وَ أَنْكِحُوا الْأَيامى مِنْكُمْ وَ
الصَّالِحينَ مِنْ عِبادِكُمْ وَ إِمائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَراءَ
يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ اللهُ واسِعٌ عَليمٌ
(32) Dan kawinlah laki-laki dan
perempuan yang janda di antara kamu, dan budak-budak laki-laki dan perempuan
yang patut buat berkawin. Walaupun mereka miskin, namun Allah akan
memampukan dengan kurniaNya karena Tuhan Allah itu adalah Maha Luas
pemberianNya, lagi Maha Mengetahui (akan nasib dan kehendak hambaNya).
وَ لْيَسْتَعْفِفِ الَّذينَ لا يَجِدُونَ
نِكاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَ الَّذينَ يَبْتَغُونَ
الْكِتابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمانُكُمْ فَكاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فيهِمْ
خَيْراً وَ آتُوهُمْ مِنْ مالِ اللهِ الَّذي آتاكُمْ وَلا تُكْرِهُوا
فَتَياتِكُمْ عَلَى الْبِغاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّناً لِتَبْتَغُوا عَرَضَ
الْحَياةِ الدُّنْيا وَ مَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللهَ مِنْ بَعْدِ
إِكْراهِهِنَّ غَفُورٌ رَحيمٌ
(33) Dan orang-orang yang belum mampu berkawin
hendaklah menjaga dia akan kehormatan dirinya, hingga Allah memberinya
kemampuan dengan limpahan kumiaNya. Dan orang-orang yang hendak membuat
perjanjian dari mereka yang dimiliki oleh tangan kanan kamu, maka
perbuatlah perjanjian itu dengan mereka, jika kamu ketahui bah ada baiknya
untuk mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian daripada harta Allah
yang telah dianugerahkan Tuhan kepadamu Dan janganlah kamu paksa hamba-hamba
perempuan melacurkan diri karena mengharapkan harta dunia, apabila dia ingin
hidup bersih. Dan barang siapa yang memaksa mereka, sesungguhnya Allah
karena paksaan atas mereka itu, adalah Maha Memberi Ampun lagi Maha
Penyayang.
وَ لَقَدْ أَنْزَلْنا إِلَيْكُمْ آياتٍ
مُبَيِّناتٍ وَ مَثَلاً مِنَ الَّذينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ وَ مَوْعِظَةً
لِلْمُتَّقين
(34) Dan sesungguhnya telah Kami
turunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penjelasan, dan contoh-contoh
bandingan dari ummat yang telah terdahulu sebelum kamu, dan sebagai nasihat
pula bagi orang-orang yang bertakwa.
Perihal Perkawinan
Sebagaimana telah diketahui sejak
dari permulaan Surat an-Nur ini, nyatalah bahwa peraturan yang tertera di
dalamnya hendak membentuk suatu masyarakat Islam yang gemah ripah, adil dan
makmur, loh jinawi. Keamanan dalam rohani clan jasmani dan dapat
dipertanggungjawabkan. Sehingga ada peraturan memasuki rumah, ada peraturan
memakai pakaian yang bersumber dari kesopanan iman. Maka di dalam ayat yang
selanjutnya ini terdapat pula peraturan yang amat penting dalam rnasyarakat
Islam, yaitu yang dijelaskan dalam ayat 32 tersebut di atas. Hendaklah
laki-laki yang tidak beristeri dan perempuan yang tidak bersuami, baik masih
bujangan dan gadis ataupun telah duda dan janda, karena bercerai atau karena
kematian salah satu suami atau isteri, hendaklah segera dicarikan jodohnya.
Apabila kita renungkan ayat ini baik-baik jelaslah bahwa soal mengawinkan
yang belum beristeri atau bersuami bukanlah lagi semata-mata urusan peribadi
dari yang bersangkutan, atau urusan "rumahtangga" dari orang tua kedua orang
yang bersangkutan saja, tetapi menjadi urusan pula dari jamaah Islamiah,
tegasnya masyarakat Islam yang mengelilingi orang itu.
Apabila zina sudah termasuk dosa besar yang sangat aib, padahal kehendak
kelamin manusia adalah hal yang wajar, yang termasuk keperluan hidup, maka
kalau pintu zina ditutup rapat, pintu kawin hendaklah dibuka lebar.
Dalam ayat tersebut: Wa ankihuu, hendaklah kawinkan oleh kamu, hai orang
banyak. Terbayanglah di sini bahwa masyara- kat Islam mesti ada dan mesti
dibentuk. Supaya ada yang bertanggungjawab memikul tugas yang diberikan
Tuhan itu.
Apabila sudah ada satu kelompok perkampungan kecil, hendaklah di sana
didirikan jamaah, baik berupa langgar, dan lebih baik berupa mesjid. Ada
kepala jemaah (imam) tempat mengadukan hal dan masalah-masalah yang timbul
setiap hari. Atau ada majlis orang tua-tua yang memikirkan urusan bersama.
Dalam Shalatil Jamaah yang berlaku, sekurang-kurangnya 3 waktu (Maghrib,
Isya' dan Subuh) seluruh anggota jemaah bisa bertemu. Nasib mereka
masing-masing dapat diketahui. Diketahui mana yang sudah patut kawin, mana
yang berkekurangan supaya dibantu.
Kadang-kadang malulah seorang pemuda meminang seorang gadis, meskipun
hatinya telah penuju, takut akan ditolak pinangannya. Kadang kadang seorang
ayah telah melihat pemuda yang pantas buat gadisnya, tetapi adat pula pada
setengah negeri bahwa pihak perempuan malu meminta laki laki buat jodoh
anaknya. Padahal seluruh masyarakat perkampungan itu diberi tugas oleh Tuhan
supaya segera menikahkan yang tidak beristeri atau bersuami.
Adalah amat berbahaya membiarkan terlalu lama seorang laki-laki muda tak
beristeri, terlalu lama seorang gadis tak bersuami. Penjagaan kampung
halaman dengan agama yang kuat dan adat yang kokoh mungkin dapat mem bendung
jangan sampai terjadi pelanggaran susila. Tetapi penyelidikanpenyelidikan
llmu Jiwa di zaman modern menunjukkan bahwa banyak benar penyakit jiwa
tersebab tidak lepasnya nafsu kelamin.
Bertambah modern pergaulan hidup sebagai sekarang ini, bertambah banyak
hal-hal yang akan merangsang nafsu kelamin. Bacaan-bacaan cabul, film-fiim
yang mempesona dan menggerak syahwat, semuanya berakibat kepada sikap hidup.
Masyarakat Islam harus awas akan bahaya ini, sebab itu ayat 32 Surat an-Nur
ini haruslah dijadikan pegangan.
Lanjutan ayat yang menyebutkan pula bahwasanya budak, atau hamba sahaya,
laki-laki dan perempuan yang layak atau patut dikawinkan, hendaklah kawinkan
pula. Sedangkan laki-laki merdeka, bujang atau gadis yang tidak ber isteri
atau bersuami, yang masih ada keluarga penanggungnya lagi, wajib dicarikan
jodohnya, apatah lagi budak-budak itu. Dia hidup menumpang, bahkan tidak
berhak lagi atas dirinya sendiri, tidak dapat menentukan nasibnya sendiri,
maka tanggung jawab terserahkan kepada masyarakat Islam sekelilingnya.
Sejak 100 tahun yang akhir ini perjanjian internasional telah menghabiskan
perbudakan. Tetapi dalam rumahtangga orang Islam yang mampu, terutama di
kota-kota terdapat pembantu rumahtangga yang kadang-kadang sudah dipandang
keluarga karena kesetiaannya.
Mereka ini pun tidak boleh lepas dari pengawasan majikannya tentang
jodohnya. Kalau dia masih patut dan masih mungkin kawin, kawinkanlah dengan
yang sejodoh dengan dia. Alangkah besar bahayanya, sebagai kita lihat di
kota-kota besar pembantupembantu rumahtangga itu rusak akhlaknya dan jatuh
karena dia pun ingin kepuasan kelamin sedang yang memikirkan tak ada.
Tetapi pemuda dan pemudi takut kawin karena memikirkan pembangunan
rumahtangga sesudah kawin. Sampai ada pepatah Minangkabau: "Beli kuda tidak
mahal, yang mahal ialah beli rumput." Ongkos perkawinan tidaklah se besar
ongkos belanja setiap hari. Ketika kawin dapatlah diperbantu-bantukan oleh
handai-tolan, tetapi setelah rumahtangga berdiri, terserahlah kepada
suami-isteri itu sendiri. Hidup sekarang serba mahal. Perasaan hati yang
seperti ini ditolak oleh lanjutan ayat: "Jika mereka miskin, Tuhan akan
memberinya kemampuan dengan limpah kurniaNya."
Kadang-kadang seorang pemuda berteori, bahwa kalau dia kawin maka hasil
pencariannya yang sekarang ini tidaklah akan mencukupi. Padahal setelah
diseberanginya akad-nikah perkawinan itu dan dia mendirikan rumah tangga,
ternyata cukup juga. Semasa belum kawin, dengan pencarian yang kecil.itu,
hidupnya tidak berketentuan, sehingga berapa saja uang yang diterima habis
demikian saja. Tetapi setelah kawin dan dia mendapat teman hidup yang setia,
hidupnya mulai teratur dan belanja mencukupi juga.
Kalau masyarakat itu telah dinamai masyarakat Islam, niscaya orang hidup
dengan qana'ah, yaitu merasa cukup dengan apa yang ada, tidak terlalu
menengadahkan kepala, perbelanjaan yang tidak perlu. Perempuan yang men
dasarkan hidupnya kepada Islam, bekan kepada kemewahan secara Barat yang
terlalu banyak memerlukan belanja ini, akan memudahkan kembali orang
mendapat jodoh. Yang dicari pada hakikatnya dalam hidup ini ialah keamanan
jiwa. Hidup dalam kesepian tidaklah mendatangkan keamanan bagi jiwa.
Rumahtangga yang tenteram adalah sumber inspirasi untuk berusaha, dan usaha
membuka pula bagi pintu rezeki.
وَ اللهُ واسِعٌ عَليم
"Tuhan Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui." Demikian ayat 32 ini dikunci.
Asal mau berusaha, pintu rezeki akan senantiasa terbuka, bahkan rezeki itu
tidaklah berpintu!
Iffah Dan Menahan Nafsu
Kemudian itu pada ayat 33 Tuhan menasihatkan kepada orang yang belum mampu
melaksanakan perkawinan, supaya dia berlaku Iffah, menahan nafsu dan
syahwat, memelihara kehormatan diri, dan jangan dilepaskan niat agar dapat
hendak mendirikan rumahtangga karena melaksanakan perintah Tuhan. Moga-moga
dengan menjaga kesucian din, sehingga hidup teratur, tidak boros kepada yang
tak berfaedah, tidak terperosok kepada zina, menyebabkan kesucian diri
dapat dipertahankan.
Dan kesucian diri memberi pula inspirasi buat berusaha yang halal. Dengan
sendirinya rezeki akan dilimpahkan Tuhan.
Sungguh menjadi suatu kebanggaan diri sampai tua, dapat dibanggakan kepada
anak clan cucu jika sebelum kawin kesucian kita dapat terjaga. Kesucian diri
dan tidak bernoda, menyebabkan kedua belah pihak sama-sama hormat
menghormati dan harga-menghargai setelah rumah tangga berdiri. Dan itulah
modal dan pokok yang menjadi induk dari segala modal dan pokok.
Kemudian itu diceritakan pula tentang budak-budak atau hamba sahaya yang
ingin bebas dari perbudakan dan ingin menjadi orang merdeka, yang sanggup
membayar ganti kerugian kepada majikannya dengan perjanjian yang tertentu.
Di ayat ini dijelaskan, "hendaklah dibuat perjanjian itu," hendaklah
dimudahkan agar dia segera dapat lepas dari belenggu perbudakan. Terutama
apabila dilihat bahwa memang ada baiknya jika dia dimerdekakan, sebab dia
memang hidup sendiri setelah dimerdeka kan. Lebih cepat memerdekakan itu
dilaksanakan lebih baik.
Ayat ini dan ayat-ayat lain yang membicarakan budak atau hambasahaya dalam
al-Quran, banyak dijadikan "alat" pemukul Islam oleh pihak musuh Islam,
dikatakan bahwa Islam menganjurkan perbudakan. Padahal kalau mereka jujur,
ayat inilah dan ayat-ayat yang lain itu dengan tegas menganjurkan agar
budak-budak itu dimerdekakan.
Sebab yang membikin perbudakan itu bukanlah Islam, tetapi masyarakat manusia
turun-temurun sejak beribu-ribu tahun, sehingga baik Yunani di kala jayanya,
atau Kristen di kala kekuasaannya di zaman Tengah, atau Islam sendiri
seketika Nabi Muhammad s.a.w. muncul ke dunia, telah mendapati belaka
masyarakat manusia berbudak. Yaitu akibat daripada peperangan-peperangan.
Boleh dipastikan bahwa anjuran menghapuskan perbudakan secara evolusi,
lebih jelas nyata (konkrit) apa yang diajarkan oleh Islam daripada dalam
agama lain.
Nabi Muhammad s.a.w. menganjurkan kepada ummatnya pada setiap kesempatan
supaya memerdekakan budak. Berapa denda hukuman atas suatu kesalahan disuruh
bayar dengan memerdekakan budak. Disebut bahwa se seorang telah dapat
mengatasi suatu kesulitan besar (Aqabah) bila dia telah dapat memerdekakan
budak clan memberi makan fakir miskin di zaman paceklik. (Surat al-Balad 11
sampai 16).
Masyarakat di zaman permulaan Kristen pun berbudak. Paulus yang disebut oleh
orang Kristen pembangun, penafsir sejati dari ajaran Nabi Isa a.s. Dalam
suratnya kepada orang Epesus (6:5) bernasihat demikian: "Hai segala hamba,
hendaklah kamu menurut perintah orang yang menjadi tuanmu di dalam perkara
dunia, dengan takut dan gentar, serta tulus hatimu kepada Kristus."
Kalau diingat bahwa Kristus itu dipandang oleh orang Kristen sebagai Tuhan,
niscaya Paulus dengan ayat itu menasihatkan pula supaya seorang budak
memandang tuannya sebagai memandang Tuhan jua. Dan Paulus tidak meninggalkan
nasihat yang jelas bagaimana caranya memerdekakan budak itu.
Sekarang oleh pihak mereka itu Nabi Muhammad s.a.w. Yang dituduh
menganjurkan perbudakan. Padahal perbudakan barulah hapus di pangkal kedua
dari abad kesembilan belas dalam sebutan, tetapi masih tinggal dalam bentuk
lain yang lebih kejam dalam masyarakat Amerika dan Afrika Selatan.
Kalau akhirnya setelah Nabi Muhammad s.a.w. diutus, dan beliau pergi
berperang dalam masyarakat yang masih berbudak itu, lalu beliau membebaskan
orang-orang tawanan dari perbudakan, sedang ummatnya sendiri sewaktu waktu
ditawan orang pula , alangkah bodohnya beliau dalam siasat perang.
Karena asal-usul perbudakan dalam syariat Islam bukanlah menjarah ke negeri
negeri orang merdeka, sebagai dilakukan orang-orang kulit putih, ke benua
Afrika, untuk diperniagakan ke Amerika pada dua abad yang telah lalu.
Maka dalam ayat ini tegaslah, jika budak (yang dipunyai oleh tanganmu) ingin
membuat perjanjian, segeralah perbuat perjanjian kebebasan itu, asal kamu
lihat memang sudah berhaklah budak itu buat dimerdekakan karena sudah ada
khairan (kebaikan) pada dirinya. Sudah dapat dia berdiri sendiri dan sudah
ada yang lebih utama dari kebajikan itu, yaitu imannya kepada Tuhan. Dan
hendaklah diberikan kepadanya harta Allah yang ada dalam tangan kamu,
artinya zakat atau harta dari Baitul-Mal.
Di ayat yang lain diterangkan siapa-siapa yang mustahak menerima zakat,
delapan jenis banyaknya, satu di antaranya ialah penolong budak menebus
kemerdekaannya dari tuannya (wa firriqaab).
Di dalam ayat ini dinyatakan syarat tadi, yaitu, "kalau penghulunya melihat
ada kebajikan padanya." Kalau sekiranya setelah merdeka dia hanya akan
luntang-lantung, karena tidak dapat berdiri sendiri, atau sekarang kerapkali
disebut "follow up", artinya kelanjutan hidupnya setelah dia merdeka.
Di Amerika setelah Abraham Lincoln mengeluarkan Deklarasi Kemerdekaan,
banyak budak yang tidak mau keluar dari rumah tuannya, dan ada pula yang
keluar lalu jadi pencuri.
Setelah itu dalam urutan ayat ini juga dibanteras lagi suatu adat buruk yang
berlaku di zaman jahiliyah, yaitu seorang budak perernpuan dipaksa oleh
tuannya melakukan perzinaan, menjadi perempuan lacur, memungut bayaran dari
pada orang yang memakainya, dan bayaran itu diserahkan (setor) kepada
tuannya tersebut.
Padahal perempuan itu sendiri pada asal jiwanya ialah menginginkan hidup
yang suci
dan sopan, cuma dia terpaksa mengerjakan itu, karena dia tidak merdeka
(budak).
Adat mempersewakan budak perempuan buat dilacurkan ini "biasa saja" di zaman
jahiliyah itu, sehingga orang-orang terkemuka jahiliyah melakukannya dengan
tidak merasa malu.
Sejak dari masih di Makkah Rasulullah s.a.w. telah mengeraskan ajarannya
kepada para pengikutnya supaya jangan berzina. Dan setelah pindah ke
Madinah, artinya beliau telah memegang kekuasaan atas masyarakat Madinah,
wahyu ayat ini telah memberikan peluang terhadap beliau buat melarangnya.
Kebetulan kepala dari orang-orang munafik, yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul
mempunyai mata pencarian kotor ini pula. Budak perempuannya yang bernama
Ma'azsah dipersewakannya kepada pedagang pedagang yang lalu-lintas , atau
kepada orang-orang Madinah sendiri yang iseng. Menurut riwayat as-Suddi si
Ma'azsah yang pada hakikatnya ingin hidup suci dan jijik dengan perbuatannya
sendiri yang dilakukannya karena terpaksa itu telah mengadukan nasibnya
kepada Saiyidina Abu Bakar dan memohon beliau sudi menofong melepaskannya
dari pada hidup yang hina itu. Itulah sebab turunnya ayat ini, kata
as-Suddi.
Maka diobatilah perempuan yang menjadi kurban itu, bahwa kalau memang hanya
terpaksa, sebab dia budak, padahal batinnya sendiri suci, dimaafkanlah
kesalahannya oleh Tuhan. Bukan dia yang bersalah, tetapi tuan nya yang
mempersewakannya itulah yang bertanggung jawab atas perbuatannya yang hina
itu.
Maka dalam ayat-ayat tersebut di atas ini nyatalah masyarakat macam mana
yang dikehendaki oleh Islam dan betapa pula pandangan Islam terhadap soal
perkawinan dan perkelaminan (sexologi).
Ayah-bunda harus segera mengawinkan anaknya yang telah patut kawin. Oleh
sebab itu perkawinan jangan dipersukar-sukar. Kadang-kadang masyarakat
Islam yang telah kabur oleh karena diselimuti oleh adat-adat istiadat yang
keras, yang bukan berasal dari Islam, mempersukar kawin dengan mempertinggi
mahar (maskawin, uang jujur), sehingga kerapkali kejadian permufakatan
hendak berkawin yang telah hampir jadi, diurungkan kembali karena selisih
perkara mahar.
Timbullah hawanafsu mempertahankan din dari kebangsawanan, padahal anak
perempuannya sendiri atau anak laki-lakinya sudah sampai kepada taraf yang
nafsu kelaminnya telah berkobar. Sehingga di beberapa negeri Islam di
Indonesia ini diakui menurut "adat" apa yang dinamai "lari kawin" (merari).
Si ayah berkeras mempertahankan maskawin, sedang bakal mantu tak sanggup.
Lalu perempuan itu dilarikannya dan mereka kawin di tempat lain. Sehabis
kawin mereka pulang, dan si ayah marah-marah, tetapi tidak bertindak
membatalkan nikah itu.
Di zaman Rasulullah s.a.w. seorang pemuda yang ingin kawin telah datang
menghadap Rasulullah, menyatakan sangat inginya dicarikan isteri, biar
Rasulullah sendiri yang memilihkan, padahal tidak ada harta bendanya buat
menghadapi perkawinan itu. Lalu Rasulullah menyuruhnya mencari walaupun
sebentuk cincin besi , akan "tanda jadi".
Itu pun tidak dapat dihasilkannya. Akhirnya Rasulullah s.a.w. bertanya
kepada pemuda itu berapakah ayat alQuran yang hafal di luar kepalanya? Lalu
pemuda itu menjawab bahwa dia hafal Surat Anu dan Surat Anu.
Lalu beliau sendiri bertanya kepada perempuan muda yang beliau rasa pantas
buat pasangan pemuda itu, sudikah dia beliau persuamikan dengan laki-laki
yang kekayaan dan mahar yang dapat diberikannya hanyalah mengajarkan
beberapa ayat al-Quran, Surat Anu dan Surat Anu ?
Setelah pemudi itu mengetahui siapa yang akan jadi suaminya. meskipun dia
masih miskin , tetapi tampang kejujuran jelas memancar dari matanya, pemudi
itu pun menerima pinangan Rasulullah , dan kawinlah mereka dengan mas kawin
ayat al-Quran, dan hiduplah mereka dengan beruntung dan berbahagia
bertahun-tahun lamanya. Mereka hidup beruntung, karena keberuntungan itu
terletak pada kepercayaan kepada Tuhan, harapan yang tidak putus dan tidak
memandang ke hari depan dengan mata muram.
Amat perlulah ayat ini dijadikan pegangan oleh kaum Muslimin di dalam
abad-abad pancaroba sebagai sekarang ini. Zaman yang kemegahan hidup dan
selera wanita kepada kemewahan tidak terkendali lagi, menyebabkan pemuda
takut kawin.
Apatah lagi adat busuk yang dibanteras oleh Nabi , memperdagangkan
kehormatan wanita , memperjual-belikan perempuan lacur dalam bentuk baru
bersimaharajalela dalam masyarakat moden , menjalar dari negeri-negeri Barat
ke negeri-negeri Islam. Sehingga melepaskan nafsu kelamin hanya dipandang
sebagai meminum segelas air ketika haus belaka.
Bahkan setengah doktor menasihatkan kepada pasiennya yang masih muda, supaya
"melepaskan" senak nafsunya dengan melacur. Mengapa tidak menyuruh kawin
saja?
Allah Ta'ala memberikan syahwat kelamin kepada manusia buat apa? Sedangkan
berbagai binatang bersetubuh hanya pada waktu-waktu tertentu di musim
tertentu, sebagai kita lihat pada kucing dan anjing , untuk berketurunan ,
mengapa manusia membuang-buang maninya dengan percuma? Padahal nafsu kelamin
dianugerahkan Tuhan ialah guna mengekalkan keturu- nan? Bukankah setelah
zina menjadi-jadi penyakit kelamin menyerang insani ? Penyakit yang sangat
kejam dan ngeri ? Sehingga menurut keterangan ahlinya, penyakit sypilis yang
menimpa diri seseorang dapat ditanggungkan juga akibatnya oleh keturunannya
beberapa generasi?
Di dalam intisari ayat di atas tadi, seketika memberikan kesempatan kepada
budak buat menebus kemerdekaannya dengan perjanjian, bertemu suatu rahasia
yang amat mendalam.
"Jika kamu lihat padanya ada kebaikan," atau kepatuhan atau kemungkinan.
Setengah ahli tafsir mengatakan bahwa arti dari Khairan di sini ialah
ibadatnya ataupun agamanya. Dan setengah penafsir lagi menambah bahwa
Khairan itu ialah kesang - gupannya buat berdiri sendiri.
Maka bila dibaca ayat ini dengan tekun, nampaklah teori yang sekarang selalu
dikemukakan. Yaitu betapa pun kemerdekaan diri peribadi seseorang, tidaklah
dia akan merasai nikmat kemerdekaan itu kalau ekonominya kacau. Orang wajib
aktif di dalam hidup mencari sesuap pagi sesuap petang, jangan menyandar
kepada orang lain melainkan kepada tenaga sendiri.
Tetapi dalam masyarakat Islam haruslah didirikan suatu Baitul-Mal, harta
perbendaharaan bersama. Ini penting artinya, supaya dari perbendaharaan
bersama itu dapat diberikan modal pertama (stoot-kapital) bagi yang
mula-mula hendak tegak sendiri.
Sekarang timbul pertanyaan. Mungkinkah di Indonesia ini, suatu negeri
nasional, kita mendirikan Baitul-Mal? Supaya zakat bisa dikumpulkan di
dalamnya, dan dapat pula menegakkan beberapa cita-cita Islam dengan abuan
harta benda itu?
Penulis Tafsir ini merasa bahwa Baitul-Mal dapat dijalankan di Indonesia.
Dikuatkan dengan Undang-undang Negara. Zakat dapat dikumpulkan ke dalamnya,
karena dia adalah SYARIAT ISLAM. Sedang Undang-undang Dasar 1945 adalah
berjalin berkelindan dan dijiwai oleh "Piagam Jakarta" yang mengakui Hak
Ummat Islam menjalankan syariat Islam dalam kalangan Islam.
Mana pintu-pintu untuk menegakkan Islam dalam susunan negara, jika terbuka
walaupun kecil hendaklah dimasuki, supaya al-Quran itu tidak bersifat barang
mati dalam anutan kita. Dan untuk itu, sebagaimana kita tafsirkan di
permulaan ayat. Masyarakat Islam wajib dibentuk sejak dari kampung kecil,
teratak dan dusun, desa dan negeri, sampai kepada masyarakat yang luas.
Sebab lembaganya telah ada, yaitu langgar, mesjid dan meunasah. Bahkan
kalimat "Korea" di Tapanuli adalah lembaga lama dari Islam yang berasal dari
kalimat "Qariyotun". Desa.
Maka sebagai penutup dan bagian penyusunan praktis dari masyarakat Islam
ini, Tuhan bersabda di ayat yang seterusnya
(34): "Dan sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu ayat-ayat yang
memberikan penjelasan dan contoh-contoh bandingan dari ummat yang telah
terdahulu sebelum kamu, don sebagai nasihat pula bagi orang-orang yang
bertakwa."
Artinya bahwasanya seluruh ayat sejak dari awal Surat, perkara hukuman bagi
pezina, sampai kepada hukuman menuduh-nuduh, sampai pula kepada peraturan
masuk rumahtangga orang, dilanjutkan lagi dengan perintah supaya masyarakat
lekas-lekas mengawinkan orang-orang yang janda, sampai kepada memberi
kesempatan bagi budak-budak buat menebus dirinya dan pelarangan melacurkan
budak-budak perempuan, semuanya itu adalah penjelasanpenjelasan ,
contoh-contoh bandingan untuk mengambil sari teladan perbandingan sejarah
dari keadaan yang ditempuh oleh ummat-ummat yang dahulu sebelum kedatangan
Nabi Muhammad s.a.w.
Bagaimana suatu masyarakat menjadi hancur karena tidak memegang peraturan
Tuhan. Bagaimana pula keamanan fikiran dapat dibangunkan karena ada aturan
tempat tunduk manusia. Dengan ayat 34 ini terbayanglah Filsafat, Sejarah dan
Ilmu Kemasyarakatan yang mendalam (Sosiologi) dan Hukum Besi Sejarah atas
jalan-jalan hidup yang dipilih oleh manusia. Maka orang-orang yang muttaqin,
yang takwa dan disebut juga manusia-manusia yang berbakti dapatlah mengambil
i'tibar daripada segala kejadian yang telah terdahulu untuk mengatur
masyarakat yang lebih sempurna.
Meskipun pepatah kuno yang terkenal, yaitu: "Sejarah Berulang", pada
hakikatnya tidaklah tepat, tetapi undang-undang alam yang dilalui oleh
manusia menurut hukum "sebab akibat" tidaklah dapat dielakkan. Karena
perjalanan hidup manusia itu tidak juga lepas daripada ketentuan Ilmu Ukur,
yaitu barang siapa yang memancangkan titik tolak pangkalan dan tifik tolak
tujuan, akan cepatlah dia sampai kepada tujuan itu bilamana dilaluinya garis
yang lurus, dan lamalah dia sampai apabila dia mengelok ke tempat lain di
tengah jalan. Dan apabila terbelok saja sedikit menarik garis, akibat tempat
sampai di ujung akan terlalu jauh dari tujuan yang semula.
Itulah "Sunnatullah" yang tidak dapat diubah dan diganti lain.
01 02 03 04 05 06 07
08 09
10
11
12
13
14
15 Main Page ....
>>>> |