٌ رَحيمٌ
(62) Sesungguhnya orang yang sebenamya
beriman ialah yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bilamana mereka
bersama beliau menghadapi suatu urusan umum, tidaklah mereka, pergi saja
sebelum memohon izinnya. Sesungguhnya orangorang yang memohon izin kepada
engkau, itulah orang yang sebenamya beriman kepada Allah dan Rasul. Maka
apabila mereka memohonkan izin kepada engkau karena keperluan keperluan
mereka, berikanlah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara
rriereka, dan mohonkanlah ampun untuk mereka kepada Allah. Sesungguh nya
Tuhan Allah Maha Pengampun dan Pemurah.
لا تَجْعَلُوا دُعاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ
كَدُعاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضاً قَدْ يَعْلَمُ اللهُ الَّذينَ يَتَسَلَّلُونَ
مِنْكُمْ لِواذاً فَلْيَحْذَرِ الَّذينَ يُخالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصيبَهُمْ عَذابٌ أَليمٌ
(63) Janganlah kamu memanggil Rasul sebagai
panggilan sesama kamu saja. Sesungguhnya Tuhan mengetahui orang yang keluar
bersembunyi-sembunyi di antara kamu sambil diam-diam. Maka hendaklah
orang-orang yang melanggar ketentuan Rasul itu awas menjaga supaya jangan
ditimpakan Tuhan kepada mereka ujian ataupun ditimpa mereka oleh azab siksa
yang pedih.
أَلا إِنَّ لِلَّهِ ما فِي السَّماواتِ وَ
الْأَرْضِ قَدْ يَعْلَمُ ما أَنْتُمْ عَلَيْهِ وَ يَوْمَ يُرْجَعُونَ إِلَيْهِ
فَيُنَبِّئُهُمْ بِما عَمِلُوا وَ اللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَليمٌ
(64) Ketahuilah hahwa sesungguhnua dalam
kekuasaan Allahlah apa yang ada di sekalian langit dan apa yang ada di bumi.
Dia Maha Mengetahui apa yang ada padamu. Dan dia pun Mengetahui bila
harinya akan dikembalikan kepadaNya. Pada waktu itu akan diberitahukanlah
kepadamu apa sebenarnya yang telah kamu kerjakan. Dan sesungguhnya Tuhan
Allah adalah Maha Mengetahui akan segala sesuatunya.
Disiplin Kepada Rasul
Sejak dari pangkal surat sudah dijelaskan bentuk masyarakat yang
dikehendaki Islam, baik sejak dari rumah tangga , ataupun sampai berdirinya
masyarakat besar, yaitu masyarakat ummat. Setiap diri peribadi sudah diisi
dengan iman dan persatuan, keyakinan dan pelaksanaan. Dan jalan lurus itu
selalu wajib terpimpin. Yang memimpinnya adalah Nabi Muhammad saw. sendiri.
Bertindak sendiri di luar kehendak pimpinan dalam menuju Sabil Allah itu
tidaklah mungkin. Ummat rnesti bersatu padu di liawah satu komando. Komando
Rasul.
Dan sebagai pemimpin besar Nabi Muhammad saw. telah memegang kendalinya
dengan penuh tanggungjawab. Dia yang melangkah di muka, dia yang memberikan
contoh dan teladan. Tidak ada seorang Nabi pun yang demikian sangat lengkap
dicatat orang riwayat hidupnya, lalu tingkahnya setiap hari , sikapnya di
waktu perang dan damai, dalarn rumah tangga dan dalam jemaah bersama,
selengkap apa yang telah dicatat pada diri Nabi Muhammad s.a.w. kesabarannya
seketika di Makkah , keteguhannya menghadapi tugas, seketika tiba di
Madinah.
Turutnya memimpin langsung peperangan-peperangan (Ghuzwah), telah
membuktikari bahwa beliau memang mempunyai peribadi yang amat besar. Kalau
hendak mengukur siapa peribadi Muhammad, pelajarilah sejarah orang-orang
besar yang timbul di kiri kanannya.
Tidak ada seorang Nabi dikelilingi oleh orang besar dahsyat sebesar
sedahsyat orang-orang yang berdiri di kiri kanan Nabi Muhammad s.a.w.
Sejarah Abu Bakar as-Shiddiq yang mengurbankan segenap hidup buat membela
keyakinan yang diajarkan Nabi, sejarah Umar bin Khathab yang telah dapat
menundukkan kerajaan Romawi dan Persia, tetapi tidak pernah mernpunyai
istana.
Sejarah Usman bin Affan dengan kemurahan hatinya. Sejarah Ali bin Abu Thalib
yang teguh memegang pendirian. Sejarah Khalid bin Walid yang menjadi "Pedang
Allah" dan memancangkan bendera Islam di benteng Damaskus dan Palestina.
Sejarah Sa'ad bin Abu Waqqash yang menundukkan Rustum dan meruntuhk,n Madain
Sejarah 'Amr bin al -Ash yang menundukkan Mesir, sungai Nil dan
Iskandariyah. Sejarah Mu'awiyah yang mendirikan kerajaan Bani Umaiyah.
Pelajari itu semuanya, betapa hebat mereka itu. Namun mereka semuanya itu
duduk, laksana nyamuk-nyamuk kecil apabila berhadapan dengan peribadi Rasul
s.a.w. Namun semuanya itu berebut menampung sisa air wudhu'nya. Namun
semuanya itu duduk berhadapan dengan beliau laksana di atas kepala mereka
hinggap seekor burung.
Musuh-musuh besarnya pun demikian. Tidak ada yang berani berhadapan dengan
beliau buat rnenentang matanya. Abu Jahal penentang besarnya di Makkah,
ketika didatangi seorang sama seorang oleh Nabi ke rumahnya , karena membela
nasib orang Badwi yang dikicuh beli untanya oleh Abu Jahal, gemetar
tubuhnya. Dilihatnya seekor unta besar berdiri di belakang Nabi hendak
menerkamnya.
Abdullah bin Ubay kepala munafik di Madinah, sukanya hanya berbicara di
belakang. Kalau Nabi kelihatan datang, dia segera pergi. Pengecut.
Da'tsur mencoba mengambil pedang beliau dan hendak membunuh beliau menjawab
pertanyaan "siapa yang melindungimu ya Muhammad, jika engkau aku tikam
dengan pedang ini?" Beliau menjawab: "ALLAH", gemetar tubuh Da'tsur, keluar
keringat dinginnya dan lemah-lunglai seluruh anggota tubuhnya.
Itulah pemimpin sejati kita, wahai seluruh umat yang beriman !
Peribadi yang demikian besar dan agung wajiblah ditaati, supaya roh kita
selamat dalam dunia dan untuk akhirat. Supaya kehendak ilahi lancar , di
samping takut kepada peribadinya yang besar itu, dengan disiplin dan
ketaatan pun wajib dilakukan.
Maka di dalam ayat 62 dan 63 ini dijelaskan disiplin terhadap pimpinan
Rasul. yang berlaku pada sahabat-sahabat beliau di kala beliau hidup dan
berlaku terus untuk seluruh ummatnva setelah beliau wafat, sehingga
kebesaran agama itu tetap terpelihara
Di antara ayat 62 diterangkan bahwasanya tanda iman kepada Allah dan Rasul.
ialah jika kaum Muslimin bersama Rasulullah sedang berkumpul menghadapi
suatu urusan besar ataupun kecil, sekali-kali tidak seorang jua pun
dibolehkan meninggalkan majlis sebelum memohon izin kepada beliau Orang yang
memohonkan izin kepada beliau, dan baru pergi setelah beroleh izin, dalam
ayat ini ditegaskan, itulah orang yang sebenarnya beriman, kepada Allah dan
Rasul.
Apa sebab? Pekerjaan yang dihadapi bersama itu mengikat segala anggota
masyarakat ummat di dalamnya. Pada waktu itu kepentingan diri sendiri tidak
ada lagi. yang ada hanyalah urusan bersama dan Rasul sebagai pusat
pimpinan. Itulah intisari disiplin ketentaraan (militant) yang diajarkan
oleh Islam. Bercalih-calih, berciluh-ciluh, mengelakkan diri tidak ada dalam
pekerjaan bersama. Suatu perjuangan kalah atau menangnya, ditentukan oleh
kebijaksanaan pimpinan dan kepatuhan yang dipimpin. Disuruh pergi, ditegah
berhenti-Kalau ada yang bercalih, bersorak mari-rnari, tetapi bekerja tidak
mau, itulah alamat munafik. Kalau ada yang munafik, pertahanan diancam
kebocoran.
Menurut riwayat dari lbnu Ishaq, ayat ini turun ialah seketika terjadi
peperangan Khandaq yang terkenal, seketika kota Madinah hendak diserang oleh
sekutu orang Quraisy dan Persatuan Arab dan mendapat persetujuan pula dari
Yahudi Bani Quraizhah- Menurut nasihat dari Salman al-Farisi, hendaklah
dibuat parit yang dalam di sekitar kota Madinah sebelah barat, yang akan
dimasuki oleh musuh itu .
Maka bekerjalah orang siang malam menggali parit itu, bergotong-royong
bersama-sama. Rasulullah sendiri pun turut menggali parit tersebut sampai
selesai , sedang parit digali siang dan malam, beberapa orang yang imannya
tidak teguh kepada Allah dan Rasul, pulang saja ke rumahnya seenaknya,
dengan tidak meminta izin terlebih dahulu daripada Rasulullah s.a.w.
Kelakuan yang demikian sangatlah merusakkan semangat orang yang bekerja
dengan sungguh-sungguh .
Maka datanglah ayat ini menjadi teguran kepada orang yang Mu'min, bahwasanya
keluar saja dari satu pekerjaan umum di luar izin adalah alamat kurang iman.
Dan di dalam ayat ini diterangkan pula,
"kalau mereka rneminta izin kepadamu-karena beberapa keperluan mereka, beri
izinlah siapa yang hendak engkau beri izin di antara mereka-"
Artinya bahwasanya pertimbangan memberi izin atau tidak memberi izin adalah
sepenuhnya di tangan Rasulullah sendiri,
"dan mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka."
Artinya, meskipun mereka telah diberi izin, namun meninggalkan pekerjaan
bersama itu tetaplah tidak terlepas juga daripada tanggung jawab moral yang
tidak enteng. Mereka hanya dibeti ampun karena ada kepentingan yang amat
mendesak.
Kemudian datanglah ayat 63, menerangkan bahwa menyeru nama Rasul tidaklah
serupa dengan menyerukan nama di antara kita sama kita. Sedangkan Tuhan
Allah sendiri belum pemah menyebut namanya "Ya Muhammad', hanya dengan
memanggil pangkat tugasnya: "Y'a Nabiyu" Wahai Nabi.
"Ya Ayyuhar Rasulu". Wahai Utusan Tuhan. Atau kata sindiran "Wahai yang
berselimut" (Ya Ayuhhai Muzammil) Atau "Ya Ayyuhal Muddatsir" (Wahai orang
yang berselubung).
Cara Tuhan memperlakukan NabiNya dengan menghormatinya secara demikian,
adalah suri teladan bagi kita sebagai ummatnva. Dan kalau hendak
meninggalkan majlisnya sebelum selesai pekerjaan, memohon izinlah dengan
terus-terang, jangan mengeluyur saja keluar seorang demi seorang dengan diam
diam, sehingga di akhir pekerjaan dilihat kawan sudah hilang satu hilang dua
saja, tak diketahui he mana perginya.
Maka diperingatkanlah bahwasanya sikap-sikap yang demikian, baik bersikap
kurang hormat kepada nama beliau seketika memanggilnya, ataupun meninggalkan
majlisnya dengan tidak memohonkan izinnya terlebih dahuiu adalah perbuatan
yang sangat salah, yang tidak layak dilakukan oleh orang yang beriman.
Perbuatan demikian adalah kelakuan orang yang masih kurang matang imannya,
bahkan sebagai tanda alamat dari orang yang munafik. Orang yang demikian
haruslah ingat bahwa perbuatannya yang salah akan berbahaya juga akhir
kelaknya, akan ada-ada saja bahaya dan fitnah yang akan menimpa dirinya atau
merusakkan masyarakat bersama, karena ada yang tidak setia. Bahkan terancam
oleh azab siksa Ilahi yang lebih besar.
Sekarang timbullah pertanyaan: Apakah keadaan yang seperti ini masih berlaku
buat kita ummat Muhammad yang datang di belakang beliau ini? Padahal kita
tidak hadir lagi d~ilam majlis beliau?
Janganlah berfikir begitu, tetapi ingatlah bahwa syahadat kita "Tidak ada
Tuhan selain Allah", belurnlah cukup sebelum diiringi dengan "Muhammad
adalah Utusan Allah". Kita tidak dapat menyelenggarakan apa yang diperintah
oleh Tuhan, di luar daripada tuntunan yang diberikan oleh Nabi. Sedangkan
seorang nelayan dengan juaran kailnya, tidaklah mau meletakkan juaran kail
itu pada tempat yarig sembarangan saja, karena dengan itu dia mencari
rezekinya, apatah lagi di antara kita sebagai ummat Islam dengan Nabi
junjungan kita. Meskipun kita tidak hadir lagi dalam majlisnya, namun kita
tidak lepas dari tuntunannya. Dia sebagai insan telah meninggal, tetapi
ajarannya tetap hidup dalam hati kita. Bertambah besar pengaruh peribadi
Muhammad atas diri kita, bertambah bersinarlah iman dalam hati kita.
Tentu kita dapat mengerjakan sesuatu yang. tidak mengurangi hormat kita
kepada beliau setelah beliau wafat , sebagaimana orang yang hidup di
sekelilingnya dapat mengerjakan seketika beliau hidup.
Misalnya jika dibaca orang suatu Firman sabda beliau, kita dengarkan
baik-baik. Sebagai Iman Malik r.a. Setiap akan mengajarkan Hadits
Rasulullah dia dalam mesjid beliau di Madinah, dipakainya bajunya yang
bersih dan dia berwudhu' lebih dahulu. Dan bila disebut namanya jangan
dilupakan mengucapkan "Shallallahu 'alaihi wasallama". Kita menghormati
memuliakannya di dalam batas Tauhid. Tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah hambaNya dan UtusanNya.
Salah seorang pelopor Tafsir Moden Sayid Rasyid Ridha kurang senang atas
kebiasaan penafsir-penafsir lama yang selalu menafsirkan ayat-ayat yang
dimulai dengan QUL, ditafsirkan: "Katakan olehmu hai Muhammad!" Karena Tuhan
tidak berkata begitu.
Dalam rangka ini timbullah "khilafiyah" di kalangan Ulama tentang shalawat
kepada Nabi s.a.w, Seketika orang bertanya kepada Rasulullah saw.
bagaimanakah mestinya kami mengucapkan shalawat kepada Engkau ya Rasulullah?
Beliau menjawab: "Ucapkanlah Allahumma shaili `ala Muhammadin wa 'ala ali
Muhammad" (tidak memakai saiyidina).
Setengah ulama berfaham bahwa tidaklah akan mungkin Nabi menyuruhkan orang
bersaiyidina" kepada dirinya. Oleh sebab itu tidaklah akan terhitung bid`ah
jika kita tambah kan Saiyidina, dari sebab ijtihad kita bersandar kepada
ayat-ayat yang memerintahkan menghormatinya.
Di zaman sebagai zaman kita sekarang ini , kerapkali cinta kita kepada Nabi
diganggu dengan sikap-sikap yang tidak sopan. Baik kaum Komunis yang
membenci segala macam keyakinan agama,ataupun pemeluk agama lain yang
sengaja hendak mengganggu perasaan kita , kerapkali terjadi penghinaan
mereka kepada peribadi Nabi Muhammad saw. Kalau sekiranya mereka menyerang
peribadi Nabi dengan dasar "ilmiah", niscaya sebagai Muslim wajiblah kita
bersedia menangkis serangan itu dengan ilmiah pula. Tetapi satu-satu kali
timbullah sikap yang amat tidak sopan , kadang-kadang sampai kepada derajat
"kurang ajar".
Dalam saat yang demikian ilmiah yang mendalam tidak ada faedahnya lagi. Pada
saat yang demikian kita wajib menunjukkan cinta kepada Nabi dengan sikap
yang jelas. Karena kadang-kadang pertahanan saja tidaklah dapat untuk
mencapai kemenangan. Pertahanan wajib diikuti oleh semangat menyerang juga,
ataupun memberikan ganjaran yang setimpal kepada orang yang kurang ajar itu.
Kita akan dituduh fanatik, karena orang hendak menyembunyikan
kefanatikannya sendiri. Fanatik kita kepada Nabi lantaran cinta, jauh Iebih
baik daripada fanatik musuh Islam karena bencinya !
Sebagai contah hendak kita kemukakan "Kisah Nyata" yang pernah terjadi
sebelum perang di Karachi (sebelum menjadi negara Pakistan). Terjadi di saat
orang merayakan Yubileum George V, Raja Inggaris.
Seorang penulis Hindu dari Aria Samaj mengarang sebuah buku yang isinya
menghina Islam dan menghina Nabi Muhammad saw. Dia menulis dengan segenap
nafsu kebencian. Segala tuduhan yang buruk-buruk ditimpa kan kepada diri
Nabi. Kaum Muslimin seluruh India menjadi ribut setelah buku itu tersiar.
Protes kepada penguasa inggeris timbul dari mana-mana, sehingga si penulis
terpaksa ditahan dalam penjara menunggu perkaranya dibuka dan menunggu
bukunya dicabut dan peredaran.
Dalam hari yang ditentukan dia akan dihadapkan kepada pengadilan. Dia
sendiri bersedia dihadapkan ke muka pengadilan dan merninta supaya ulama
ulama Islam India yang terkemuka pun dihadirkan dalam majlis itu, sebab dia
berani bertentangan berdebat mempertahankan bukunya , Khabar berita itu
sangatlah menekan perasaan penduduk India di batas sebelah utara, di antara
Pakistan dan Afghanistan sekarang ini.
Daerah yang terkenal keras semangat Islamnya dan membuat susah Inggeris
berpuluh tahun lamanya, karena mereka tidak mau mengakui pertuanan Inggers
atas daerahnya yang bebas merdeka itu. Di sana ada seorang pemuda, masih
berusia 20 tahunan, baru empat bulan saja kawin , Meskipun dia sedang hidup
berkasih-kasihan dengan isterinya sebagai pengantin baru , berita penghinaan
kepada Nabi s.a.w, itu sangatlah menggoncangkan perasaannya, sehingga
isterinya menjadi heran melihat mukanya tidak pernah bergirang lagi dan
apabila dihidangkan rnakanan tidak lagi disentuhnya.
Namanya Abdul Qayum.
Dengan diam-diam dia hilang dan kampung halamannya. Dia pergi menuju kota
Karachi, karena hendak turut hadir mendengarkan soal-jawab di antara hakim
Inggeris dengan orang yang menghina Nabi Muhammad itu.
Tidak ditemuinya keluarga dan orang senegerinya di Karachi. Dia hanya tidur
di mesjid-mesjid kecil menumpang-numpang. Dia menunggu bilakah sidang
perkara orang yang menghina Nabi Muhammad dan menghina Islam itu akan dibuka.
Dengan diam-diam dia telah membeli sebuah pisau belati besar, yang dengan
sekali pukul bisa menghabiskan nyawa orang yang kena tikam. Pisau itu
diasahnya baik-baik.
Di mana-mana dia mendengar orang berbicara menyatakan kemarahan karena Nabi
dihina. Di mana-mana orang menunggu-nunggu bila perkara itu akan dibuka.
Setengah orang berkata bahwa hakim Inggeris niscaya akan menjatuhkan
keputusan yang enteng saja atas perkara itu. Abdul Qayum diam saja mendengar
cerita orang.
Hari persidangan pun datang. Banyak orang Islam berkerumun ke muka Mahkamah.
Beberapa orang ulama dihadirkan untuk bersoal-jawab dengan pesakitan. Si
pesakitan mulai ditanyai oleh hakim. Kian ditanya kian dia menyombongkan
diri. Seakan-akan dia lupa bahwa daerah Sind itu adalah daerah mayoritas
ummat Islam Dia terus menentang.
Tiba-tiba masuklah Abdul Qayum dengan langkah yang tetap dan tenang ke dalam
majlis itu. Dia hanya berselimut saja dengan kain tebal, sebagai kebiasaan
penduduk daerah perbatasan utara yang dingin itu. Tidak ada orang yang
curiga, dan penjaga mahkamah pun rupanya lalai memeriksa orang yang masuk.
Dia maju ke muka, dibakanya selimutnya, sedang hakim tengah menanyakan
beberapa keterangan kepada pesakitan, dan pesakitan menjawab dengan
angkuhnya.
Abdul Qayum mendekat juga ke meja Mahkamah. Dibukanya penutup badannya, lalu
dikeluarkannyalah pisau belatinya itu, sambil berkata kepada hakim:
"Orang yang kurang ajar kepada Nabinya ummat Islam ini bukanlah dengan tanya
dan jawab demikian harus diselesaikan. Menyelesaikannya hanyalah dengan ini!"
Lalu disentaknya pisau belatinya, ditancapkannya ke punggung pesakitan itu,
ditekannya kuat-kuat sampai tembus ke bagian muka dan ditariknya ke bawah. "Begini...!"
katanya dengan tenang.
Sernua anggota mahkamah terkejut, si pesakitan teiah tersungkur meregang
badan, lalu mati, darah berbuih, ususnya terburai. Ketua mahkamah hendak
lari keluar. Ulama-ulama yang hadir terbingung-bingung. Lalu dengan
tenangnva Abdul Qayum berkata: "Paduka tuan Hakim tidak perlu lari. Saya
tidak gila, dan saya tidak akan berbuat kepada tuan seperti itu, kalau tuan
tidak menghina Nabi kami seperti dia pula .
Barulah polisi-polisi penjaga sadar akan dirinya. Mereka pun mendekati Abdul
Qayum dan kebetulan polisi-polisi ada yang orang Islam. Abdul Qayum berkata
dengan tenangnya: "Janganlah tergesa dan gugup menangkap saya, saya tidak
akan lari. Tugas saya membela Nabi saya sudah selesai, inilah saya,
tangkaplah dan tahanlah, dan inilah pisau belati itu."
Abdul Qayum dimasukkan ke dalam tahanan, wajahnya jernih berseri selama
ditahan. Satu mahkamah lagi bersidang dan Abdul Qayum dihukum mati. Kaum
Muslimin memprotes, tetapi tidak diperdulikan. Hukuman dijalankan juga
dengan diam-diam. Abdul Qayum digantung, tengah malam. Pagi-pagi ummat
Islam mencari di mana mayatnya dikuburkan , lalu dibongkar dan dengan satu
demonstrasi besar dikuburkan , diiringkan oleh beratus ribu kaum Muslimin.
Polisi keamanan kepunyaan penjajah dikerahkan buat membubarkan orang yang
mengantar jenazah itu sampai terjadi pertempuran di tengah jalan. 200 kaurn
Islam jadi kurban dan polisi pun ada yang jadi kurban.
Kaum Muslimin memaklumkan Hartal seluruh India , toko-toko ditutup , pakaian
berkabung keluar. Padahal saat itu bertepatan dengan Yubelium duduknya Raja
George V di singgasana inggeris. Segala lampu dipadamkan orang dan tidak ada
seorang Islam pun yang keluar rumah. Sedang orang Hindu pun tidak pula
meramaikan Yubelium itu, karena mereka pun sedang menentang politik Inggeris.
Akhimya kaum Muslimin India sepakat memberikan gelar "At-Ghazali" kepada
Abdul Qayum. Maka disebutlah dia setelah syahidnya "Al-Ghazali Abdul Qayum"
.
Kitasalinkan kisah nyata ini, bukanlah dengan maksud supaya ummat Islam
Indonesia mengacau keamanan. Maksud kita hanya menyerukan kepada pemeluk
Agama lain atau kaum yang mengejek agama supaya dapat menjaga ketenteraman
kita bernegara dengan tidak mengadakan sikap dan tingkah laku yang dapat
menimbulkan cara yang diambil oieh Al-Ghazali Abdul Qayum itu. Apatah lagi
ada satu Hadits yang berbunyi:"Berbahagialah ummatku yang dapat melihat
wajahku dan cinta kepadaku. Dan berbahagialah tujuh kali orang yang tidak
rnelihat wajahku, tetapi tidak kurang cintanya kepadaku. Dia pun akan
bertemu dengan daku di hari kiamat. " Hadits seperti ini
kadang-kadang sangat berkesan ke dalam jiwanya ummat Islam, yang bagi orang
yang bukan Islam tidak dapat difahamkan, kecuali dengan menuduh fanatik.
Akhimya ditutuplah Surat an-Nur ini dengan ayat:
"Ketahuilah, bahwasanya di dalam kekuasaan Allahlah apa yang ada disekalian
langit dan apa yang ada di bumi. Dia mengetahui apa yang ada padamu. Dia pun
mengetahuinya bila harinya kamu akan dikembalikan kepadaNya. Pada waktu itu
akan diberitahukan kepadamu apa yang sebenarnya telah kamu kerjakan. Dan
sesungguhnya Tuhan Allah Maha Mengetahui akan segala sesuatunya."
Artinya, setelah dengan panjang lebar Tuhan memberikan tuntunan dia dalam
mendirikan masyarakat Islam dan rumahtangga Islam, sampai kepada hubungan
Iman dengan Disiplin, sampai kepada hal yang berkecil-kecil. Muslimin dibawa
kembali naik kepada arena yang lebih besar, yang meliputi langit dan bumi.
Kehidupan insani tidaklah terlepas daripada kesatuan dengan alam
sekelilingnya. Tuhan menunjukkan kuasa dan tadbimya pada langit dan bumi. Ke
mana saja pun mata melihat; selalu terlihat tadbir yang sempuma. Sebagai
insan kita diberi akal dan disuruh mempelajari kekuasaan Tuhan yang
terbentang pada langit dan bumi itu.
Tidak sebuah pun yang dijadikan dengan sia-sia, tidak sebuah
jua pun yang terjadi dengan kebetulan. Bertambah luas penyelidikan bertambah
dekat rasa diri kepada Allah Maha Pencipta itu. Kuasa-Nya meliputi segenap
yang ada. Maka meskipun insan adalah makhluk kecil, tetapi dengan
keinsafannya dia dapat merasai bahwa dalam dirinya ada sesuatu yang besar.
Dan alam adalah manusia besar, dan insan adalah alam kecil. Apabila kita
renungi kuasa ilahi atas langit dan bumi berdalam-dalam, akhimya kita pun
akan sampai kepada pertanyaan: "Siapa saya ini sebetulnya?"
Ayat 64 ini terus menuruti lekuk-lekok fikiran kita, "Tuhan mengetahui
betapa keadaanmu." Akhimya Tuhanlahyang menentukan bilakah harikita akan
dikembalikan ke hadhiratNya, untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan
apa yang telah kita amalkan selama hidup yang terbatas, mengisi tugas
sebagai manusia yang tidak terbatas. Dan di penutup Tuhan memberitahukan
bahwasanya bukan saja langit dan bum, bukan saja Insan dalam perihidupnya,
bukan saja perhitungan hari bila kita akan dipanggil kembali, bahkan segala
sesuatunya pun. Yah segala sesuatu adalah di dalam pengetahuan Ilahi.
Bertambah kita mendekati Tuhan dengan cara yang diajarkan Nabi saw.
bertambah tersimbahlah cahaya itu dalarn batin kita. Dosa dan hawa nafsu
kita, itulah yang kerapkali mengotori cermin tempat kita melihat bayangan
muka kita. Sebab itu maka Surat ini dinamai Surat an-Nur, Surat Cahaya.
Yakni cahaya ilahi yang kita rasai menyinan seluruh alam ini, dan dengan
beransur karena taat dan patuh, cahaya itu pun menyelinap dan menyinar ke
dalam hati kita untuk kelak mengirim lagi sinar itu keluar.
Dengan cahaya itulah kita rela menghadapi hidup. Dengan cahaya itu pula kita
rela rnenghadapi maut. Bahkan bila telah masuk cahaya ini sedalam dalamnya
ke rongga rohani kita, batas yang kita sangka amat memisahkan di antara
hayat dengan maut, tidaklah akan terasa lagi. Sebab bilamana hubungan kita
dengan Ilahi telah dipatrikan oleh asyik dan cinta, maut itu sendiri pun
lezat rasanya, karena cinta. Sebagai disebut dalam pepatah kaum Shufi:
Almautu niatul hubbiss shadiq" (Mati adalah tanda bukti cinta yang sejati).
01 02 03 04 05 06 07
08
09
10
11
12
13
14
15 Main Page ....
>>>> |