وَ الَّذينَ كَفَرُوا أَعْمالُهُمْ
كَسَرابٍ بِقيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ ماءً حَتَّى إِذا جاءَهُ لَمْ
يَجِدْهُ شَيْئاً وَ وَجَدَ اللهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسابَهُ وَ اللهُ
سَريعُ الْحِسابِ
(39) Dan orang-orang yang menampik,
segala amal usaha mereka adalah laksana gejala panas (fatamorgana) di gurun
tandus, orang-orang yang kehausan menyangka bahwa itu adalah air. Tetapi
bilamana dia telah datang ke tempat itu, tidak suatu jua pun yang mereka
dapati. Di sanalah dia berjumpa Tuhan di samping usahanya, maka dibayar
penuhlah oleh Tuhan perhitungan ofang itu, dan Allah adalah Maha Cepat
Memberikan perhitungan.
أَوْ كَظُلُماتٍ في بَحْرٍ لُجِّيٍّ
يَغْشاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحابٌ ظُلُماتٌ بَعْضُها
فَوْقَ بَعْضٍ إِذا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَراها وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ
اللهُ لَهُ نُوراً فَما لَهُ مِنْ نُورٍ
(40) Atau laksana gelap gulita dilautan dalam ,
dipukul gelombang demi gelombang , diatas bergumpalan awan , kegelapan
tindih bertindih , sehingga bila dikeluarkannya pun tangannya , sukarlah dia
dapat melihatnya . Dan barangsiapa yang tidak dianugrahi cahaya oleh Tuhan ,
tiadalah dia akan mendapat cahaya lagi .
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُسَبِّحُ لَهُ
مَنْ فِي السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَ الطَّيْرُ صَافَّاتٍ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ
صَلاتَهُ وَ تَسْبيحَهُ وَ اللهُ عَليمٌ بِما يَفْعَلُون
(41) Tiadakah kau lihat, bahwa kepada
Tuhan itulah bertasbih (memuji) penghuni-penghuni segala langit dan bumi,
demikian juga burung-burung yang terbang berbondong-bondong di udara. Semua
itu 'telah tahu bagaimana cara mereka memuja (sembahyang dan berdoa) dan
bertasbih kepadaNya. Dan Tuhan Allah amat mengetahui apa jua pun yang mereka
kerjakan.
وَ لِلَّهِ مُلْكُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ
وَ إِلَى اللهِ الْمَصيرُ
(42) Dan kepunyaan Allahlah kerajaan
langit dan bumi itu. Dan kepada Allahlah semuanya akan kembali.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يُزْجي سَحاباً
ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكاماً فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ
مِنْ خِلالِهِ وَ يُنَزِّلُ مِنَ السَّماءِ مِنْ جِبالٍ فيها مِنْ بَرَدٍ
فَيُصيبُ بِهِ مَنْ يَشاءُ وَ يَصْرِفُهُ عَنْ مَنْ يَشاءُ يَكادُ سَنا
بَرْقِهِ يَذْهَبُ بِالْأَبْصارِ
(43) Tidakkah engkau lihat, betapa Tuhan Allah
menghalau-halaukan awan, kemudian di kumpulkanNya menjadi satu tumpukan,
maka engkau lihatlah hujan pun keluar dari celah-celah awan itu. Dan
diturunkanNya pula dari langit gunungan, yang di dalamnya ada salju,
ditumpahkanNya kepada barang siapa yang dikehendakiNya dan dipalingkanNya
pula daripada siapa yang dikehendakiNya. Kadang-kadang nyaris sambaran
kilatnya membutakan penglihatan.
يُقَلِّبُ اللهُ اللَّيْلَ وَ النَّهارَ إِنَّ في ذلِكَ
لَعِبْرَةً لِأُولِي الْأَبْصارِ
(44) Dipergilirkan Allah malam dan
siang. Sesungguhnya yang demikian itu menjadi tamsil ibarat orang-orang yang
berpandangan tajam.
وَ اللهُ خَلَقَ كُلَّ دَابَّةٍ مِنْ ماءٍ
فَمِنْهُمْ مَنْ يَمْشي عَلى بَطْنِهِ وَ مِنْهُمْ مَنْ يَمْشي عَلى
رِجْلَيْنِ وَ مِنْهُمْ مَنْ يَمْشي عَلى أَرْبَعٍ يَخْلُقُ اللهُ ما يَشاءُ
إِنَّ اللهَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَديرٌ
(45) Dan Allah telah menjadikan tiap-tiap binatang
itu daripada air. Diantaranya ada yang berjalan di atas perutnya, dan ada
pula yang berjalan di atas kedua kakinya , dan ada pula yang berjalan di
atas kaki empat. Allah menjadikan apa yang dikehendakiNya.Sesungguhnya Allah
adalah Maha Kuasa atas setiap sesuatu.
لَقَدْ أَنْزَلْنا آياتٍ مُبَيِّناتٍ وَ
اللهُ يَهْدي مَنْ يَشاءُ إِلى صِراطٍ مُسْتَقيمٍ
(46) Sesungguhnya telah Kami turunkan
ayat-ayat untuk memberikan penjelaskan. Dan Allah jualah yang
menganugerahkan petunjuk kepada siapa yang la kehendaki, menuju jalan yang
lurus.
Menempuh Perjalanan
Hidup
Alamat Kasih Tuhan kepada hambaNya diutusnya para Nabi dan
RasuINya dan mereka pun diberi pula bekal berjuang, yaitu Wahyu Ilahi yang
tersimpul dalam Kitab Suci. Penutup segala Nabi dan Rasul itu, ialah
Muhammad s.a.w., membawa petunjuk al-Quran. Tetapi ada insan yang tidak mau
menerima kebenaran itu, mereka kafaruu. Mereka menampik ajakan Tuhan yang
dibawa Nabi itu dan mereka mencoba berjalan sendiri yang hanya berpedoman
kepada peribadinya.
Mereka pun berjalan dan mereka hendak mencari sendiri kebenaran itu. Di
tengah padang pasir yang luas dan gurun yang tandus, dalam perjalanan yang
sejauh itu, tidak tentu di mana ranah akan berhenti, sedang had panas amat
teriknya, dia pun haus. Tiba-tiba di tengah padang itu dia pun melihat air
tergenang, jemih, sehingga bacu melihatnya saja sejuklah rasa badan, belum
lagi diminum. Perjalanan pun diteruskan, air itu kelihatan juga. Tetapi mana
yang telah ditempuh tidaklah didapati air, melainkan pasir jua. Bertambah
teriknya panas, bertambahlah jelas kelihatan air itu, tidak berapa jauh
lagi. Bertambah diri haus, bertambah diperjelaslah air itu oleh khayal
fatamorgana.
Di mana kiranya air itu? Tidak ada. Tetapi ada nampak oleh mata. Memang,
jelas nyata kelihatan ofeh mata, apatah lagi oleh mata orang yang haus.
Namun dia selamanya tidak ada. Itu hanya gejala panas. Dia memang menyerupai
air nampak dari jauh, tetapi selamanya dia tidak ada. Setelah kaki si
musafir yang haus itu jauh terencah ke tengah padang pasir tandus itu,
sehingga sama jauhnya yang akan dituju dengan ranah yang telah
ditinggalkan, di situ dia bertemu dengan kenyataan. Yaitu bahwasanya yang
dikejamya berpayah lelah itu tidak lain daripada khayal bayangan. Apabila
dia telah menemui kenyataan, artinya dia telah bertemu dengan kebenaran
Ilahi, yang sedianya tidaklah tenaganya akan habis percuma demikian rupa
kalau sejak semula disadarinya peringatan yang diberikan Tuhan.
Kekafirannya pada permulaan melangkah, tampik-tolaknya terhadap seruan
Ilahi, sekarang teiah diterimanya kontan balasannya. Mungkin dia mati
tersungkur di tempat itu, bukan minu,m air, tetapi makan pasir yang disangka
nya air. Dan mungkin juga lekas dia sadar, tetapi sudah terlambat. Dan kalau
Tuhan kasihan kepadanya, mungkin dia diberi kekuatan sedikit lagi, sekedar
untuk melepaskan dirinya dari tempat yang amat berbahaya itu, agar dia
mendapat air yang sebenar air. Namun demikian, alangkah mahal bayaran yang
harus dibayarnya karena hanya menurutkan kata hati, tipudaya mata dan
tekanan haus. Atau laksana orang yang belayar di lautan luas. Pada mulanya
angin tenang saja. Maka siang pun bergantilah dengan malam, tiba-tiba
terjadilah taufan di lautan.
Allahu Rabbi gelap langit, gelombang pun besar gulung bergulung, sehingga
bahtera yang ditumpang sudah laksana sebuah sabut kecil saja diayun
dibuaikan ombak. Melihat ke langit, awan pun gelap, sebuah bintang pun tak
kelihatan. Tindih bertindih awan datang, lapis berlapis, yang menjadikan
keadaan sekitar bertambah gelap. Tidak kelihatan tanah daratan samasekali,
untuk menumpahkan harapan. Jangankan tanah darat, sehingga tangan sendiri
pun dicoba merentangkan ke udara, sukarlah dapat dilihat. Aduh,
bagaimanalah perasaan pada waktu itu!
Tidak ada cahaya lain pada waktu itu. Cahaya hanya didapat dari dalam hati
sendiri, yaitu hati yang diberi anugerah cahaya oleh Tuhan. Adapun orang
yang telah padam suluhnya di dalam, tidaklah selamanya akan mendapat jalan
keluar dari kesulitan itu. Jika orang kehausan mati tenggelam dalam timbunan
pasir, maka orang yang belayar di laut dalam itu pun akan mati tenggelam
dalam hempasan ombak.
Inilah dua macam manusia dalam perjuangan hidup dalam segala zaman. Yang
pertama berjalan di jalan terang siang hari, matanya terbuka, tetapi
pertimbangan batin tidak ada. Yang salah disangkanya benar karena dia
ditipu oleh penglihatan mata, padahal mata hanya satu alat saja di antara
lima pancaindera. Alat dari batin yang akan menimbang segala yang dilihat
clan didengar, diraba dan dirasa. Ditangkap apa yang dilihat oleh mata, lalu
dipertimbangkan oleh hati sanubari.
Adapun golongan yang kedua pengalamannya sudah jauh lebih maju dari golongan
orang yang mengembara di siang hari bolong itu. Dia belayar ke tempat yang
lebih sulit, dia mempunyai banyak keberanian, tetapi dia ber lawanan dengan
keadaan sekelilingnya. Dia tidak mempunyai upaya buat mengatasi kegelapan
alam sekeliling itu. Ombak besar dengan apa ditahan? Awan gumpal bergumpal,
sehingga cahaya bintang pun tak nampak, dengan apa hendak diseruak mencari
cahaya untuk menjelaskan ke mana arah haluan yang akan dituju?
Di ujung ayat 40, Tuhan menegaskan, bahwa "barangsiapa yang tidak
dianugerahi oleh Tuhan dengan cahaya, tidaklah dia akan mempunyai cahaya
selama-lamanya. "
Adapun belayar di malam gelap yang sekali itu, hanya bergantung kepada
belas-kasihan Tuhan belaka. Ada yang kapalnya pecah berantakan,
bertimbun:ah bangkai besok pagipya di tepi pantai. Tetapi ada juga yang
kapalnya tahan, sehingga beberapa saat kemudian langit cerah kembali, dan
pengalamannya semalam dijadikannya pelajaran pahit buat meneruskan pelayaran
menuju ranah tujuan. Bayarannya pun mahal.
Boleh orang berkata bahwa pengalaman hidup manusia dapat mengajarnya untuk
berlaku hati-hati dalam melanjutkan perlangkahan. Tetapi tidakkah pengalaman
orang yang telah terdahulu, nenek dan moyang, dapat dijadikan pengajaran
oleh anak dan cucu yang datang di belakang? Bukankah al-Quran
itu'menunjukkan juga kisah suka-duka ummat terdahulu, sehingga sebagian
besar daripada kepahitan hidup dapat dielakkan?
Hidup adalah pengembaraan di padang pasir yang tandus. Kadangkadang ada
juga tersimpan air di perut bumi, air yang sebenamya air, tetapi kita tidak
tahu di mana tempi~tnya. Kita mesti belajar mencarinya.
Hidup adalah pelayaran di laut lepas, ada masanya angin tenang, Selatan
jadi, hingga bahtera bagai pucuk dilancarkan, dan kita pun tidak tahu bahwa
badai besar akan datang dengan tiba-tiba.
Kemungkinan-kemungkinan dalam musafir ataupun dalam belayar mesti akan
terjadi. Baik atau buruknya kita kaji. Oleh sebab perjalanan itu amat sulit,
seyogyanya kita menerima petunjuk (hudan) dan jangan menampik atau
membangkang (kufur). Dan selalu bermohon ditunjuki dalam perjalanan itu.
"Tunjukilah kami jalan yang lurus."
Ikhtiar Mencari Petunjuk
Pada ayat selanjutnya (41) ditanyakan, tidakkah engkau tahu
bahwa segala yang di langit dan segala yang di bumi, bahkan segala burung
yang terbang berbondong di udara pun mengucapkan tasbih memuji Tuhan?
Tidakkah engkau tahu dan tidakkah engkau melihat bahwa penghuni bumi dengan
jenisnya masing-masing sudah tahu sendiri bagaimana mereka berdoa,
bagaimana mereka sembahyang dan bagaimana mereka bertasbih?
Tadi sudah dikatakan bahwasanya yang sebenarnya melihat
bukanlah mata, tetapi perasaan batin kita yang halus. Maka hanya semata-mata
alat buat menerima kesan dari luar diri untuk dipantulkan ke dalam diri yang
sebenar diri. Di antara kelima pancaindera adalah dua yang sangat aktif buat
"menangkap" kesan luaran itu, yaitu penglihatan mata terhadap warna-warni
dan susunan dan pendengaran telinga buat mendengarkan susunan irama bunyi.
Kalau hati gelap, betapa pun terang mata dan nyaring telinga, tidak akan ada
yang nampak dan terdengar.
"Barangsiapa yang tidak dijadikan padanya Nur oleh Allah,
tidak dia akan beroleh Nur."
Kalau mata hati telah bercahaya akan kedengaran dan kelihatanlah beberapa
isi langit dan bumi bertasbih memuja Tuhan.
Beethoven, walaupun telinga tuli, dia mendengarkan musik alam memuja Ilahi,
lalu disusunnya menjadi noot musik. Copernicus berkata, setelah dia
merenungkan perjalanan bintang-bintang di langit, bahwasanya dia men
dengarkan musik dari bintang-bintang itu. Einstein setelah mengaji alam
sedalam-dalamnya, sampai kepada urusan atom dan teori "relatif'nya yang
terkenal, telah sampai kepada kesimpulan, bahwa Tuhan memang ada. Dia pun
sujud dengan penuh kesyukuran karena dia telah "melihat" lagi bahwa di balik
angka-angka dan rumusan memang ada angka SATU yang mutlak.
Apabila telah dilihat alam seluruhnya dengan mata hati akan terasalah bahwa
kita manusia ini tidaklah seorang did dalam dunia ini. Semuanya bernyanyi
memuja Tuhan, nyanyian yang suci dan kudus. Hatta burung-burung yang terbang
di udara pun, burung-burung yang berbondong pindah dari Selatan ke Utara
atau sebaliknya, adalah mencari perlindungan Ilahi untuk memelihara hidup.
Burung Pinguin yang terkenal berbondong di lautan Utara beberapa ekor
melompat ke dalam air di celah-celah gunungan salju untuk mengetahui apakah
air es sudah mulai mencair.
Dan lawa-lawa betina mengandung beratus-ratus anak dalam
telurnya. Selama telur belum menetas, dia tidak mempunyai daya apa-apa buat
mencari makan. Satu-satunya persediaan makanannya hanyalah jantannya yang
menyediakan diri buat menjadi makanan si betina selama dia mengerami terus
itu. Si betina makan dari kuduk jantannya, sehingga si jantan mati sampai
kering tubuhnya. Di atas kerangka tubuh si jantan, si betina hidup. Dan
sehabis persediaan makanan itu, telur pun menetas, berserakan beratus-ratus
anak lawa-lawa menyambung hidup ayahnya. Semuanya itu adalah alamat tasbih
dan ketaatan kepada Maha Pencipta. "Masing-masing telah tahu sendiri
sembahyangnya dan tasbihnya."
Nabi kita Muhammad s.a.w. kerapkali mengatakan kepada
sahabatsahabatnya, sehingga beliau pun mendengar bunyi tasbih yang
diucapkan oleh pasir-pasir yang bergerak di atas bumi. Dan Daud a.s. pun
bila beliau mementil kecapinya yang terkenal, maka burung-burung di udara
pun tertegun sedang terbang, lalu berhenti buat bersama-sama mengucapkan
tasbih kepada Tuhan. Oleh sebab itu maka:
"Bagi Allahlah seluruh kekuasaan di
semua langit dan bumi dan kepadoNya jua kita semuanya akan pulang kembali."
(ayat 42).
Kemudian itu pada ayat yang 43 Tuhan menyuruh memperhatikan
lagi betapa Tuhan menghalau-halaukan dan menghim - punkan awan yang berserak
dengan timbangan aliran angin dan udara, kemudian menjadikannya suatu
tumpukan.
Setelah awan yang bergerak itu terkumpul, timbullah mega yang mendung dan
hitamlah dia karena mengandung hujan, maka keluarlah hujan dari celahcelah
awan itu. Kadang-kadang turunlah dari langit itu; dan langit di sini ialah
apa yang di atas kita. Turunlah segumpalan awan besar laksana gunung,
mengandung salju. Ditumpahkannya ke atas suatu bagian yang dikehen-
dakiNya. Kadang-kadang kita tetah mengharap dia akan jatuh di bumi kita
sebelah sini, karena tanam-tanaman sudah sa - ngat kering tiba-tiba dia
jatuh di tempat lain. Maka kedengaran guruh dan guntur, dan kilat pun
sabung-menyabupg, demikian dahsyatnya hingga mata pun bisa silau
memandangnya.
Memang, apabila kita naik kapal udara dalam perjalanan yang jauh,
benarbenar kelihatanlah kadang-kadang awan itu besar dan tinggi laksana
gunung, bahkan lebih besar dari gunung, maka terasalah kecil kapal terbang
yang kita tumpangi itu di celah awan-gumawan. Awan-awan laksana gunung
itulah persediaan yang disediakan Tuhan buat hidup kita di atas dunia fana
ini, karena kita senantiasa memerlukan air.
Lalu dipergilirkannya pula di antara malam dengan siang (ayat 44). Setiap
pagi datang dan senja pun datang. Matahari terbit dan matahari terbenam,
semuanya dalam ikatan peraturan yang teliti, sehingga bukan pergiliran siang
dan malam itu yang ha-rus diakurkan dengan arloji kita, melainkan arlojilah
yang harus diakurkan dengan dia. Sebab giliran siang dan malam pun bertali
dengan pergantian musim, kadang-kadang malamnyalah yang panjang dan
kadang-kadang siangnya.
Setiap hari, setiap kita melalui pergiliran siang dan malam
itu, hati yang membatu membiarkan dia berjalan sejalannya, namun hati yang
telah diberi cahaya dapatlah menghitung umurnya berapa yang telah terpakai.
Yang telah terpakai dari jumlah hari, siang dan malam dan menjadi bulan,
bulan bergulung menjadi tahun, dan tahun pun dijumlahkan pula. Yang telah
terpakai dapat diketahui, tetapi berapa lagi yang tinggal tidak ada kita
yang tahu.
Di ujung ayat, Tuhan sekali lagi memberi ingat, bahwasanya perenungan
terhadap pergantian malam dan siang itu, dan segala soal yang bertalian
dengan itu hanyalah dapat ditangkap oleh manusia-manusia yang mempunyai
pandangan tajam. Adapun orang yang hidupnya hanya sehingga memikirkan makan,
atau memperhambakan diri kepada semata-mata benda, kasarlah perasaannya dan
tidaklah dia akan dapat merenungkan rahasia besar yang terkandung dalam
edaran malam dan siang itu.
Pada ayat 45 Tuhan menyatakan bahwasanya seluruh binatang yang melata di
atas bumi ini, Allah jadikan semuanya daripada air. Kemudian itu
beransurlah tercipta binatang melata itu, yang dalam bahasa Arab - sebagai
ter sebut dalam ayat, disebut Daabbat, arti asalnya ialah merangkak dengan
perutnya - seumpama ular dan serangga yang halus-halus, clan ada yang
berjalan atas dua kaki, sebagai manusia dan burung termasuk ayam dan itik,
ada pula yang berjalan atas empat kaki, yaitu rata-rata binatang-binatang
yang sering kita lihat. Semuanya itu dijadikan atas kehendak Allah belaka,
bukan terjadi dengan kebetulan.
Niscaya orang yang telah menumpahkan minatnya kepada asal kejadian hidup
ini, dipertalikan dengan Teori Evolusi yang dikemukakan Darwin serta
sarjana-sarjana yang lain, sudah dapat memahamkan ayat ini setelah mem
pelajari Ilmu Kehidupan itu. Memang menurut teori para ahli setelah
mengadakan riset dan penyelidikan, bahwasanya unsur yang asasi dari
permulaan tumbuhnya hidup dalam alam dunia ini ialah air. Ilmu Alam moden
menyatakan bahwasanya asal mulanya ialah laut, dan dengan evolusi sekian
juta tahun mulailah tertampak hidup itu pada lumut. Sampai sekarang masih
dapat dilihat kehidupan itu batu karang, beransur-ansur menjadi
tumbuh-tumbuhan. Akhirnya kemajuan lumut dan tumbuh-tumbuhan laut itu
menjelma menjadi lokanlokan, evolusinya terus kepada binatang melata yang
dinamai serangga, kemudian melanjut menjadi ikan, sehingga dapat kita lihat
peralihan dari ikan menjadi burung pada ikan terbang yang biasa kelihatan di
lautan.
Ada binatang serangga, ada ular yang menjalar, ada kuda yang berlari, ada
manusia yang berjalan atas-dua kaki, ada kera dan monyet yang hidup sebagai
akhir dari kemajuan binatang dan awal dari pertumbuhan insani. Ilmu
Pengetahuan tentang ini bisa diperpanjang dan penyelidikan bisa diteruskan,
tidak ada halangannya. Tetapi ingatlah bahwasanya tingkatan-tingkatan yang
ditempuh oleh evolusi alam itu adalah berpangkal dari satu sumber, yaitu
Kudrat Ilahi. Di ujung ayat diperingatkan hal ini: "Sesungguhnya Allah
ada/ah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Janganlah sampai berulang sebagai setengah manusia, yang setelah mendapat
ilmu pengetahuan, karena luasnya dan dalamnya penyelidikan, lalu
membelakangi kekuasaan Tuhan dan berani berkata bahwasanya segala evolusi
itu terjadi atas kehendak Alam itu sendiri (Naturalisme). Alangkah ganjilnya
orang yang memegang pendirian itu. Dia kagum karena evolusi itu teratur
sangat, tetapi dia tidak mau tahu bahwasanya adanya teratur adalah karena
adanya yang mengatur.
Beberapa Sarjana Muslim, lama sebelum teori kejadian HIDUP itu
disempurnakan oleh Charles Darwin telah menyatakan hasil selidik mereka
tentang kejadian hidup daripada air itu. Ibnu Maskawaihi telah menyatakan
bahwa permulaan terdapatnya HIDUP ialah pada lumut, lama-lama menjadi
tumbuh-tumbuhan, lama-lama menjadi batu karang dan siput-siput, lanjut
menjadi ikan, lanjut pula menjadi serangga melata, dan jadi binatang.
Akhirnya kemajuan binatang terjadi pada kera dan permulaan apa yang dinamai
manusia ialah pada bangsa Zanji (suku liar di Afrika). Beliau meninggal di
tahun 1030. Kemudian itu Ibnu Khaldun pun menyatakan pula hasil renungannya
melanjutkan teori pertama itu, dan beliau meninggal tahun 1406. Lama sebelum
disempurnakan oleh Darwin di abad kesembilanbelas.
Oleh sebab itu sesuailah pendapat kita, pengarang Tafsir ini dengan kesan
yang pernah dinyatakan oleh Abbas Mahmoud Akkad, Pujangga Arab yang terkenal
itu, bahwa kenyataan-kenyataan yang tertulis dalam al-Quran sebagai Wahyu,
hormatilah sebaik-baiknya dan penafsiran janganlah dijadikan mutlak.
Dan menyelidiki serta memperdalam ilmu pengetahuan alam
janganlah terhenti, melainkan selidiki terus. Karena kadang-kadang setelah
kita mendapat kemajuan ilmu pengetahuan, kita dapat membuka rahasia yang
baru clan intisari al-Quran, yang tadinya karena kepicikan pengetahuan kita
belum kita ketahui betapa rahasianya .
Lantaran itu pula maka ayat 46 dapatlah kita rasakan dengan
mesra:
"Sesungguhnya telah Kami turunkan ayat-ayat untuk
memberikan penjelasan. Dan Allah jualah yang meng-anugerahkan petunjuk
kepada siapa yang Ia kehendaki, menuju jalan yang lurus."
Maka dihasunglah kita oleh ayat ini supaya selalu mempertinggi pengetahuan
kita tentang alam (Natuur Wetenschap), karena bertambah banyak yang kita
ketahui tentang alam sekeliling kita, bertambah mantap mendalam iman kita
akan kekuasaan llahi. Dan bertambah memancarlah Nur dari dalam hati kita
melihat alam, karena dia telah disinari oleh pelita yang ada dalam hati
kita.
Titov, Kosmonout Rusia itu, yang hanya seorang proef (percobaan) saja dari
sarjana yang menyelidiki rahasia ruang angkasa, artinya bukan dia sendiri
sarjananya, berani mengatakan bahwa dalam waktu dia dilontarkan ke ruang
angkasa, sudah dicobanya mencari Tuhan dengan alat radarnya yang lengkap;
tidak bertemu! Padahal orang yang lebih alim dari dia, yaitu Einstein,
dengan segala kerendahan hati mengakui adanya Tuhan sebagai Pengatur
(Mudabbir) dari alam ini juga sebagai Penjaga yang tidak pemah lalai lengah
di dalam memelihara keseimbangan (Muhaimin).
01 02 03 04 05 06 07
08
09
10
11
12
13
14
15 Main Page ....
>>>> |