وَ لِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ
مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ
اللهُ جَمِيْعًا إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
(148) Dan bagi tiap-tiapnya itu satu
tujuan yang dia hadapi. Sebab itu berlomba-lombalah kamu pada serba
kebaikan. Di mana saja kamu berada niscaya akan dikumpulkan Allah kamu
sekalian.Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu Maha Kuasa.
وَ مِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ
شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ إِنَّهُ لَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ وَ مَا اللهُ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
(149) Dan dari mana saja engkau keluar,
hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram.Dan sesungguhnya (perintah)
itu adalah kebenaran dari Tuhan engkau.Dan tidaklah Allah lengah dari apapun
yang kamu amalkan.
وَ مِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ
شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَ حَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ
شَطْرَهُ لِئَلاَّ يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلاَّ الَّذِيْنَ
ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشَوْنِيْ وَ لِأُتِمَّ نِعْمَتِيْ
عَلَيْكُمْ وَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْ
(150) Dan dari mana sajapun kamu keluar, maka
hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram, dan di mana sajapun kamu
berada, hendaklah kamu hadapkan muka kamu ke pihaknya. Supaya jangan ada
alasan bagi manusia hendak mencela kamu. Kecuali orang-orang yang aniaya di
antara mereka, maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada
Aku. Dan Aku sempurnakan nikmatKu kepada kamu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk.
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلاً
مِّنْكُمْ يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَ يُزَكِّيْكُمْ وَ يُعَلِّمُكُمُ
الْكِتَابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ يُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا
تَعْلَمُوْنَ
(151) Sebagaimana telah Kami utus kepada
kamu seorang Rasul , dari kalangan kamu sendiri, yang mengajarkan kepada
kamu ayat-ayat Kami dan membersihkan kamu dan akan mengajarkan kepada kamu
Kitab dan Hikmat, dan akan mengajarkan kepada kamu perkara-perkara yang
tidak kamu ketahui.
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْا
لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْن
(152) Maka ingatlah kepadaKu , niscaya
Aku akan ingat pula kepadamu ; dan bersyukurlah!! kepadaKu dan janganlah
Kamu menjadi kufur."
Dari Hal Kiblat III
وَ لِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا
"Dan bagi tiap-tiapnya itu ada satu tujuan yang
dia hadapi. " (pangkal ayat 148).
Ayat ini adalah lanjutan dari keterangan tentang
masing-masing golongan yang mempertahankan kiblatny: tadi.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai tafsir ayat ini, ialah bahwa
bagi tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri. Bahkan tiap-tiap
kabilahpun mempunyai tujuan dan arah.sendiri, mana yang dia sukai. Namun
orang yang beriman tujuan atau kiblatnya hanya satu, yaitu mendapat ridha
Allah.
Abul `Aliyah menjelaskan pula tafsir ayat ini demikian: "Orang Yahudi
mempunyai arah yang ditujuinya, orang Nasranipun mempunyai arah yang
ditujuinya. Tetapi kamu, wahai ummat Muslimin, telah ditunjukkan Allah
kepadamu kiblatmu yang sebenarnya."
Nabi lbrahim di zaman dahulu berkiblat ke Masjidil Haram, ummat Yahudi
berkiblat ke Baitul Maqdis, ummat Nasrani berkiblat ke sebelah timur, dan
Nabi-nabi yang lainpun tentu ada pula kiblat mereka menurut zamannya
masing-masing, dan engkau wahai utusanKu dan kamu wahai pengikut utusanKu;
kamu mempunyai kiblat. Tetapi kiblat bukanlah pokok, sebagai di ayat-ayat di
atas telah diterangkan, bagi Allah timur dan barat adalah sama, sebab itu
kiblat berobah karena perobahan Nabi. Yang pokok ialah menghadapkan hati
langsung kepada Allah, Tuhan sarwa sekalian alam. itulah dia wijhah atau
tujuan yang sebenarnya.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
"Sebab itu berlomba-lombalah kamu pada serba
kebaikan."
Jangan kamu berlarut-larut berpanjang-panjang
bertengkar perkara peralihan kiblat. Kalau orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak mau mengikuti kiblat kamu; biarkanlah. Sama-sama setialah pada kiblat
masing-masing. Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombalah berbuat
serba kebajikan, sama-sama beramal dan membuat jasa di dalam peri-kehidupan
ini.
أَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللهُ جَمِيْعًا
"Di mana saja kamu berada, niscaya akan
dikumpulkan Allah kamu sekalian."
Baikpun kamu dalam Yahudi, dalam Nasrani, dalam
Shabi'in dan dalam iman kepada Muhammad s.a.w., berlombalah kamu berbuat
berbagai kebajikan dalam dunia ini, meskipun kiblat tempat kamu menghadap
shalat berlain-lain. Kalau kamu akan dipanggil menghadap kepada Aliah; tidak
perduli apakah dia dalam kalangan Yahudi Nasrani, Islam dan lain-lain;
berkiblat ke Ka bah atau ke Baitul Maqdis. Di sana pertanggung jawabkanlah
amalan yang telah dikerjakan dalam dunia ini. Moga-moga dalam perlombaan
berbuat kebajikan itu, terbukalah hidayat Tuhan kepada kamu, dan terhenti
sedikit demi sedikit pengaruh hawanafsu dan kepentingan golongan; mana tahu,
akhirnya kamu kembali juga kepada kebenaran;
إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu
adalah Maha Kuasa."(ujung ayat 148).
Perlombaan manusia berbuat baik di dunia ini
beiumlah berhcnti. Segala sesuatu bisa kejadian. Kebenaran Tuhan makin lama
makin nampak. Allah Maha Kuasa berbuat sekehendakNya:
Ayat ini adalah seruan merata; seruan damai dari lembah wahyu ke dalam
masyarakat manusia berbagai agama. Bukan khusus kepada ummat Muhammad saja.
Kemudian kembali lagi kepada pemantapan soal kiblat itu:
وَ مِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
"Dan dari mana saja engkau keluar, hadapkanlah
muka engkau kepihak Masjidil Haram."(pangkal ayat 149).
Artinya, meskipun ke penjuru yang mana engkau
menujukan perjalananmu, bila datang waktu shalat, teruslah hadapkan mukamu
ke pihak Masjidil Haram itu Ayat ini sudahlah menjadi perintah yang tetap
kepada Rasulullah dan ummatnya terus-menerus di belakang beliau. Sebab itu
ditegaskan pada lanjutnya-
وَ إِنَّهُ لَلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ
"Dan sesungguhnya (perintah) itu adalah
kebenaran dari Tuhan engkau. "
Tidak akan berobah lagi selama-lamanya:
وَ مَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
"Dan tidaklah Allah lengah dari apapun yang
kamu amalkan." (ujung ayat 149).
Artinya, kesungguhan kamu melaksanakan perintah
ini, tidaklah Allah akan melengahkannya. Gelap malam tak tentu arah; lalu
kamu lihat pedoman pada bintang-bintang, kamu kira-kira di sanalah arah
kiblat lalu kamu shalat. Allah tidaklah melengahkan kesungguhan kamu itu.
Kamu datang ke negeri orang lain, kamu tanyakan kepada penduduk Muslim di
situ; ke mana kiblat? Lalu mereka tunjukkan. Kamupun shalat. Allah tidak
lengah dengan kepatuhan kamu itu.
Sengaja engkau beli sebuah kompas (pedoman), engkau kundang dalam sakumu ke
mana saja engkau pergi. Lalu orang bertanya; buat apa kompas itu, padahal
tuan bukan nakhoda kapal? Engkau jawab: penentuan kiblat jika aku shalat!
Tuhan tidak melengahkan perhatianmu itu.
Kamu mendirikan mesjid yang baru. Yang lebih dahulu kamu ukur dan jangkakan
ialah mihrab untuk menentukan jurusan kiblat. Allah tidak lengah dari
kesungguhanmu itu.
Sampai ada di antara kamu yang khas belajar ilmu falak, yang pada asalnya
sengaja buat mengetahui hal kiblat saja, sampai berkembang jadi ilmu yang
luas. Allah tidak melengahkan kesungguhanmu itu.
Kemudian dijelaskan lagi: وَ مِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
"Dan dari mana sajapun kamu keluar, maka
hadapkanlah muka engkau ke pinak Masjidil Haram." (pangkal ayat 150).
ini adalah perintah khusus bagi beliau. Kemudian
dijelaskan sekali iagi kepada seluruh ummat Muhammad s.a.w. supaya mereka
pegang teguh peraturan itu di mana sajapun mereka berada.
وَ حَيْثُ مَا كُنْتُمْ
"Dan di mana sajapun kamu berada." Hai Ummat
Muhammad s.a.w.
فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ
"Hendaklah kamu hadapkan muka kamu ke
pihaknya."
Jangan diobah-obah lagi dan tidak akan
berobah-obah lagi peraturan ini selama-lamanya. Baik sedang kamu di lautan;
carilah arah kiblat, shalatlah menghadap ke sana. Baik kamu sedang di Kutub
Utara atau Kutub Selatan, carilah arah kiblat dan shalatlah menghadap ke
pihak sana. Di pangkal ayat dipakai engkau, untuk Muhammad. Di tengah ayat
dipakai kamu , untuk kita ummatnya.
لِئَلاَّ يَكُوْنَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ
"Supaya jangan ada alasan bagi manusia hendak
mencela kamu."
Karena penetapan kiblat itu
sudah pasti diterima oleh manusia yang sudi menjunjung tinggi kebenaran.
Sebagaimana tadi telah diterangkan, orang-orang yang keturunan kitab sudah
faham akan kebenaran hal ini. Sebab rumah Allah yang pertama didirikan ialah
Masjidil Haram di Makkah itulah mereka berkumpul tiap-tiap tahun mengerjakan
haji, menjalankan wasiat nenek-moyang mereka Nabi Ibrahim. Pendeknya
tidaklah akan ada bantahan dan sanggahan daripada orang yang berfikir sihat
tentang penetapan kiblat itu.
إِلاَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْهُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشَوْنِيْ
"Kecuali orang-orang yang aniaya di antara
mereka, maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada Aku . "
Orang-orang yang aniaya, yang lidah tidak
bertulang tentu akan ada saja bantahannya. Orang-orang yang aniaya dari
kalangan Yahudi akan berkata:
"Muhammad memutar kiblatnya ke Ka'bah, padahal di sana berderet 360 berhala
yang selalu dicela-celanya itu. Rupanya dia akan kembali agarna nenek-moyang
orang Quraisy." Orang-orang yang aniaya di kalangan musyrikin akan berkata.
"Dialihnya kiblat ke Makkah karena rupanya dia hendak menarik-narik kita
atau telah insaf atas kesalahannya." Orang munafik di Madinah akan berkata:
"Memang pendiriannya tidak tetap, sebentar begini sebentar begitu." Maka
janganlah diperdulikan itu semuanya dan jangan takut akan serangan-serangan
yang demikian, tetapi kepada Aku sajalah takut, kata Allah. PerintahKu
sajalah yang akan dilaksanakan.
وَ لِأُتِمَّ نِعْمَتِيْ عَلَيْكُمْ وَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْ
"Dan Aku sempurnakan nikmatKu kepada kamu, dan
supaya kamu mendapat petunjuk."(ujung ayat 150).
Di ujung ayat itu Allah membayangkan janjiNya,
bahwa nikmat perihal kiblat itu akan disempurnakanNya. Nikmat pertama baru
peralihan kiblat, padahal di Ka'bah waktu itu masih ada berhala. Tetapi Aku
janjikan lagi, negeri itu akan Aku serahkan ke tangan kamu, Ka'bah akan kamu
bersihkan dari berhala dan akan tetap buat selama-lamanya menjadi lambang
kesatuan arah dari seluruh ummat yang bertauhid. Dalam pada itu
petunjuk-petunjuk akan tetap juga Aku berikan kepada kamu sekalian.
Setelah selesai Perjanjian Hudaibiyah di tahun yang keenam, diulang lagi
janjiNya oleh Allah bahwa kemenangan telah datang dan nikmatNya yang
dijanjikan itu memang akan disempurnakan (lihat Surat al-Fath. Surat 48 ayat
2). Dan tahun kedelapan takluklah Makkah dan habislah berhala disapu bersih
dari Ka'bah dan seluruh Masjidil Haram, bahkan dari seluruh Tanah Hejaz, dan
tegaklah agama Allah dengan jayanya.
Maka ijma` (sefahamlah) seluruh ulama Islam , bahwasanya shalat menghadap
kiblat Masjidil Haram adalah wajib. Cuma sedikit pertikaiannya, menjadi
syaratkah daripada sahnya shalat atau tidak. Sebab pernah juga Nabi s.a.w.
bersama sahabatrjya shalat malam hari pada suatu medan perang; setelah hari
pagi kenyataan bahwa kiblatnya salah arah. Maka tidaklah beliau ulang
kembali shalat itu.
Adapun tentang tepat atau tidaknya penghadapan, hendaklah kita fahami bahwa
Agama Islam tidaklah agama yang memberati.
Sebab itu maka pada ayat-ayat perintah kiblat itu disebut syathr yang kita
artikan pihak. Maka tersebutlah pada sebuah Hadits yang dirawikan oleh
alBaihaqi di dalam Sunnahnya, Hadis Marfu`:
"Baitullah (Ka'bah) adalah kiblat bagi orang-orang
yang dalam mesjid. Dan mesjid adalah kiblat bagi orang-orang yang tinggal di
Tanah Haram (sekeliling Makkah). Dan Tanah Haram (Makkah) adalah kiblat bagi
seluruh penduduk bumi, timurnya dan baratnya; dari ummatku. "
Dengan adanya Hadits ini sudah mudahlah
difahamkan tentang arti syathr yang kita artikan pihak atau jurusan itu. Dan
dengan demikian dapat pula kita fahami bahwa agama tidaklah memerintahkan
kita mengerjakan pekerjaan yang berat, yaitu supaya di manapun kita berada
hendaklah tepat setepattepatnya wajah kita menghadap ke Baitullah. Karena
yang demikian sangatlah sukar melakukannya, asal sudah kena saja jurusannya
sudahlah cukup. Dalam hal ini zhan (kecenderungan persangkaan) sudah cukup
untuk menentukan arah kiblat, sehingga orang yang belum mengerti benar-benar
di mana jurusan kiblat, bolehlah menurut saja ke mana arah yang diberati
persangkaannya.
Tetapi suatu kemusykilan karena beragama hanya tersebab pusaka nenek moyang
belaka , telah terjadi pada bangsa Indonesia yang berpindah dan berdiam
bertahun-tahun di Suriname. Ketika terbuka perkebunan-perkebunan besar di
sana, pengusaha-pengusaha kebun itu telah membawa beratus-ratus kuli kebun
dari Tanah Jawa. Setelah mereka berdiam beranak-cucu di sana, mereka
mendirikan mesjid tempat mereka shalat. Tetapi kiblatnya mereka hadapkan ke
barat, sebab mesjid-mesjid di Tanah Jawa menghadap ke barat. Padahal oleh
karena letak mereka lebih ke barat dari jurusan Makkah, niscaya kiblat
mereka yang sah ialah menghadap ke timur. Dan umumnya masyarakat yang
mula-mula datang itu bukanlah orang-orang Indonesia terpelajar.
Setelah ada yang datang kemudian, yang jauh lebih cerdas, mereka inipun
menyalahkan kiblat menghadap ke barat itu. Teguran ini rupanya menimbulkan
perpecahan, sehingga ada mesjid yang berkiblat ke jurusan barat dan ke
jurusan timur. Menurut khabar terakhir yang kita terima dari sana, kian lama
kiblat ke barat itu kian surut jumlahnya karena sudah banyak yang cerdas dan
ada yang telah naik haji ke Makkah.
Selanjutnya Tuhan bersabda:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلاً مِّنْكُمْ
"Sebagaimana telah Kami utus kepada kamu
seorang Rasul dari kalangan kamu sendiri." (pangkal ayat 151).
Tadi Tuhan telah menyatakan bahwa nikmatNya
telah dilimpahkan kepada kamu, sekarang kamu telah rnempunyai kiblat yang
tetap, pusaka Nabi Ibrahim, sebagaimana ummat-ummat yang lainpun telah
mempunyai kiblat. Ini adalah suatu nikmat dari Allah, dan berlombalah kamu
dengan ummat yang lain itu menuju kebajikan di dunia ini. Dan kamu tidak
usah takut-takut akan gangguan dan kritik, baik dari Yahudi atau dari
orang-orang yang masih jahiliyah yang akan mencela perubahan kiblat itu
dengan caranya masing-masing karena safih, yaitu bercakap dengan tidak
bertanggungjawab. Dan Tuhanpun telah menjanjikan pula bahwa nikmat ini akan
Dia sempurnakan.
Di belakang perubahan kiblat akan menyasul lagi nikmat yang lain, yaitu satu
waktu Makkah itu akan dapat kamu taklukkan. Di samping nikmat itu ada
terlebih dahulu nikmat yang lebih besar, puncaknya segala nikmat, yaitu
diutusnya seorang Rasul dari kalangan kamu sendiri.
يَتْلُوْ عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا
"Yang mengajarkan kepada karnu ayat-ayat Kami.
"
yaitu perintah agar berbuat baik dan larang
berbuat jahat:
وَ يُزَكِّيْكُمْ
"dan yang akan membersihkan kamu,"
bersih dari kebodohan dan kerusakan akhlak,
bersih daripada kekotoran kepercayaan dan musyrik, sehingga kamu diberi
gelar ummat yang menempuh jalan tengah di antara ummat-ummat yang ada dalam
dunia ini:
وَ يُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَ الْحِكْمَةَ
"dan akan mengajarkan kepada karnu Kitab dan
hikmat."
Kitab itu ialah al-Quran, yang akan menjadi
pembimbing dan pedoman hidupmu di tengah-tengah permukaan bumi ini dan
hikmat ialah kebijaksanaan dan rahasia-rahasia kehidupan, yang dicantumkan
di dalam sabda-sabda yang dibawa oleh Rasul itu:
وَ يُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ
"Dan akan mengajarkan kepada kamu
perkara-perkara yang (selama ini) tidak karnu ketahui." (ujung ayat 151)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa peralihan
kiblat adalah-suatu nikmat, tetapi nikmat ini kelak akan disempurnakan lagi.
Tetapi di samping itu sudah ada nikmat yang paling besar, yaitu kedatangan
Rasul itu sendiri. Dengan berpegang teguh kepada ajaran yang dia bawa,
derajatmu akan lebih baik lagi. Dari lembah jahiliyah dan kegelapan, kamu
dinaikkan Tuhan ke atas martabat yang tinggi, dengan ayat-ayat, dengan Kitab
dan dengan hikmat. Dan tidak cukup hingga itu saja, bahkan banyak lagi
perkara-perkara yang tadinya tidak kamu ketahui, akan kamu ketahui juga
berkat bimbingan dan pimpinan Rasul itu.
Maka banyaklah soal-soal besar yang dulunya belum diketahui, kemudian jadi
diketahui, berkat pimpinan Rasul. Ada yang diketahui karena ditunjukkan oleh
wahyu ilahi, seumpama kisah Nabi-nabi yang dahulu dan ummat yang dibinasakan
Tuhan lantaran menentang ajaran seorang Rasul. Dan ada soal soal besar yang
diketahui setelah melalui berbagai pengalaman, baik karena berperang ataupun
karena berdamai. Dan diketahui juga beberapa rahasia yang hanya diisyaratkan
secara sedikit oleh al-Quran; lama kemudian baru diketahui artinya.
BerNabi, berQuran, berkiblat sendiri yang tertentu, kemudian disuruh
berlomba-lomba berbuat kebajikan. Dan tidaklah boleh takut atau berjiwa
kecil menghadapi berbagai rintangan dan halangan. Dengan beginilah akan kamu
penuhi tugas yang ditentukan Tuhan sebagai ummat yang menempuh jalan tengah.
Dengan ini telah timbul satu ummat dengan cirinya yang tersendiri, untuk
jadi pelopor menyembah Allah Yang Esa. Ada orang yang hendak mencoba
menimbulkan keraguan orang yang bukan Arab daripada isi ayat ini. Karena
disebutkan bahwa Allah mengutus seorang Rasul di antara kamu. Kata mereka,
ayat ini menunjukkan bahwa beliau hanya diutus kepada orang Arab, sebab yang
dimaksud dengan karnu di sini ialah bangsa Arab.
Penafsiran yang seperti ini salah, ataupun disalah-artikan. Kalau
difahamkan secara demikian, tentu batallah maksud ayat-ayat yang lain, yang
mengandung seruan kepada Bani Adam, atau kepada al-Insan, atau kepada
an-Nas. Tentu batal pula ayat-ayat yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad
s.a.w. diutus Tuhan adalah untuk Rahmat bagi seluruh alam Rahmatan
lil-`Alamin.
Tentu orang-orang sebagai Shuhaib yang berbangsa Rum, ataupun Salman yang
berbangsa Persia tidak akan menyambut seruan ini. Dan tentu Abdullah bin
Salam orang Yahudi, atau Tamim ad-Dari dan Adi bin Hatim orang Nasrani tidak
masuk Islam.
Yang dirnaksud dengan di antara kamu di sini, bukanlah di antara orang Arab
saja, atau di antara Quraisy saja, melainkan lebih luas. Yaitu mengenai
manusia seluruhnya. Nabi Muhammmad diutus dalam kaiangan manusia dan
dibangkitkan di antara manusia sendiri; bukan dia Malaikat yang diutus dari
langit. Dengan sebab beliau diutus di antara manusia, maka mudahlah bagi
manusia meniru me-neladan sikap beliau.
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ
"Maka ingatlah kepadaKu, niscaya Aku akan ingat
pula kepadamu." (pangkal ayat 152).
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan ad-Dailami
dari jalan Jubair diterimanya dari ad-Dhahhak, bahwa lbnu Abbas menafsirkan
demikian: "Ingatlah kepadaKu, wahai sekalian hambaKu, dengan taat kepadaKu;
niscaya Akupun akan ingat kepadamu dengan memberimu ampun."
Dan ditambah pula tafsirnya oleh Abu Hindun ad-Dari, yang dirawikan oleh
lbnu `Asakir dari ad-Dailami, menurut sebuah hadits: "Maka barangsiapa yang
ingat akan Daku, dan diikutinya ingat itu dengan taat, maka menjadi
kewajibanlah atasKu membalas ingatnya itu dengan mengingatnya pula, dengan
jalan memberinya ampun. Dan barangsiapa yang ingat kepadKu, tetapi dia
berbuat durhaka (maksiat), Akupun akan mengingatnya pula dengan menimpakan
ancaman kepadanya."
وَ اشْكُرُوْا لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْن
"Dan bersyukurlah kepadaku, dan janganlah kamu
menjadi kufur." (ujung ayat 152).
Bersyukurlah atas nikmat-nikmat
yang Dia limpahkan, yaitu dengan jalan berterima-kasih dan mengucap syukur,
Ucapan itu bukan semata mata dengan mulut, melainkan terbukti dengan
perbuatan.
Karena suatu nikmat apabila telah disyukuri, Tuhan berjanji akan menambahnya
lagi. Dan janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih.
Tidak syukur atas nikmat adalah suatu kekufuran. Kalau nikmat yang telah
dianugerahkan Allah tidak disyukuri, mudah saja bagi Allah mencabutnya
kembali, dan menghidupkan kita di dalam gelap.
Meskipun Rasul sudah diutus, ayat sudah diberikan, al-Qura'n sudah
diwahyukan, hikmat sudah diajarkan dan kiblat sudah terang pula, semuanya
tidak akan ada artinya kalau tidak ingat kepada Allah (zikir) dan bersyukur.
Orang yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang telah ada, tidaklah akan
rnerasai nikmat Islam itu. Maka zikir dan syukur, adalah dua pegangan teguh
yang banyak diterangkan di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w.
01 02
03
04
05
06
07
08
09 10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34 35 36 37 38 39 40
To Main Menu
|