Tafsir Ayat 14 - 20

                                                                         


(14) وَ إِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَ إِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِيْنِهِمْ قَالُوْا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِؤُوْنَ
Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang ber­iman, mereka berkata : "Kami ini telah beriman", dan apabila mereka telah bersendirian dengan setan-setan mereka,mereka katakan : "Sesungguh­nya kami adalah (tetap) bersama kamu, kami ini hanyalah mengolok-olokkan mereka itu."


(15) اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَ يَمُدُّهُمْ فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
Allahlah yang akan mem­perolok-olokkan mereka dan akan memperpanjang mereka di dalam kesesatan mereka resah gelisah.


(16) أُولَئِكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ وَ مَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ
Mereka itulah orang-orang yang telah membeli kesesatan dengan petunjuk; sebab itu tidaklah berlaba perniagaan mereka dan tidaklah mereka dapat pimpinan.


(17) مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللهُ بِنُوْرِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِيْ ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُوْنَ
Perumpamaan mereka adalah laksana orang yang menyalakan api; maka tatkala api itu menerangi apa yang disekelilingnya, dihilangkan Allahlah cahaya mereka, dan Dia biarkan mereka di dalam gelap-gulita tidak melihat.


(18) صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لاَ يَرْجِعُوْنَ
Tuli, lagi bisu, lagi buta; maka tidaklah mereka (dapat) kembali.


(19) أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاء فِيْهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُوْنَ أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ واللهُ مُحِيْطٌ بِالْكافِرِيْنَ
Atau seperti hujan lebat dari langit, yang padanya ada gelap­gulita, guruh dan kilat, mereka sumbatkan jari mereka ke dalam telinga mereka dari (mendengar) suara petir, takut mati. Tetapi Allah mengepung orang-orang yang kafir.


(20) يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُم مَّشَوْا فِيْهِ وَ إِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوْا وَلَوْ شَاءْ اللهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَ أَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Nyarislah kilat itu menyambar penglihatan mereka; tiap-tiap (kilat) menerangi mereka, merekapun berjalan padanya, dan apabila telah gelap atas mereka, merekapun berhenti. Dan jikalau Allah meng­hendaki, niscaya Dia hilang­kan pendengaran mereka dan penglihatan mereka; se­sungguhnya Allah atas tiap­tiap sesuatu adalah Maha Kuasa.


                                   Nifaq II

وَ إِذَا لَقُوْا الَّذِيْنَ آمَنُوْا قَالُوْا آمَنَّا وَ إِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِيْنِهِمْ قَالُوْا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِؤُوْنَ
"Dan apabzla mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata : "Kami ini telah beriman ", dan apabila mereka telah bersendirian dengan setan-setan mereka, mereka katakan : "Sesungguhnya kami adalah (tetap) bersama kamu, kami ini hanyalah mengolok-.olokkan mereka itu. " (ayat 14).

Inilah kelanjutan dari perangai munafik bila berhadapan mulutnya manis, bila di belakang lain bicara. Apa sebab jadi begini ? Tidak lain adalah karena kelemahan jiwa , sebab itu takut menghadapi kenyataan.

Kepada orang-orang yang telah beriman mereka mengaku telah beriman, dan bila bertemu dengan teman-teman mereka yang sama-sama jadi setan, atau ketua-ketua yang telah berpikiran sebagai setan, mereka takut didakwa, mengapa telah berubah pendirian.

Mengapa telah ikut-ikut pula seperjalanan dengan orang-orang yang telah sesat itu ? Mudah saja mexeka menjawab bahwa pendirian mereka tetap, tidak berubah.

Mereka itu mencampuri orang­ orang yang telah menjadi pengikut Muhammad s.a.w itu hanya siasat saja, sebagai olok-olok. Namun pendirian yang asli, mempertahankan yang lama tidaklah mau mereka merubahnya.

Karena kalau tidak pandai kita menyesuaikan diri tentu akhirnya kita tidak dapat mengetahui rahasia lawan kita. Beginilah kira-kira susun kata mereka menjawab jika setan-setan mereka bertanya. Sedang di segala jaman jawaban yang seperti ini, dari orang yang jiwanya telah pecah, hampir sama saja, hanya susunannya berbeda sedikit-sedikit.

Mereka merasa telah menang, sebab dapat memperolok-olokkan orang yang beriman. Padahal bagaimana yang sebenarnya ?

اللهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَ يَمُدُّهُمْ فِيْ طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُوْنَ
"Allahlah yang akan memperolok-olok mereka dan akan memperpanjang mereka di dalam kesesatan, mereka resah gelisah. " (ayat 15)

Di ayat 9 tadi dikatakan bahwa mereka mencoba memperdayakan Allah dan orang yang beriman, padahal din' merekalah yang mereka perdayakan sedang mereka tidak merasa. Sekarang mereka mengaku pula bahwa orang-orang yang beriman itu mereka perolok-olokkan padahal merekalah yang telah diperolok-olokan Allah, dan merekapun tidak sadar. Yang mereka perolok-olokkan itu siapa ? Ialah orang-orang yang beriman kepada Allah, dan mempunyai seorang pemimpin besar yang disokong oleh wahyu. Sandaran mereka yang diperolok-olokkan itu ialah Allah. Orang mempunyai rencana besar, rencana langit. Itulah yang mereka permainkan.

Hasilnya bagaimana ?

Merekalah jadinya yang diperolok-olokkan Tuhan, dan kesesatan itu diperpanjang, sehingga mereka tidak sadar sama sekali. Mereka menjadi tidak tentu rebah tegak, ke hilir ke mudik tidak menentu, resah gelisah, serba salah, sebab hanya mengambil muka kesana, menarik hati ke mari.

Ketika engku-engku lebai belajar Tafsir al-Qur'an karangan al-Baidhawi yang telah ditulis dalam bahasa Melayu Kuno, kalimat Ya'mahun diartikan hundang-hundek mereka itu. Maka bertanyalah penulis "Tafsir"ini kepada ayah penulis, Syaikh Doktor Abdulkarim Amrullah apa arti yang tepat dari hundang hundek itu. Beliau menjawab: "Sebagai ulat kena kencing !" Melonjak ke sana, melonjak kemari, telah banyak yang dikerjakan, tetapi hati tidak puas, sebab hati kecil yang di dalam itupun masih bersuara terus mengakui bahwa yang dikerjakan itu memang salah, tetapi tidak mempunyai upaya buat melepaskan diri di dalamnya. Itiulah yang dimaksud dengan Allah memperpanjang mereka dalam kesesatan.

أُولَئِكَ الَّذِيْنَ اشْتَرَوُا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى
"Mereka itulah orang-orang yang telah membeli kesesatan dengan petunjuk. " (pangkal ayat 16)

Artinya, bahwa Nabi s.a.w telah datang membawakan hudan, petunjuk. Hati kecil mereka sebagai insan yang berakal mengakui bahwa petunjuk Tuhan yang dibawa Nabi itu adalah benar, tidak dapat dibantah. Tetapi karena rayuan hawa-nafsu dan perdayaan setan-setan halus dan setan kasar, terjadilah perjuangan batin.Akan ikutilah kepada petunjuk itu atau akan tetap dalam kesesatan ? Rupanya menanglah hawa-nafsu dan setan, kalahlah jiwa murni karena kelemahan din. Lalu diadakanlah pertukaran (barter); badan, petunjuk, diserahkannya kepada orang lain, dan dhalalah, kesesatan, diambilnya buat dirinya.

فَمَا رَبِحَتْ تِّجَارَتُهُمْ
"Sebab itu tidaklah berlaba perniagaan mereka. "

Awak sudah payah, resah gelisah siang dan malam "berniaga" pendirian, disangka gelas berlaba, rupanya pokok tua yang termakan.Kalau sekiranya mereka lihatlah wajah mereka dalam kaca pada waktu itu, tentu akan nampaklah kening yang telah mulai berkerut dan muka yang selalu kusut, sebab hati yang selalu gelisah. Kadang kadang timbul pertanyaan dalam hati apa hasilnya yang telah aku kerjakan. Usiaku telah habis, tenagaku telah punah, aku halangi kebenaran dalam pertumbuhannya namun dia berkembang juga, dan aku sendiri tidak tentu rebah tegaknya. Orang aku olok-olokkan dan aku cemoohkan, namun dia langsung juga, sedang aku hanya berdiri ditepi jalan. Aku rnenggonggong laksana anjing menggonggong terhadap kafilah lalu tengah malam, namun gonggonganku hilang dalam suasana malam dan. kafilah itu jalan terus.

وَ مَا كَانُوْا مُهْتَدِيْنَ
"Dan tidaklah mereka dapat pimpinan " (ujung ayat 16)

Bagaimana mereka akan dapat pimpinan ? Padahal pimpinan itulah yang mereka tentang selama ini ? Padahal Muhammad s.a.w itulah yang pimpinan. Lain dari itu tidak ada pimpinan lagi. Dan kebenaran hanya satu, di luar kebenaran adalah batil. Kalau mengelak dari pimpinan wahyu, akan mengambil juga pimpinan yang lain, yaitu pimpinan untuk terus sesat. Itulah pimpinan setan.

مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا
"Perumpamaan mereka adalah laksana orang yang menyalakan api. " (pangkal ayat 17).

Mengapa api mereka nyalakan ? Ialah karena mengharap mendapat terang dari cahaya api itu.

فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللهُ بِنُوْرِهِمْ
"Maka tatkala api itu telah menerangi apa yang disekelilingnya, dihilangkan Allahlah cahaya mereka. "

Api telah mereka nyalakan telah menggejolak naik dan yang disekelilingnya telah diberinya cahaya, tetapi mata mereka sendiri tidak melihat lagi, oleh karena telah silau oleh cahaya api itu.

وَتَرَكَهُمْ فِيْ ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُوْنَ
"Dan Dia biarkan mereka di dalam gelap gulita, tidak melihat. " (ujung ayat 17)

Alangkah tepatnya perumpamaan Tuhan ini. Mereka diumpamakan dengan orang yang membuat unggun inginkan api, mengharap nyala dan cahayanya. Artinya bahwa keinginan akan cahaya terang itu memang ada juga. Sebelum Nabi Muhammad s.a.w menyatakan Risalatnya dalam kalangan Yahudi ada pengharapan, menunggu kedatangan Nabi akhir jaman, yang mereka namai Messias. Mereka selalu membanggakan kepada orang Arab Madinah bahwa Taurat ada menyebutkan bahwa mereka akan kedatatigan Nabi lagi. Sekarang Nabi itu telah datang, atau api telah menyala. Api yang telah lama mereka harapkan. Tetapi setelah api menyala, yang di sekelilingnya mendapat terang.

Arab Madinah yang dahulunya dihinakan oleh Yahudi, dikatakan orang-orang Ummi, orang-orang yang tidak cerdas, telah menyambut nyala api itu dengan segala suka­cita dan mereka telah mendapat cahayanya dan nyalanya. Tetapi orang­orang Yahudi itu kehilangan cahaya itu, walaupun api unggun ada di hadapan rumah mereka sendiri. Bertambah nyala api itu, mereka bertambah gelap-gulita dan tidak melihat apa-apa.

Mengapa setelah unggun menyalakan api, mereka jadi gelap-gulita dan mata mereka menjadi silau ? Datang jawabnya pada ayat yang berikut:

صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ
"Tuli, lagi bisu, lagi buta. "(pangkal ayat 18)

Meskipun telinga mendengar, mulut dan mata bisa melihat, tetapi kalau panca indera yang lahir itu telah putus hubungannya dengan batin, samalah artinya dengan tuli, bisu dan buta. Mengapa mereka menjadi tuli, bisu dan buta ? Batin mereka telah ditutup oleh suatu pendirian salah yang telah ditetapkan, intisari agama Yahudi ajaran asli Nabi Musa a. s. telah hilang, dan yang tinggal hanya bingkai dan bangkai. Mereka bertahan pada huruf-huruf, tetapi mereka tidak perduli lagi pada isinya. Mereka menyangka mereka lebih di dalam segala hal, padahal karena menyangka lebih itulah mereka menjadi serba kurang.

لاَ يَرْجِعُوْنَ
"Maka tidaklah mereka (dapat) kembali lagi. " (ujung ayat 18)

Sebab langkah salah yang telah dimulai dari bermula telah membawa mereka masuk jurang. Apabila kendaraan telah menuju masuk jurang, tidak ada lagi kekuatan yang sanggup mengembalikannya ke tempat yang datar. Tujuannya sudah pasti ialah kehancuran.

Di ayat ini dimisalkan laksana orang yang menghidupkan api mengharapkan nyala dan cahayanya. Tetapi ada lagi yang seperti mengharapkan hujan turun, agar mendapat kesuburan :

أَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاء فِيْهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ
"Atau seperti hujan lebat dari langit, yang padanya ada gelap gulita, guruh dan kilat. " (pangkal ayat 19)

Hujan artinya ialah kesuburan sesudah kering, kemakrnuran sesudah kemarau. Peladang-peladang telah lama sekali menunggu hujan turun, agar sawah ladang mereka memberikan hasil yang lebih baik kembali,tetapi hujan lebat itu datangnya adalah dengan dahsyat; pertama langit jadi gelap oleh tebalnya awan dan mendung. Setelah awan itu sangat berat, lebih dahulu akan terdengarlah guruh dan petir, dan kilatpun sambung menyambung; ngeri rasanya.

يَجْعَلُوْنَ أَصَابِعَهُمْ فِيْ آذَانِهِمْ مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ
"Mereka sumbatkan jari jari mereka ke dalam telinga mereka dari (mendengar) suara petir, karena takut mati ".

Mereka mengharapkan hujan turun, tetapi mereka takut oleh mendung gelapnya, takut suara guruhnya dan cahaya kilat, dan petirnya yang sambung-menyambung di udara. Padahal tiap-tiap hujan lebat sebagai penutup kemarau panjang, mestilah diiringi oleh gelap, guruh kilat dan petir. Kebenaran Ilahi akan tegak di alam. Kebenaran itu adalah laksana hujan. Untuk mengelu-elukan datangnya mestilah gelap dahulu. Yang menggelapkan itu bukan kutuk laknat, tetapi kar ena bumi itu dilindungi oleh air yang akan turun. Dan guruh berbunyi mendayu dan menggarang, artinya peringatan-peringatan yang keras sering dengan kedatangan hidayat Ilahi.

Suara Rasul s.a.w akan keras laksana guruh membanteras adat lama pusaka usang, taqlid dan berkeras mempertahankan pusaka nenek-moyang . Kadang-kadang memancar kilatan api kemurkaan dan ancaman. Siapa yang mengikut kebenaran, mari ke mari, iringkan daku menuju surga. Tetapi siapa yang menentang, sengsaralah yang menunggunya dan neraka. Bila kehendak Tuhan akan ditegakkan, semua orang wajib patuh.

Pangkat dan kebesaran dunia, kekayaan yang berlimpah-limpah tidaklah akan menolong. Yang mulia disisi Allah hanyalah orang yang takwa. 'Tuhan tidak menghitung berapa penghasilanmu sebulan, berapa orang gajianmu, berapa bidang tanahmu. Tuhan hanya menghitung amalmu.

Pendirian yang palsu tidak laku lagi, yang laku hanyalah ikhlas. Harta dunia dan anak yang selama ini menjadi kebanggaan bagimu, kalau dirimu tidak engkau sediakan untuk menjunjung tinggi kehendak Allah, maka semuanya itu akan menjadi fitnah bagimu. Engkau akan kembali ke Tuhan, engkau akan dibangkitkan kembali sesudah mati dan akan diperhitungkan amalmu selama hidup. Di akhirat harta kekayaan duniamu tidaklah akan menolong. Dan tidak ada orang yang akan membelamu. Pembelaan hanyalah amalan sendiri.

Perkataan seperti ini adalah gelap bagi orang yang bertahan pada kemegahan dunia, meskipun bagi orang mukmin membawa gembira, sebab hujan pasti turun. Perkataan seperti ini bagi orang yang memang bertahan pada kebatilan memang laksana guruh yang bunyinya menakutkan, atau laksana kilat dan petir yang memancarkan api.

Oleh karena takutnya mereka kepada penghantar-panghantar hujan itu, tidaklah mereka gembira menunggu hujan, tetapi mereka tutup lubang telinga dengan jari, sepaya guruh dan petir itu jangan terdengar, sebab semua itu mereka pandang ancaman maut bagi mereka. Mereka takut mati, mereka tidak mau bercerai dengan kehidupan lama yang mereka pegang teguh itu. Mereka tidak mau berpisah dengan benda yang mereka junjung sebagai penjunjung'Iuhan.

Sebagai tersebut dalam Surat at-Taubah ayat 24, barang siapa yang benar-benar mengharapkan petunjuk Allah, hendaklah sanggup menanggalkan cinta dari ayah, ibu, anak, istri, kawan, saudara, keluarga, harta, perniagaan karena takut rugi, rumah tempat tinggal, dan bulatkan cinta kepada Allah dan Rasul. Kalau tidak mau begitu, maka awaslah, karena hukum'Tuhan pasti datang. Niscaya orang yang munafik takut mendengar ayat ini. Niscaya mereka sumbatkan jari mereka ke dalam telinga supaya jangan mendengar perkataan demikian. Mereka pandang itu laksana petir; mereka takut mati.

واللهُ مُحِيْطٌ بِالْكافِرِيْنَ
"Tetapi Allah mengepung orang-orang yang kafir. " (ujung ayat 19).

Allah mengepung mereka dari segala penjuru. Ainal mafarr ? Kemana mereka akan lari ?

يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ
"Nyarislah kilat itu menyambar penglihatan mereka. " (pangkal ayat 20).

Oleh karena mereka meraba-raba di dalam gelap, terutama kegelapan jiwa, maka kilat yang sambung-menyambung yang mereka takuti itu nyarislah membawa celaka mereka sendiri. Demikianlah, bagi orang mukmin kilat itu tidak apa-apa. Mereka tahan melihat guruhnya dan melihat pancaran apinya yang hebat itu, tetapi si munafik menjadi kebingungan karena tidak tentu jalan yang akan ditempuh.

كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُم مَّشَوْا فِيْ
'Tiap-tiap kilat menerangi mereka, merekapun berjalan padanya. "

Mereka angsur melangkah ke muka selangkah, tetapi takut tidak juga hilang :

وَ إِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوْ
"Dan apabila telah gelap atas mereka, merekapun berhenti. "

Perjalanan tidak diteruskan lagi, karena mereka hanya meraba-raba dan merumbu­rumbu, sebab pelita yang terang tidak ada di dalam dada mereka, yaitu pelita iman.

وَلَوْ شَاءْ اللهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَ أَبْصَارِهِمْ
"Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia hilangkan pendengaran mereka dan penglihatan mereka. "

Artinya, sia-sia penglihatan dan pendengaran yang masih ada pada mereka, mudah sajalah bagi Allah menghilangkannya sama sekali, sehingga tamatlah riwayat hidup mereka di dalam kekufuran dan kesesatan, tersebab daripada sikap jiwa yang pada mulanya ragu-ragu, lalu mengambil jalan yang salah, lalu kepadaman suluh :

إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu, adalah Maha Kuasa. " (ujung ayat 20).

Sebab itu berlindunglah kepadaNya dari bahaya yang demikian. Ada beberapa kesan yang kita dapat setelah kita renungkan ayat­ ayat ini. Dengan 20 buah ayat permulaan al-Baqarah diberikanlah jawaban atas permohonan kita kepada °Tuhan agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan orang yang diberi nikmat, jangan jalan yang dimurkai dan jalan yang sesat.

Pada 5 ayat yang pertama dari Surat ini digariskan jalan bahagia yang akan ditempuh mencari petunjuk dengan takwa dan iman. Tuhan menjamin, asal jalan itu ditempuh, pastilah tercapai apa yang dimohonkan kepadaNya. Kemudian dua ayat berikutnya ayat 6 dan ayat 7 diterangkan nasib orang yang ditutup Allah hati mereka, karena sikap jiwa yang menolak. Tetapi mulai dari ayat 8 sampai ayat 20 diterangkanlah jiwa yang ragu, pribadi yang pecah, munafik, lain di mulut lain di hati, yang rnenjadikan hidup terkatung-katung tak tentu rebah tegak.

Menjadi kafir betul, sudahlah dapat diatasi, dan sudah terang bahwa itu adalah lawan. Tetapi yang sakit sekali ialah kafir dengan topeng Islam, sampai-sampai 12 ayat Tuhan menguraikan jiwa yang demikian.

Maka bukanlah maksud ayat menceritakan keadaan munafik Yahudi dan munafik Arab Madinah itu hanya sekedar cerita, tetapi untuk menj adi cermin perbandingan bagi kita, umat Muhammad s. a. w bagi mengoreksi dan memeriksa keadaan jiwa kita sendiri, sebagai pepatah ahli Tasauf


"Hitunglah dirimu, sebelum kamu dihitung. "

Jangan kita dengan mudah menuduh orang lain munafik, tetapi perhatikanlah pada jiwa kita sendiri, kalau-kalau penyakit ini ada pada. kita entah sedikit entah banyak. Tafakkurlah kita memikirkan bahwa seorang Muslim yang besar, Saiyidina Umarbin Khathab (Ridha Allah terlimpah kiranya kepadanya), yang selalu bertanya kepada seorang sahabat lagi yang alim tentang penyakit-penyakit jiwa manusia yaitu Huzaifahbin al-Yaman : "Huzaifah ! Beritahu aku, mungkin padaku ada sifat-sifat munafik yang aku sendiri tidak sadar."

Siapa Umar ? dan siapa kita ?

Satu kesan lagi yang kita dapat ialah bahwa berbeda dengan di Mekkah, di Madinah masyarakatnya tidak ada kesatuan pimpinan. Ada 2 golongan yaitu Yahudi dan Arab penduduk asli. Yahudinya pecah, karena semuanya merasa diri berhak terkemuka, sebab itu sebagai tersebut dalam Surat al-Hasyr (Surat 59 ayat 14) : "Engkau sangka mereka bersatu, tetapi hati mereka pecah-belah."Dan sebagai kebiasaan Yahudi, yang penting bagi mereka hanya satu, yaitu memegang kendali ekonomi. Memberi pinjaman uang dengan riba kepada penduduk Arab dan menanam pengaruh.

Di kalangan Arab sendiri ada yang penuh nafsu hendak menjadi pemimpin, yaitu Abdullah bin Ubai. Tetapi moralnya yang bejat menurunkan namanya. Menurut Tafsir, celaan keras atas orang yang menyuruh hamba sahayanya perempuan melacurkan diri dan dia memungut sewanya yang tersebut dalam Surat an-Nur. (Surat 24), yang dituju adalah Abdullah bin Ubai.

Sebab itu sudahlah dapat dimengerti kalau pimpinan Rasulullah disambut dengan bersemangat oleh golongan terbesar penduduk Arab Madinah. Maka timbulnya kemunafikan ialah karena tidak dapat lagi melawan secara berterang-terang, sebagai dilakukan orang di Mekkah, sebab pimpinan di Mekkah masih di tangan musyrikin.


01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21  22  23 24 25 26 27 28 29  To Main Menu