يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا
لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذينَ مَلَكَتْ أَيْمانُكُمْ وَ الَّذينَ لَمْ
يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلاةِ الْفَجْرِ
وَ حينَ تَضَعُونَ ثِيابَكُمْ مِنَ الظَّهيرَةِ وَ مِنْ بَعْدِ صَلاةِ
الْعِشاءِ ثَلاثُ عَوْراتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلا عَلَيْهِمْ جُناحٌ
بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلى بَعْضٍ كَذلِكَ يُبَيِّنُ
اللهُ لَكُمُ الْآياتِ وَ اللهُ عَليمٌ حَكيمٌ
(58) Wahai sekalian orang yang beriman.
Hendaklah meminta izin hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu dan
kanak‑kanak yang belum dewasa tiga kali; yaitu sebelum sembahyang fajar, dan
seketika kamu menanggali pakaian kamu selepas Zuhur, dan sesudah sembahyang
'Isya'. itulah tiga masa aurat bagi kamu. Tidaklah ada salahnya bagi kamu
dan tidak pula salah bagi mereka selain waktu yang tersebut itu untuk
layan-melayani satu dengan yang lain. Demikianlah Tuhan Allah menjelaskan
peraturan-peraturanNya untuk kamu dan Tuhan Allah adalah Maha Mengetahui dan
Maha Bijaksana.
وَ إِذا بَلَغَ الْأَطْفالُ مِنْكُمُ
الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آياتِهِ وَ اللهُ عَليمٌ حَكيمٌ
(59) Dan apabila anak-anakmu telah
dewasa maka hendaklah mereka meminta izin jua sebagaimana meminta izinnya
orang-orang telah terdahulu tadi. Bukankah Tuhan Allah menjelaskan
ayat-ayatNya untuk kamu; dan Allah adalah Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana.
وَ الْقَواعِدُ مِنَ النِّساءِ اللاَّتي لا
يَرْجُونَ نِكاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُناحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيابَهُنَّ
غَيْرَ مُتَبَرِّجاتٍ بِزينَةٍ وَ أَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَ اللهُ
سَميعٌ عَليمٌ
(60) Dan perempuan-perempuan yang sudah
duduk dari kegiatannya, dan tidak diharapkan nikahnya lagi, tidaklah
mengapa jika mereka menanggalkan pakaian dengan tidak melagak dengan
perhiasannya. Jika mereka menahan diri adalah baik. Dan Tuhan Allah Maha
Mendengar dan Maha Mengetahui.
لَيْسَ عَلَى الْأَعْمى حَرَجٌ وَلا عَلَى
الْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلا عَلَى الْمَريضِ حَرَجٌ وَلا عَلى أَنْفُسِكُمْ أَنْ
تَأْكُلُوا مِنْ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ آبائِكُمْ أَوْ بُيُوتِ
أُمَّهاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوانِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَواتِكُمْ أَوْ
بُيُوتِ أَعْمامِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمَّاتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوالِكُمْ
أَوْ بُيُوتِ خالاتِكُمْ أَوْ ما مَلَكْتُمْ مَفاتِحَهُ أَوْ صَديقِكُمْ لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُناحٌ أَنْ تَأْكُلُوا جَميعاً أَوْ أَشْتاتاً فَإِذا دَخَلْتُمْ
بُيُوتاً فَسَلِّمُوا عَلى أَنْفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللهِ
مُبارَكَةً طَيِّبَةً كَذلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ الْآياتِ لَعَلَّكُمْ
تَعْقِلُونَ
(61) Tidaklah ada salahnya bagi orang buta, tidak
ada pula salahnya bagi orang pincang dan tidak ada salahnya pula bagi orang
sakit dan juga bagi kamu sendiri, untuk makan di rumah kamu sendiri, atau di
rumah bapakmu, dan di rumah ibumu, atau di rumah saudaramu yang laki-laki,
atau di rumah saudaramu yang perempuan, atau di rumah saudara-saudara
ayahmu yang laki-laki (paman), atau di rumah saudara bapakmu yang perempuan
(bibi) atau di rumah saudara ibumu yang laki-laki (mamak), atau di
rumah-rumah yang anak kuncinya kamu kuasai, ataupun di rumah teman karibmu.
Tidaklah ada salahnya jika kamu makan bersama atau sendiri-sendiri. Maka
jika kamu masuk ke dalam rumah-rumah ucapkanlah salam atas dirimu, sebagai
anugerah penghormatan dari Tuhan Allah yang penuh berkat dan kebajikan.
Demikianlah Tuhan Allah menjelaskan ayat-ayatNya, agar kamu semuanya dapat
memperhatikannya
Peraturan Dalam Rumah
(Etiket Islam)
Telah selesai kita dibawa kepada cita-cita tinggi menegakkan
iman dan amal shalih, membentuk masyarakat Islam dan menegakkan hukum,
sehingga seorang Mu'min dengan sendirinya mempunyai cita-cita besar.
Ingin menjadi Khalifah di atas bumi, menegakkan keadilan dan kemakmuran,
aman dan damai dan hukum berdiri. Masyarakat yang mendirikan sembahyang,
mengeluarkan zakat dan tunduk kepada peraturan Rasul.
Dengan sembahyang perhubungan dengan Tuhan selalu direguhkan dan dengan
berzakat perhubungan dengan masyarakat selalu diperkuat, sehingga rasa
dendam tidak tumbuh di antara si kaya dengan si miskin. Dengan demikian
seorang Mu'min adalah seorang yang mempunyai ideologi, yang kian lama bukan
kian samar, melainkan kian terang-benderang. Dan di antara yang satu dengan
yang lain, di antara sembahyang, iman dan amal shalih dengan zakat dan
dengan menegakkan hukum tidaklah dapat terpisah.
Hal itu sudah dijelaskan panjang lebar pada ayat-ayat yang sebelumnya.
Tetapi ayat-ayat yang seterusnya ini memberi penjelasan lagi bahwasanya
orang-orang yang beriman itu bukanlah orang yang berjalan menengadah puncak
gunung padahal butir-butir batu kerikil yang kecil-kecil yang dapat menarung
kakinya tidak diperdulikannya.
Ayat 58 ini memanggil lagi orang-orang yang mengakui percaya kepada Allah,
ALLAZI NA AAMANU supaya menoleh lagi kepada sopan-santun dalam rumah
tangganya sendiri. Rumah tangga seorang Mu'min adalah tempat dia istirahat,
bahkan tempat dia menggembleng kehidupan beragama , kehidupan yang beriman.
Sebab itu dia mesti teratur menurut aturan Nabi Muhammad.
Rumahtangga adalah benteng tempat mempertahankan budi dan harga din.
Rumahtangganya orang yang beriman bukanlah rumahtangga yang kucarkacir.
Sekali lintas orang sudah dapat melihat cahaya iman memancar dari dalam
rumah itu. Di sana dapat dilihat kedaulatan ayah sebagai nahkoda dan ibu
sebagai juru batu dan anak-anak sebagai anggota atau awak kapal yang setia.
Di dalam ayat ini diakui dan dijaga kehormatan kepala-kepala rumah tangga
itu. Dahulu diterangkan sopan-santun orang lain akan masuk rumah. Sekarang
diterangkan lagi sopan-santun isi rumah di dalam rumahnya.
Adalah tiga waktu, yaitu sebelum sembahyang Subuh, dan slang sehabis
tergelincir matahari waktu Zuhur dan selesai sembahyang Isya', tiga waktu
yang wajib disaktikan, demi kehormatan ibu-bapak atau anggota rumahtangga
yang lain. Pada waktu sedemikian itu maka setiap hambasahaya (masa negeri
berbudak) atau khadam, bujang-bujang, orang-orang gajian atau pesuruh
rumahtangga dan anak-anak yang belum dewasa dalam rumah itu sendiri, baik
anak tuan rumah atau cucunya atau anak-anak lain yang dipelihara di dalam
rumah itu meminta izin terlebih dahulu jika hendak menemui tuan dan nyonya
rumah.
Apa sebab? Sebab ketiga waktu itu adalah aurat, artinya pada waktu itu
peribadi orang-orang yang.dihormati itu sedang bebas daripada ikatan
berpakaian yang dimestikan di dalam pergaulan hidup yang sopan.
Bertambah teratur hidup manusia bertambah banyaklah peraturan sopan santun
yang harus dihargainya. Ada pakaian buat keluar dari rumah dan ada pakaian
yang harus dipakainya secara terhormat jika tetamu datang dan ada pakaian
yang harus dilekatkannya jika ia keliling pekarangan. Pakaian-pakaian
demikian kadang memberati, kadang-kadang panas jika dilekatkannya juga.
Adalah tiga waktu mereka ingin beristirahat membebaskan dirinya daripada
pakaian-pakaian itu, sehingga kadang-kadang hanya tinggal celana dalam dan
singlet saja bagi si ayah, atau kutang sehelai bagi si ibu.
Waktu yang begitu ialah tiga kali, yaitu sebelum sembahyang Subuh bangun
tidur, tengah hari ketika pulang dari pekerjaan istirahat melepaskan lelah
dan sehabis sembahyang Isya'. Pada waktu demikian pemhantu-pembantu rumah
tangga haruslah diberi ingat dan diatur agar jangan berhubu ngan langsung
dengan tuan rumah sebelum meminta izin. Anak-anak yang masih kecil pun
harus diatur dan di didik agar mereka menghargai waktu istirahat ayah-bunda
atau pengaruhnya itu.
Niscaya orang yang marnpu rnempunyai rumah tangga berbilik-bilik dan kamar,
bilik ibu dan bilk ayah, maka bujang-bujang dan pembantu rumah tangga,
bahkan anak kandung sendiri yang masih kecil, tidaklah boleh dekat ke bilik
itu kalau tidak meminta izin terlebih dahulu
Dengan adanya peraturan agama meminta izin, jelaslah kesaktian tempat khas
tuan dan nyonya rumah pada saat-saat demikian. Dengan itu pula nampak bahwa
lebih baik di saat itu mereka jangan diganggu. Barangkali ada pertanyaan,
bukankah anak-anak itu belum mukallaf? Mengapa kepada mereka diwajibkan
minta izin masuk kamar ayahnya? .
Jawabnya tentu jelas. Yaitu orang tuanya diwajibkan mendidik anaknva
menjunjung tinggi kehormatan orang tuanya. Dan dapat diambil lagi
kesimpulan, sedangkan anak kandungnya sendiri wajib dididik rnenghargai
waktu yang aurat itu, konon lagi bagi orang-orang lain, kuranq layak
bertetamu ke rumah orang di waktu-waktu begitu .
Menjadi kagumlah kita dengan ayat ini, demi kita mempelajari perkembangan
penyelidikan ilmu jiwa moden, anak-anak kecil yang belum dewasa haruslah
dijaga penglihatan dan pengalamannya di waktu kecil itu. Penyelidikan ilmu
jiwa modern terhadap perkembangan jiwa anak-anak mengatakan sesuatu yang
bernama "buhul jiwa", yaitu sesuatu yang ganjil yang dilihatnya di waktu
masih kecil belum dewasa itu berkesan pada jiwanya itu dan berbekas selama
hidupnya, sehingga menjadi tekanan yang payah buat menghilangkannya yang
kadang-kadang menjadi pangkal penyakit yang mengganggu rohani dan jasmani,
sampai pun dia dewasa; yang ahli-ahli spesialis ilmu jiwa harus mencari
penvakit itu bertahun-tahun, baru dapat oleh sebab itu sesuai benarlah
penyelidikan, ini dengan apa yang dikehendaki oleh ayat .
Dan menurut ilmu jiwa sebagai pendidikan juga, bagi kanak-kanak di bawah
umur itu ayahnya adalah seorang yang dijunjung tinggi, puncak penghormatan
dan cita, dan yang tidak pernah bersalah, yang dicintai dan dikagumi.
Padahal ada saat-saat yang demikian ayah itu tidak tahu diikat oleh
kemestian yang menjadi kekaguman anak-anaknya itu.
Jangan sampai karena hal yang kecil itu pengharapan anak kepada ayah atau
bundanya akan berkurang .Bahkan tersebut juga di dalam ilmu pergaulan rumah
tangga suami-isteri bahwa seketika. seorang isteri berhias, sebaiknya
suaminya jangan melihat tubuh isterinya, sampai dia selesai berpakaian.
Terhadap bujang-bujang atau pembantu rumah tangga dan hamba sahaya, seketika
dunia masih mengakui adanya perbudakan, kehormatan saat yang aurat itu pun
harus diperhatikan. Seorang tuan atau nyonya rurnah harus menjaga
kehormatan diri peribadinya, dan menentukan saat-saat mereka tidak boleh
langsung leluasa saja berhubungan dengan majikannya.
Dan terhadap tamu-tamu yang datang dart luar, dapatlah ayat ini dikiaskan.
Sedangkan anak kandungnya lagi wajib permisi lebih dahulu akan berhubungan
dengan ayah kandungnya sendiri di saat yang tiga itu, apatah lagi bagi orang
lain yang hendak bertetamu. Kuranglah layak menamu di saat saat aurat itu,
karena kita sebagai tetamu dapat merepotkan tuan atau nyonya rumah. Kalau
siang, nantikanlah petang hari setelah selesai mereka mengenakan pakaiannya
yang layak buat menerima tetamu kembali.
Adapun di luar ketiga saat itu (sesaat sebelum Subuh, waktu "qailulah",
yaitu istirahat siang dan sehabis waktu isya'), maka kanak-kanak di bawah
umur dan pembantu rumah tangga tidaklah dimestikan meminta izin tetapi dalam
ayat 59 dijelaskan, bahwa anak-anak yang telah dewasa, meskipun anak-anak
kita sendiri misalnya yang telah kawin dan berumahtangga sendiri pula,
hendak jugalah dia merninta izin sebagaimana meminta izinya orang-orang yang
lain, apabila dia akan menemui pengemudi-pengemudi rumahtangga itu ,
Berlakulah kepada mereka sebagai yang tersebut pada ayat 22 yang telah
terdahulu. Meminta izin itu telah ditunjukkan pula caranya pada ayat 22,
yaitu rnengucapkan salam dan bermuka jernih.
Di Aceh, Mandahiling dan Minangkabau ayat ini telah menjadi kebudayaan dan
masuk ke dalam adat-istiadat ummat Islam. Anak-anak muda tidak tidur di
rumah ibu-bapaknya. Mereka pergi he Meunasah atau surau dan langgar.
Pulangnya pagi-pagi untuk menolong ibu-bapaknya ke sawah dan ke ladang.
Pemuda yang masih duduk-duduk di rumah pada waktu yang tidak patut
{terutama tergelek Lohor, ketika istirahat) amat tercela dalam pandangan
rnasyarakat kampungnya. Seorang saudara laki-laki atau mamak yang akan
datang he rumah saudara perempuan atau kemenakan, dari jauh-jauh sudah
bersorak memanggil anak-anak kecil yang ada bermain-main di halaman rumah
itu, supaya seisi rumah tahu dia datang, dan yang sedang tidak memakai
bajunya segera dia berpakaian yang pantas. Sedangkan kepada saudara dan
mamak atau paman lagi begitu, apatah lagi terhadap orang luar.
Kemudian itu pada ayat 60 dijelaskan lagi tentang perempuan yang tidak
diharap nikah lagi, yang disebut Qawa'id, perempuan yang telah duduk, tidak
haidh 1agi, artinya tidak ada lagi tarikan kelamin (sex) karena telah padam
nyalanya. Tidak tergiur lagi nafsu syahwat laki-laki memandangnya dan dia
sendiri pun tidak ingat lagi akan hal itu, maka mereka tidaklah mengapa jika
tidak berpakaian lengkap, artinya tidak mengapa jika ditanggali pakaian
luarnya untuk menutupi tarikan tubuhnva.
Setengah ulama rnengatakan bahwa seluruh tubuh itu aurat, artinya seluruhnya
membawa daya tarik. Sebab itu hendaklah dia berpakaian yang dapat menutupi
nafsu syahwat orang yang memandangnya, artinya yang sopan. Ada pakaian luar
dan ada pakaian dalam untuk dipakai di rumah. Umumnya wanita Islam di
Indonesia jika keluar memakai selendang penutup kepala. Jangan sebagai
pakaian pengaruh Barat sekarang ini, yang setiap segi dari guntingan itu
memang sengaja buat menimbulkan syahwat, maka bagi wanita yang telah mulai
tua, tidak haidh lagi, tidak dipakainya pakaian luarnya di sekeliling
rumahnya itu tidaklah mengapa, asal kemuliaannya sebagai orang tua yang
dihormati tetap dijaganya. Karma amatlah buruk rupa, dan salah Ganda kalau
seorang perempuan yang telah dituakan dan dihormati masih raja berlagak
sebagai orang muda, yang berialan berhias-hias dan bersolek sehingga buruk
dipandang orang. Dan diperingatkan pula bahwa sikap yang sopan dan tahu akan
harga diri adalah suatu yang sebaik-baiknya bagi perempuan yang telah
dituakan itu.
Peringatan ini amat penting bagi wanita yang telah menuju gerbang tua itu.
Ada suatu saat yang kaum wanita mendapat tekanan ganjil di dalam batin, yang
bisa menjadi penyakit yaitu saat orang perempuan masih sayang kepada
rnudanya, padahal tua telah datang dengan beransur. Dia hendak melawan
keriput kening dengan pupur tebal, menentang uban yang telah berserak dengan
cat rambut, bersikap genit menonjolkan din, padahal telah menjadi
tertawaan. Dia belum mau mengakui bahwa dia telah mulai tua, sebab itu dia
hendak bertahan terus. kadang-kadang berlombalah dia dengan anaknya yang
masih muda mempersolek din. kadang-kadang tingkah laku perangainya
membosankan orang yang melihat. Hanyalah pendidikan iman kepada Tuhan yang
diterima sejak muda yang akan menolong perempuan itu dalam saat yang
demikian, yaitu saat "pancaroba" yang kedua. Sebab itu Tuhan menutup baik
ayat 59 ataupun ayat 60 dengan:
"Dan Tuhan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui akan tingkah lakumu, gerak-gerikmu."
Maka di dalam ayat ini dijelaskan bahwa soal pakaian teratur sebagai keluar
rumah, atau mantel (baju luar) sebagai yang terpakai di Eropa, atau Tanah
Arab, selendang penutup kepala atau baju-baju lain tidak perlu lagi
memberati kepada wanita apabila dia telah memasuki gerbang tua, tidak ada
harapan beranak lagi ataupun berhaidh, yang penting baginya untuk masa
demikian ialah menjaga sikap hidup, kewibawaan dan menjaga sikap diri dan
jiwa supaya tetap terhormat, menjadi contoh teladan yang disegani oleh anak
cucunya dalam rumahtangga apatah lagi bagi orang lain.
Kemudian pada ayat 61 dijelaskan pula hubungan kekeluargaan orang yang
beriman dan soal makan dan minum di rumah keluarga itu.
Sudah menjadi adat manusia di seluruh dunia ini, urusan jamuan makan dan
minum adalah urusan sopan-santun dan pergaulan yang mulia , Sudah menjadi
adat-istiadat orang Timur, terutama dalam nege:i-negeri yang agraris
(pertanian) tidak merasa senang kalau tetamu, baik karib ataupun jauh,
datang ke rumah kita tidak diberi makan. Sekurangnya air agak seteguk.
Bertambah budi masyarakat, terutama budi lslarn, bertambah diperhatikan
perkara memberi makan dan minum ini.
Sehingga misalnya seorang musafir yang memulai perjalanannya dari Pulau
Lombok melalui Bali, Jawa, Sumatra sampai Sabang, tidaklah dia akan lapar
dalam perjalanan, tidaklah akan membeli nasi selama dia pandai membawakan
dirinya sebagai Muslim di negeri-negeri yang disinggahinya.
Tetapi sungguhpun makan dan minum menjadi puncak perbasaan, tidak boleh kita
lancang saja masuk rumah orang lalu makan. Islam menyuruh seseorang
menghormati tetamunya, tetapi si tetamu wajib pula menghormati dirinya.
Tetamu yang tidak menghormati diri dan tidak menghormati ahli rumah yang
ditamuinya, bukanlah orang yang patut dihormati. Bukan perkara kecil
menyelenggarakan orang lain yang bukan keluarga.
Kemudian itu dalam al-Quran dijelaskan lagi suatu ayat melarang makan harta
orang lain dengan batil:
لا تأكلواَموالكم بينكم بالبا طل
"Janganlah kamu makan hartabenda kamu di
antara kamu dengan jalan yang batil."
Ketika ayat itu diturunkan, orang-orang yang beriman selalu mawas
diri. Tidak mau singgah-singgah saja ke rumah orang dan makan-makan saja
kalau tidak dengan janji tertentu terlebih dahulu. Karena urusan makan bukan
urusan kecil. Apatah lagi ada pula Hadits Nabi:
لا يحلّ مال امرئ مسلم إلاّ عن طيب نفس منه
"Tidaklah halal harta benda seorang
Muslim (kamu ambil saja atau kamu makan saja), kecuali jika timbul dari
batinnya yang bersih." (Hadits diriwayatkan oleh Imam Syafi'i)
Lantaran teguhnya orang Mu''min memegang Firman Wahyu dan Hadits itu
Sehingga di rumah karib kerabatnya sendiri pun dia tidak mau makan lagi.
Maka datanglah ayat 61 Surat an-Nur ini, menyatakan bahwa di beberapa rumah
tertentu, yaitu di rumahmu sendiri, rumah ayahmu, rumah ibumu, rumah saudara
laki-lakimu, di rumah saudara perempuanmu, di rumah saudara laki-laki ayahmu
(paman), di rumah saudara perempuan ayah (bibi), di rumah saudara laki-laki
ibu (mamak), di rumah bendaharanya, artinya diberikan kekuasaan oleh yang
empunya rumah memegang kuncinya, atau di rumah sahabat kita yang karib,
tidaklah berlaku peraturan yang keras itu. Di rumahrumah tersebut adalah
sama dengan di rumah kita sendiri. Baik makan sehidangan bersama-sama,
(asytatan) atau tersendiri saja yang makan, karena misalnya terlambat tiba.
Bukankah di rumah ayah atau paman, kita kadang-kadang menyingkap sendiri
lemari makan ? Dalam ayat ini jelas bahwa di rumah keluarga yang bertali
darah itu sama dengan di rumah kita sendiri, sebab "rumahmu sendiri"
terletak pada yang pertama, dan rumah sahabat yang karib (shadiqikum) sama
dengan rumah keluarga, karena "intim"nya. Lihatlah pula, bahwa rumah anak
kandung tidaklah tersebut dalam ayat ini. Sebab rumah anak kita adalah rumah
kita sendiri juga Menurut Hadis Nabi s.a.w.:
أنت ومالك لإبيك
"Engkau dan hartabendamu adniah milik
ayahmu."
Artinya bahwa seorang ayah tidaklah diikat oleh protokol
jika ia makan di rumah anaknya. Dia leluasa ke muka he belakang, kecuali
masuk bilik/kamar jua .Dan dalam ayat ini juga diterangkan bahwasanya jika
kita diberi kuasa oleh seorang yang punya rumah, buat memegang kunci
rumahnya, maka makan dalam rumah yang kita pelihara itu sama juga dengan
rumah sendiri. Dan orang buta , orang pincang dan orang sakit, boleh kita
bawa makan di rumah-rumah itu.
Di akhimya dijelaskan lagi bahwasanya apabila kita masuk he dalam sekalian
rumah, terutama rumah-rumah yang kita sebutkan di atas tadi, rumah sendiri,
rumah keluarga dan rumah sahabat, hendak jugalah kita mengucapkan salam
seketika hendak masuk.
Perhatikanlah dengan seksama jiwa iman yang terkandung dalam ayat ini.
Dan sebagai orang Mu'min haruslah kita berbangga betapa kita diasah dan
dididik Agama memperhalus perasaan. Jangankan di rumah orang lain, jangankan
he rumah keluarga yang terdekat, rumah ayah dan rumah paman, sedangkan
pulang ke rumah kita sendiri, kita pun hendaklah mengucapkan salarn:
"Assalamu`alaikum" (bahagia atas kamu sekalian).
Untuk siapa salam ini? Ayat itu menjelaskan bahwa salam ini adalah untuk
dirimu sendiri, untuk setiap jiwa yang ada di dalamnya pun.Kita pulang dari
mana-mana dan kunci kita bawa. Pintu kita bukakan dengan ucapan:
"Assalamu'alaikum". Tidak ada orang lain mendengarnya, tetapi kita
mengucapkan dalam diri untuk diri. Ucapan itu pada hakikatnya, meskipun
engkau yang menyebut, namun dia adalah ucapan "tahiyyah",
artinya ucapan selamat dari Tuhan sendiri kepadamu dicampuri lagi oleh
berkat yang baik yang dilimpah kurniakan Tuhan. Seakan-akan seketika engkau
mengucapkan salam dan diri didengar oleh diri. Tuhan sendiri pun mengucapkan
selamat datang kepadamu, selamat kembali dari mengerjakan tugas, moga-moga
mendapatkan engkau rezeki yang halal dan berkat.
Diliputilah kiranya rumahtanggamu dengan berkat yang balk dari Tuhan.
Senantiasalah dia menjadi syurgamu di dalam hidup, tempat engkau sakinah dan
tenteram, menikmati anugerah dan rahmat llahi.Dan menurut penyelidikan dan
pengalaman orang-orang yang beriman, selain diri kita manusia kasarini, di
dalam rumah-rumah kita kadang-kadang ada juga penghuni lain yang tidak
kelihatan tetapi kadang-kadang terbukti. Dengan ucapan "salam" mereka dan
musuh dijadikan teman.
Apatah lagi jika kita datang ke rumah keluarga, ke rumah ayah dan ibu, ke
rumah paman dan bibi, marnak dan uncu, dan ke rumah sahabat, dari luar telah
terdengar ucapan "Assalamu`alaikum", moga-moga selamat dan sentosa untuk
sekalian. Suararnu itu telah membawa damai, dan yang menvambut di dalamnya
terbuka hatinya dengan demikian maka kekeluargaan bertambah mendalam dan
suasana iman meliputi rwnahtangga.
Inilah setengah dari adab dan sopan-santun Islam, atau ethika Islam. Bukan
semata-mata hasil pemikiran, melainkan Wahyu llahi untuk kebahagiaan
masyarakat. Sungguhpun demikian di akhir ayat dijelaskan lagi,
"Demikianlah Allah Ta'ala menjelaskan ayat-ayatNya
supaya kamu pergunakan akalmu "
Maka dari peraturan berkecil-kecil seperti itulah ditegakkan kerukunan
masyarakat yang dibangun oieh iman dan Islam.
01 02 03 04 05 06 07
08
09
10
11
12
13
14
15 Main Page ....
>>>> |