(62) إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ الَّذِيْنَ
هَادُوْا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِيْنَ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ
الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْ
Sesungguhnyaorang-orangyang beriman dan orang-orang yang jadi Yahudi dan
Nasrani dan Shabi'in, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian dan beramal yang shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran di sisi
Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka, dan tidak ada ketakutan
atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka-cita.
(63) وَ إِذْ أَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَ
رَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّوْرَ خُذُوْا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ وَ
اذْكُرُوْا مَا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Dan
(ingatlah) tatkala telah Kami ambil perjanjian dengan kamu, dan telah Kami
angkatkan gunung di atas kamu; Peganglah apa yang telah Kami berikan kepada
kamu dengan sungguh-sungguh, dan ingatlah olehmu apa yang ada di dalamnya,
supaya kamu semuanya takwa.
(64) ثُمَّ تَوَلَّيْتُم مِّنْ بَعْدِ ذَلِكَ
فَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَتُهُ لَكُنْتُم مِّنَ
الْخَاسِرِيْنَ
Kemudian kamupun berpaling sesudah
itu. Maka kalau bukanlah karunia Allah dan belas-kasihanNya atas kamu,
sesungguhnyalah telah jadilah kamu dari orang-orang yang merugi.
(65) وَ لَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ
اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً
خَاسِئِيْنَ
Dan sesungguhnya telah Kami ketahui orang-orang yang
melanggar perintah pada hari Sabtu, maka Kami firmankan : Jadilah kamu
kera-kera yang dibenci !
(66) فَجَعَلْنَاهَا نَكَالاً لِّمَا بَيْنَ
يَدَيْهَا وَ مَا خَلْفَهَا وَ مَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْن
Maka Kami jadikanlah dianya sebagai suatu teladan bagi mereka yang semasa
dengan nya dan bagi yang dibelakangnya, dan pengajaran bagi orangorang
yang bertakwa.
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا
"Sesungguhnya orang-orang yang
beriman. " (pangkal ayat 62).
Yang dimaksud dengan orang beriman di sini ialah orang yang memeluk agama
Islam; yang telah menyatakan percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w dan akan
tetaplah menjadi pengikutnya sampai Hari Kiamat :
وَ الَّذِيْنَ هَادُوْا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِيْنَ
"Dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabi'in ",
yaitu tiga golongan beragama yang percaya juga kepada Tuhan tetapi telah
dikenal dengan nama-nama yang demikian,
مَنْ آمَنَ بِاللهِ
"barangsiapa yang beriman kepada Allah".
Yaitu yang mengaku adanya Allah Yang Maha Esa, dengan sebenar-benar
pengakuan, mengikut suruhanNya clan menghentikan laranganNya
وَ الْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً
"dan Hari Kemudian dan beramal yang shalih, "
yaitu Hari Akhirat, kepercayaan yang telah tertanam kepada Tuhan dan Hari
Kemudian itu, mereka buktikan pula dengan mempertinggi mutu diri mereka.
فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ
"Maka untuk mereka adalah ganjaran di sisi Tuhan mereka:
Inilah janjian yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang
dalam agama yang mana mereka hidup, atau merek apa yang diletakkan kepada
diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala
di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shahih yang telah mereka
kerjakan itu.
وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْ
"Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan
berdukacita. " (ujung ayat 62).
Di dalam ayat ini terdapatlah nama dari empat golongan:
1. Orang yang beriman.
2. Orang-orang yang jadi Yahudi.
3. Orang-orang Nasrani.
4. Orang-orang Shabi'in.
Golongan pertama, yang disebut orang-orang yang telah beriman,
ialah orang-orang yang telah terlebih dahulu menyatakan percaya kepada
segala ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w yaitu mereka-mereka yang
telah berjuang karena imannya, berdiri rapat di sekelilling Rasul s. a.w
sama-sama menegakkan ajaran agama seketika beliau hidup. Di dalam ayat ini
mereka dimasukkan dalam kedudukan yang pertama dan utama.
Yang kedua ialah orang-orang yang jadi Yahudi, atau pemeluk
agama Yahudi. Sebagaimana kita ketahui, nama Yahudi itu dibangsakan atau
diambil dari nama Yahuda, yaitu anak tertua atau anak tertua dari Nabi
Ya'qub a. s. . Oleh sebab itu merekapun disebut juga Bani Israil. Dengan
jalan demikian, maka nama agama Yahudi lebih merupakan agama "keluarga"
daripada agama untuk manusia pada umumnya.
Yang ketiga, yaitu Nashara, dan lebih banyak lagi disebut
Nasrani. Dibangsakan kepada desa tempat Nabi Isa al-Masih dilahirkan, yaitu
Desa Nazaret (dalam bahasa Tbrani) atau Nashirah (dalam bahasa Arab).
Menurut riwayat Ibnu Jarir, Qatadah berpendapat bahwa Nasrani itu memang
diambil dari nama Desa Nashirah.
Ibnu Abbas pun menafsirkan demikian.
Yang keempat Shabi'in; kalau menurut asal arti kata maknanya,
ialah orang yang keluar dari agamanya yang asal, dan masuk ke dalam agama
lain, sama juga dengan arti asalnya ialah murtad. Sebab itu ketika Nabi
Muhammad mencela-cela agama nenek-moyangnya yang menyembah berhala , lalu
menegakkan paham Tauhid, oleh orang Quraisy , Nabi Muhammad s.a.w itu
dituduh telah shabi' dari agama nenek-moyangnya.
Menurut riwayat ahli-ahli tafsir, golongan Shabi'in itu memanglah satu
golongan dari orang-orang yang pada mulanya memeluk agama Nasrani, lalu
mendirikan agama sendiri. Menurut penyelidikan, mereka masih berpegang teguh
pada cinta-kasih ajaran al-Masih, tetapi disamping merekapun mulai menyembah
Malaikat. Kata setengah orang pula, mereka percaya akan pengaruh bintang
bintang. Ini menunjukan pula bahwa agama menyembah bintang bintang pusaka
Yunani mempengaruhi pula perkembangan Shabi'in ini.
Di jaman sekarang penganut Shabi'in masih terdapat sisa-sisanya di negeri
Irak. Mereka menjadi warga negara yang baik dalam Republik Irak.
Di dalam ayat ini dikumpulkanlah keempat golongan ini menjadi satu. Bahwa
mereka semuanya tidak merasai ketakutan dan duka-cita asal saja mereka sudi
beriman kepada Allah dan Hari Akhirat golongan itu diikuti oleh amal yang
shalih. Dan keempat-empat lalu iman kepada Allah dan Hari Akhirat itu akan
mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka.
Ayat ini adalah suatu tuntunan bagi menegakkan jiwa, untuk seluruh orang
yang percaya kepada Allah. Baik dia bernama mukmin, atau muslim pemeluk
Agama Islam, yang telah mengakui kerasulan Muhammad s.a.w atau orang Yahudi,
Nasrani dan Shabi'in. Disini kita bertemu syarat yang mutlak.
Syarat pertama iman kepada Allah dan Hari Pembalasan, sebagai inti ajaran
dari sekalian agama. Syarat pertama itu belum cukup kalau belum dipenuhi
dengan syarat yang kedua, yaitu beramal yang shalih, atau berbuat
pekerjaan-pekerjaan yang baik, yang berfaedah dan bermanfaat baik untuk diri
sendiri ataupun untuk masyarakat. Mafhum atau sebaliknya dari yang tertulis
adalah demikian : "Meskipun dia telah mengakui beriman kepada Allah
(golongan pertama), mengaku beriman mulutnya kepada Nabi Muhammad, maka
kalau iman itu tidak dibuktikannya dengan amalnya yang shalih, tidak ada
pekerjaannya yang utama, tidaklah akan diberikan ganjaran oleh Tuhan."
Demikian juga orang Yahudi, walaupun mulutnya telah mengakui dirinya Yahudi,
penganut ajaran Taurat, padahal tidak diikutinya dengan syarat pertama iman
sungguh-sungguh kepada Allah dan Hari Akhirat, dan tidak dibuktikannya
dengan amal yang shalih, perbuatan yang baik, berfaedah dan bermanfaat bagi
peri-kemanusiaan, tidaklah dia akan mendapat ganjaran dari Tuhan.
Begitu juga orang Nasrani dan Shabi'in. hendaklah pengakuan bahwa diri orang
nasrani atau Shabiin itu dijadikan kenyataan dalam perbuatan yang baik. Iman
kepada Allah dan Hari Akhirat ! Inilah pokok pertama, sehingga pengakuan
beriman yang pertama bagi orang Islam, pengakuan Yahudi bagi orang Yahudi,
pengakuan Nasrani bagi orang Nasrani, pengakuan Shabi'in bagi pemeluk
Shabi'in, belumlah sama sekali berarti apa-apa sebelum dijadikan kesadaran
dan kenyakinan dan diikuti dengan amal yang shalih.
Beriman kepada Allah niscaya menyebabkan iman pula kepada segala wahyu yang
diturunkan Allah kepada RasulNya; tidak membeda-bedakan di antara satu Rasul
dengan Rasul yang lain, percaya kepada keempat kitab yang diturunkan.
Di dalam sejarah Rasul s.a.w berjumpalah hal ini. Abu Bakar, Umar, Usman,
Ali dan sahabat-sahabat yang utama, telah lebih dahulu menyatakan iman.
Kemudian baik seketika masih di Mekkah atau setelah berpindah ke Madinah,
menyatakan iman pula beberapa orang Yahudi, sebagai Abdullah bin Salam, Ubai
bin Ka'ab dan lain-lain. Orang-orang Nasranipun menyatakan pula iman kepada
Allah dan Hari Akhirat yang diikuti dengan amal yang shalih, seumpama Tamim
ad-Dari, Adi bin Hatim atau Kaisar Habsyi (Negus) sendiri dan beberapa lagi
yang lain. Cuma yang tidak terdengar riwayatnya ialah orang Shabi'in.
Salman al-Farisipun berpindah dari agama Majusi, lalu memeluk Nasrani dan
kernudian menyatakan iman kepada Allah dan Hari Akhirat dan mengikutinya
dengan amal yang shalih. Maka semua orang-orang yang telah menyatakan iman
dan mengikuti dengan bukti ini, hilanglah dari mereka rasa takut, cemas dan
dukacita.
Apa sebab ?
Apabila orang telah berkumpul dalam suasana
iman, dengan sendirinya sengketa akan hilang dan kebenaran akan dapat
dicapai. Yang menimbulkan cemas dan takut di dalam dunia ini ialah apabila
pengakuan hanya dalam mulut, aku mukmin, aku Yahudi, aku Nasrani, aku
Shabi'in, tetapi tidak pernah diamalkan.
Maka terjadilah perkelahian karena agama telah menjadi golongan, bukan lagi
dakwah kebenaran. Yang betul hanya aku saja, orang lain salah belaka. Orang
tadinya mengharap agama akan membawa ketentraman bagi jiwa, namun
kenyataannya hanyalah membawa onar dan peperangan, kerena masing-masing
pemeluk agama itu tidak ada yang beramal dengan amalan yang baik, hanya amal
mau menang sendiri.
Kesan pertama yang dibawa oleh ayat ini ialah perdamaian dan hidup
berdampingan secara damai di antara pemeluk sekalian agama dalam dunia ini.
Janganlah hanya semata-mata mengaku Islam, Yahudi atau Nasrani atau
Shabi'in, pengakuan yang hanya di lidah dan karena keturunan. Lalu marah
kepada orang kalau dituduh kafir, padahal Iman kepada Allah dan Hari Akhirat
tidak dipupuk, dan amal shalih yang berfaedah tidak dikerjakan.
Kalau pemeluk sekalian agama telah bertindak
zahir dan batin di dalam kehidupan menurut syarat-syarat itu tidaklah akan
ada silang sengketa di dunia ini tersebab agama. Tidak akan ada fanatik
buta, sikap benci dan dendam kepada pemeluk agama yang lain.
Nabi Muhammad sendiri
meninggalkan contoh teladan yang amat baik dalam pergaulan antara agama.
Beliau bertetangga dengan orang Yahudi, lalu beliau beramal-shalih terhadap
mereka. Pernah beliau menyembelih binatang ternaknya, lalu disuruhnya
lekas-lekas antarkan sebagian daging sembelihannya itu ke rumah tetangganya
orang Yahudi.
Seketika datang utusan Najran Nasrani menghadap beliau ke Madinah, seketika
utusan-utusan itu hendak menghadap di waktu yang ditentukan, semuanya
memakai pakaian-pakaian kebesaran agama mereka sebagaimana yang kita lihat
pada pendeta-pendeta Katholik sekarang ini , sehingga mereka terlalu terikat
dengan protokol-protokol yang memberatkan dan kurang bebas berkata-kata,
lalu beliau suruh tanggalkan saja pakaian itu dan mari bercakap lebih bebas.
Yahudi dan Nasrani itu beliau ucapkan dengan kata hormat: "Ya Ahlal
Kitab " : Wahai orang-orang yang telah menerima Kitab-kitab Suci.
Dalam kehidupan kita di jaman modern pun begitu pula. Timbul rasa cemas di
dalam hidup apabila telah ada di antara pemeluk agama yang fanatik. Yang
kadang-kadang saking fanatiknya, maka imannya bertukar dengan cemburu:
"Orang yang tidak seagama dengan kita, adalah musuh kita. "Dan ada lagi yang
bersikap agresif., menyerang, menghina, dan menyiarkan propaganda agama
mereka dan kepercayaan yang tidak sesuai ke dalam daerah negeri yang telah
memeluk suatu agama.
Ayat ini sudah jelas menganjurkan persatuan agama, jangan agama
dipertahankan sebagai suatu golongan, melainkan hendaklah selalu menyiapkan
jiwa mencari dengan otak dingin, manakala dia hakikat kebenaran. Iman kepada
Allah dan Hari Akhirat, diikuti oleh amal yang shalih.
Kita tidak akan bertemu suatu ayat yang begini penuh dengan toleransi dan
lapang dada, hanyalah dalam al-Qur'an ! Suatu hal yang amat perlu dalam
dunia modern. Kalau nafsu loba manusia di jaman modern telah menyebabkan
timbul perang-perang besar dan senjatasenjata pemusnah, maka kaum agama
hendaklah mencipta perdamaian dengan mencari dasar kepercayaan kepada Allah
dan Hari Akhirat, serta membuktikannya dengan amal yang shalih. Bukan amal
merusak.
Kerapkali menjadi kemusykilan bagi orang yang membaca ayat ini, karena
disebut yang pertama sekali ialah orang-orang yang telah beriman.
Kemudiannya baru disusuli dengan Yahudi, Nasrani dan Shabi'in. Setelah itu
disebutkan bahwa semuanya akan diberi ganjaran oleh Tuhan, apabila mereka
beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, lalu beramal yang shalih. Mengapa
orang yang beriman diisyaratkan beriman lagi ?
Setengah ahli tafsir mengatakan, bahwa yang dimaksud di sini barulah iman
pengakuan saja. Misalnya mereka telah mengucapkan Dua Kalimat Syahadat,
mereka telah mengaku dengan mulut, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah. Tetapi pangakuan itu baru pengakuan saja,
belum diikuti oleh amalan, belum mengerjakan Rukun Islam yang lima perkara.
Maka iman mereka itu masih sama saja dengan iman Yahudi, nasrani dan
Shabi'in. Apatah lagi orang Islam peta bumi saja atau Islam turunan. Maka
Islam yang semacam itu masih sama saja dengan Yahudi, Nasrani dan Shabi'in.
Barulah keempatnya itu berkumpul menjadi satu, apabila semuanya
memperbaharui iman kembali kepada Allah dan Hari Akhirat, serta mengikutinya
dengan perbuatan dan pelaksanaan.
Apabila telah bersatu mencari kebenaran dan kepercayaan, maka pemeluk segala
agama itu akhir kelaknya pasti bertemu pada satu titik kebenaran. Ciri yang
khas dan titik kebenaran itu ialah menyerah diri dengan penuh keikhlasan
kepada Allah yang Satu, itulah Tauhid, itulah Ikhlas, dan itulah Islam! Maka
dengan demikian, orang yang telah memeluk Islam sendiripun hendaklah menjadi
Islam yang sebenarnya.
Untuk lebih dipahamkan lagi maksud ayat ini, hendaklah kita perhatikan
beberapa banyaknya orang-arang yang tadinya memeluk Yahudi atau Nasran'z di
jaman modern ini, lalu pindah ke Islam. Mereka yang memeluk Tslam itu bukan
sembarang orang, bukan orang awam. Seumpama Leopold Weiss, seorang wartawan
dan pengarang ternama dari Austria; dahulunya dia beragama Yahudi, lalu
masuk Islam. Pengetahuannya tentang Islam, pandangan hidup dan keyakinannya
ditulisnya dalarn berbagai buku. Di antara buku yang ditulisnya itu terpaksa
ke dalam bahasa Arab, untuk diketahui oleh orang-orang Islam sendiri di
negeri Arab, yang telah Islam sejak turun temurun.
Bahkan di waktu dia menyatakan pendapatnya tentang Dajjal di dalam suatu
majelis yang dihadiri oleh Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh
Abdullah bin Bulaihid, maka beliau ini telah menyatakan kagumnya dan
mengakui kebenarannya. Namanya setelah Islam ialah Mohammad Asad.
Pada bulan Mei 1966 seorang ahli ruang angkasa Amerika Serikat bernama Dr.
Clark telah menyatakan dirinya masuk Islam, lalu memakai nama Dr. Ibrahim
Clark. Apa yang menarik hatinya memeluk Islam, kebetulan setelah dia tiba di
Indonesia pula ? Ialah sebagai seorang ahli ruang angkasa dia bergaul dengan
beberapa sarjana Indonesia, beliau mendapat suatu pendirian hidup yang baru
dikenalnya, yang tidak didapatnya di Barat. Yaitu bahwa sarjana-sarjana
beragama Islam itu, yang berkecimpung di dalam bidangnya masing masing,
selalu berpadu satu antara pendapat akal dan ilmu (Science)nya dengan
kejiwaan.
Kesan inilah yang memikat minatnya untuk menyelami Islam, sehingga
bertemulah dia dengan hakikat yang sebenarnya; memang begitulah ajaran
Islam. Akhirnya dengan segenap kesadaran hati, dia memilih Islam sebagai
agamanya dengan meninggalkan agama Kristen (Protestan).
Dalam minggu pertama dalam bulan Mei itu juga datang lagi seorang sarjana
perempuan bangsa Austria, pergi beri'tikaf ke dalam Masjid Agung A1 Azhar
selama tiga hari tiga malam sambil berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
moga-moga tercapai1ah perdamaian di dunia ini, dan berdamailah kiranya
perang Vietnam. Dia bersembahyang dengan khusyunya dan dia mengatakan bahwa
dia telah memeluk Islam sejak sejak 7 tahun, dan telah tujuh kali
mengerjakan puasa Ramadhan. Namanya Dr. Barbara Ployer.
Kita kemukakan ketiga contoh ini disamping beratus-ratus contoh yang lain
seperti Malcolm X, Negro dari Amerika dan lain-lain di seluruh perjuangan
dunia ini.
Menurut sabda Nabi s.a.w kepada sahabat beliau Amr bin al-Ash, seketika
beliau ini yang tadinya amat benci kepada Nabi s.a.w., lalu masuk Islam dan
meminta maaf kepada beliau atas kesalahan kesalahan yang telah lalu Nabi
s.a.w telah bersabda kepadanya: "Hai Amr, Islam itu menghapuskan dosa-dosa
yang telah lalu."Artinya, mulai dia memeluk Islam itu, habislah segala
kesalahan yang lama, dimulailah hidup baru.
Kalau setelah mereka memeluk Islam, mereka melanjutkan studi mereka, dan
mereka perdalam iman kepada Allah dan Rasul, mereka insafi akan hari
Akhirat, lalu mereka ikuti dengan amal yang shalih, niscaya tinggilah
martabat mereka di sisi Tuhan daripada orang-orang yang Islam sejak kecil,
Islam karena keturunan, tetapi tidak tahu dan tidak mau tahu hakikat Islam.
Tidak menyelidiki terus-menerus dan tidak memperdalam.
Telah bertahun-tahun penulis ini mencoba mencari tafsir dari ayat ini, namun
hasilnya belumlah memuaskan hati penafsir sendiri, apatah lagi yang
mendengarkannya. Tetapi setelah bertemu suatu riwayat yang dibawakan oleh
Ibnu Abi Hatim daripada Salman al- Farisi, barulah terasa puas dan tafsir
yang telah kita tafsirkan ini adalah berdasarkan kepada riwayat itu.
"Telah meriwayatkan lbnu Abi Hatim daripada Salman, berkata Salman
bahwasanya aku telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w dari hal
pemeluk-pemeluk agama yang telah pernah aku masuki, lalu aku uraikan kepada
beliau bagaimana cara sembahyang mereka masing masing dan cara ibadah
mereka masing-masing. Lalu aku minta kepada beliau manakah yang benar. Maka
beliau jawablah pertanyaanku itu dengan ayat: Innalladzina amanu wal-ladzina
hadu dan seterusnya itu."
Artinya ialah bahwa berlainan cara sembahyang atau cara ibadah adalah hal
lumrah bagi berbagai-ragam pemeluk agama, karena syari'at berubah sebab
perubahan jaman. Tetapi manusia tidak boleh membeku disatu tempat, dengan
tidak mau menambah penyelidikannya, sehingga bertemu dengan hakikat yang
sejati, lalu menyerah kepada Tuhan dengan sebulat hati. Menyerah dengan hati
puas. Itulah dia Islam.
Lantaran itu tidaklah penulis tafsir ini dapat menerima saja suatu
keterangan yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang mereka
terima dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini telah mansukh, tidak berlaku lagi.
Sebab dia telah dinasikhkan oleh ayat 58 daripada Surat Ali- Imran yang
berbunyi :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ ديناً فَلَنْ يُقْبَلَ
مِنْهُ وَ هُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخاسِرين
"Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi Agama,
sekalikali tidaklah akan diterima daripadanya. Dan dia di Hari Akhirat akan
termasuk orang-orang yang rugi. " (Ali Imran 85).
Ayat ini bukanlah menghapuskan (nasikh) ayat yang sedang kita tafsirkan ini
melainkan memperkuatnya. Sebab hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dari
Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada firmanNya, segala
RasulNya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad
s.a.w dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih.
Kalau dikatakan bahwa ayat ini dinasikhkan oleh ayat 85 Surat Ali- Imran
itu, yang akan tumbuh ialah fanatik, mengakui diri Islam, walaupun tidak
pernah mengamalkannya. Dan surga itu hanya dijamin untuk kita saja. Tetapi
kalau kita pahamkan bahwa di antara kedua ayat ini adalah
lengkap-melengkapi, maka pintu dakwah senantiasa terbuka, dan kedudukan
Islam tetap menjadi agama fithrah, tetapi dalam kemurniannya, sesuai dengan
jiwa asli manusia.
Nabi s.a.w menegaskan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim
daripada Abu Musa al-Asy'ari:
"Berkata Rasullah
s.a.w. : Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah
mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari umat sekarang ini. Yahudi, dan
tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan
masuklah dia ke dalam neraka. "
Dengan Hadits ini jelaslah bahwa kedatangan Nabi Muhammad s.a.w sebagai
penutup sekalian Nabi (Khatamul-Anbiyaa) membawa al-Qur'an sebagai penutup
sekalian wahyu, bahwa kesatuan umat manusia dengan kesatuan ajaran Allah
digenap dan disempurnakan. Dan kedatangan Islam bukanlah sebagai musuh dari
Yahudi dan tidak dari Nasrani, melainkan melanjutkan ajaran yang belum
selesai.
Maka orang yang mengaku beriman kepada Allah, pasti tidak menolak kedatangan
Nabi dan Rasul penutup itu dan tidak pula menolak wahyu yang dia bawa.
Yahudi dan Nasrani sudah sepatutnya terlebih dahulu percaya kepada kerasulan
Muhammad apabila keterangan tentang diri beliau telah mereka terima. Dan
dengan demikian mereka namanya telah benar-benar menyerah (Muslim) kepada
Tuhan. Tetapi kalau keterangan telah sampai, namun mereka menolak juga,
niscaya nerakalah tempat mereka kelak. Sebab iman mereka kepada Allah tidak
sempurna, mereka rnenolak kebenaran seorang daripada Nabi Allah.
Janganlah orang mengira bahwa ancaman masuk neraka itu suatu paksaan di
dunia ini, karena itu adalah bergantung kepada kepercayaan. Dan neraka
bukanlah lobang-lobang api yang disediakan di dunia ini bagi siapa yang
tidak mau masuk Islam, sebagaimana yang disediakan oleh Dzi Nuwas Raja
Yahudi di Yaman Selatan, yang memaksa penduduk Najran memeluk agama Yahudi,
padahal mereka telah memegang agama Tauhid, lalu digalikan lobang (Ukhdud)
dan diunggunkan api di dalamnya dan dibakar orang-orang yang ingkar itu,
sampai 20.000 orang banyaknya.
Neraka adalah ancaman di hari Akhirat esok, karena menolak kebenaran.
Agama Islam telah berkembang luas selarna 14 abad, tetapi pihak kepala
gereja-gereja Yahudi dan Nasrani sendiri berusaha besar besaran menghambat
perhatian pemeluknya terhadap Nabi Muhammad s. a.w dan Agama Islam, membuat
berbagai kata bohong, lalu dinamai Ilmiah, sehingga terjadilah batas jurang
yang dalam di antara mereka dengan Islam, dan selalu menggangap bahwa Islam
itu musuhnya. Padahal Islam selalu membahasakan mereka dengan hormat, yaitu
Ahlul Kitab - pemegang kitab-kitab suci; dan kedatangan mereka senantiasa
ditunggu. Bukan dengan paksaan, sebagaimana kelak akan dijelaskan di dalam
ayat 256 Surat al-Baqarah ini. (Permulaan Juz 3), melainkan dengan pikiran
jernih dan akal yang terbuka.**
Dengan sebab itu pula maka Bani Israil dengan rentetan ayat ayat ini tidak
terlepas dari seruan dakwah, agar mereka berpikir.
وَ إِذْ
أَخَذْنَا مِيْثَاقَكُمْ وَ رَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّوْرَ خُذُوْا مَا
آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ
"Dan (ingatlah tatkala telah Kami ambil perjanjiun dengan
kamu, dan telah Kami angkatkan gunung diatas kamu: Peganglah apa yang telah
Kami berikan kepada kamu dengan sungguh-sungguh ". (pangkal ayat 63).
Diperingatkan lagi janji yang
telah diikat di antara mereka dengan Tuhan bahwa mereka akan beriman kepada
Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan dan tidak membuat berhala, hormat
kepada kedua ibu-bapak, jangan berzina dan mencuri. Lalu diangkatkan gunung
ke atas kepala mereka. Setengah ahli Tafsir mengatakan bahwa benarbenar
gunung itu diangkat. Tetapi setengah penafsiran lagi menolak penafsiran
demikian. Karena Allah Maha Kuasa berbuat dernikian, dan itu tidak mustahil
bagi Allah; namun yang begitu adalah berisi paksaan. Tentu saja paksaan
begitu akan hilang bekasnya kalau gunung itu tidak terangkat lagi. Tetapi
ayat yang lain, yaitu ayat 170 dari Surat al A'raf (Surat 7), memberikan
kejelasan apa arti gunung diangkat di atas mereka itu.
وَ إِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ
فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَ ظَنُّوا أَنَّهُ واقِعٌ بِهِمْ خُذُوا ما
آتَيْناكُمْ بِقُوَّةٍ وَ اذْكُرُوا ما فيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan (ingatlah) tatkala Kami angkatgunung itu di atas mereka,
seakanakan suatu penudung dan mereka sangka bahwa dia akan jatuh ke atas
mereka : Ambillah apa yang Kami datangkan kamu, dan ingatlah apa yang ada
padanya, supaya kamu terpelihara. " ( al-A'raf: 171)
Ayat ini telah menafsirkan ayat yang tengah kita perkatakan ini. Yaitu bahwa
mereka berdiam di dekat gunung yang tinggi, yang selalu mereka lihat
seakan-akan menudungi mereka dan sewaktu-waktu rasa rasakan jatuh juga
menimpa mereka. Mungkin dari gunung itu selalulah menguap asap, tandanya dia
berapi. Menjadi peringatan kepada mereka, demikianpun kepada kita umat
manusia yang tinggal di lereng-lereng gunung berapi, bahwa ancaman Allah
selalu ada. Sebab itu peganglah agama yang didatangkan Allah dengan teguh.
Ketahuilah bahwa alam ini selalu mempunyai rahasia-rahasia dan pesawat, yang
setiap waktu dapat menghancurkan manusia :
وَ اذْكُرُوْا مَا فِيْهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Dan ingatlah kamu apa yang ada di dalamnya. "Yaitu
syari'at yang tersebut di dalam Kitab Taurat itu; "supaya kamu semuanya
takwa." (ujung ayat 63).
Yakni terpelihara dari bahaya.
Pendeknya, asal betul-betul kamu pegang isi Taurat, pastilah tidak akan ada
selisihmu dengan ajaran Muhammad s.a.w ini. Peganglah apa yang Kami berikan
kepadamu itu dengan sungguhsungguh, dengan bersemangat dan dengan
hati-hati. Jangan sebagai menggenggam bara panas, terasa hangat dilepaskan.
Pegang benarbenar dari hati sanubari, jangan hanya pegangan mulut. Ingat
baikbaik apa yang tertulis di dalamnya; jangan hanya mengaku beragama,
padahal isi agama tidak diamalkan. Dengan demikian barulah ada faedahnya
beragama. Barulah mereka akan menjadi orang yang terpelihara atau orang yang
takwa.
Ayat ini bagi kaum Muslimin yang telah 14 abad lamanya berjarak dengan
Rasulullah s.a.w pun dapatlah diambil bandingan. Jangan kita sebagai Bani
Israil di jaman Muhammad s.a.w mendakwakan diri pengikut Musa, tetapi isi
kitab Musa tidak dipegang sungguh sungguh. Ada janji dengan Tuhan, tetapi
janji itu tidak ditepati. Bukankah kitapun pernah jatuh hina sehingga tanah
air kaum Muslimin dijajah oleh bangsa lain, karena kita tidak lagi memegang
isi al-Qur'an dengan sungguh-sungguh. Sehingga ada orang yang lancang
menuduh bahwa kemunduran hidup kita adalah karena kita masih saja memegang
agama kita. Padahal setelah dia tidak kita pegang sungguh-sungguh lagi baru
kita jatuh hina.
Ayat ini dilanjutkan kepada Bani Israil :
ثُمَّ تَوَلَّيْتُم مِّنْ بَعْدِ ذَلِكَ
"Kemudian kamupun berpaling sesudah itu. " (pangkal ayat 64).
Janjimu dengan Tuhan telah
kamu lupakan. Kesungguhan telah kamu ganti dengan main-main. Agama hanya
menjadi permainan mulut, tidak berurat ke hati.
فَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَتُهُ لَكُنْتُم
مِّنَ الْخَاسِرِيْنَ
Maka kalau bukan karena karunia Allah dan belaskasihanNya
atas kamu, sesungguhnya telah jadilah kamu dari orang-orang yang merugi.
"(ujung ayat 64).
Belas-kasihan dan karunia Tuhanlah yang menyebabkan kamu masih ada sekarang,
masih ada anak-cucu yang akan melanjutkan keturunan. Kalau tidak sudah
lamalah kamu hancur.Maka selama kamu sebagai anak-cucu masih ada, keadaan
yang telah hancur karena kesia-siaan nenek moyangmu itu masih dapat kamu
perbaiki. Yaitu dengan mengakui kebenaran yang dibawa oleh Muhammad s.a.w .
Sejarah berjalan terus. Undang-undang Tuhan berlaku terus buat umat manusia.
Di saat kini kaum Bani Israil itu telah dapat mendirikan kembali Kerajaannya
di tengah-tengah Tanah Arab, di Palestina yang telah dipunyai oleh orang
Arab Islam sejak 1.400 tahun, dan beratus ratus tahun sebelum itu telah
dikuasai negeri itu oleh orang Romawi dan Yunani.
Sudah lebih dari 2.000 tahun tidak lagi orang Yahudi mempunyai negeri
itu.Tetapi dengan uang dan pengaruh, mereka menguasai pendapat dunia untuk
tidak mengakui negeri Islam itu. Tujuh Negara Arab, hanya satu yang tidak
resmi negara Islam, yaitu Negara Libanon. Ketujuh Negara Islam itu kalah
berperang dengan mereka (1948), dan langsung juga negeri Israel berdiri.
Maka setelah ditanyai orang kepada Presiden negeri Mesir, (ketika itu
Republik Arab Persatuan) Jamal Abdel Nasser, apa sebab tujuh Negara Arab
dapat kalah oleh satu negara Israel, Nasser menjawab : "kami kalah ialah
karena kami pecah jadi tujuh, sedang mereka hanya satu."
Pada Tahun 1948, peperangan hebat di antara orang Islam Arab dengan Yahudi
itu, yang menyebabkan kekalahan Arab, negara-negara Arab baru tujuh buah.
Kemudian, tengah buku "Tafsir Al-Azhar"ini masih dalam cetakan yang pertama
(Juni 1967), Negara Arab tidak lagi tujuh, melainkan telah menjadi tiga
belas. Waktu itu sekali lagi Israel mengadakan serbuan besar-besaran.
Sehingga dalam enam hari saja lumpuhlah kekuatan Arab Islam, hancur segenap
kekuatannya. Beratus buah pesawat terbang kepunyaan Republik Arab Mesir
dihancurkan sebelum sempat naik ke udara. Belum pernah negerinegeri Arab
khususnya dan umat Islam umumnya menderita kekalahan sebesar ini, walaupun
dibandingkan dengan masuknya tentara kaum Salib dari Eropa, sampai dapat
mendirikan Kerajaan Palestina Kristen selama 92 tahun, sepuluh abad yang
lalu.
Maka dikaji oranglah apa sebab sampai demikian ?
Setengah orang mengatakan karena persenjataan Israel lebih lengkap, dan
lebih modern. Setengah orang mengatakan bahwa bantuan dari negara-negara
Barat terlalu besar kepada Israel, sedang Republik Arab Mesir sangat
mengharap bantuan Rusia. Tetapi di saat datangnya penyerangan besar Israel
itu, tidak datang bantuan Rusia itu.
Setengahnya mengatakan bahwa Amerika dan Rusia menasihati RepublikArab Mesir
agar jangan menyerang lebih dahulu; kalau sudah diserang baru membalas.
Tetapi Israellah yang memang menyerang lebih dahulu, sedang pihak Arab telah
taat kepada anjuran Rusia dan Amerika itu.
Tetapi segala analisa itu tidaklah kena mengena akan jadi sebab musabab
kekalahan. Kalau dikatakan persenjataan Israel lebih lengkap, senjata
Republik Arab Mesir tidak kurang lengkapnya. Kalau bukan lengkap
persenjataan Mesir, tentu Presiden Jamal Abdel Nasser dan
terompet-terompetnya di radio tidak akan berani mengatakan bahwa kalau
mereka telah menyerang Israel pagi-pagi, sore harinya mereka sudah bisa
menduduki Tel Aviv.
Kalau dikatakan bahwa orang Yahudi Israel itu lebih cerdas dan pintar, maka
sejarah dunia sejak jaman Romawi sampai jaman Arab menunjukkan bahwa bangsa
yang lebih cerdas kerapkali dapat dikalahkan oleh yang masih belum cerdas.
Bangsa Jerman yang waktu itu masih biadab, telah dapat mengalahkan Romawi.
Bangsa Arab yang dikatakan belum cerdas waktu itu, telah dapat menaklukkan
Kerajaan Romawi dan Persia.
Sebab yang utama bukan itu. Yang terang ialah karena orang Arab khususnya
dan orang Islam umumnya telah lama meninggalkan senjata batin yang jadi
sumber dari kekuatannya. Orang-orang Arab yang berperang menangkis serangan
Israel atau ingin merebut Palestina sebelum tahun 1967 itu, tidak lagi
menyebut-nyebut Islam. Islam telah mereka tukar dengan
Nasionalisme.Jahiliyah, atau Sosialisme ilmiah ala Marx.
Bagaimana akan menang orang Arab yang sumber kekuatannya ialah imannya, lalu
meninggalkan iman itu, malahan barangsiapa yang masih mempertahankan
ideologi Islam, dituduh Reaksioner. Nama Nabi Muhammmad sebagai pemimpin dan
pembangun dari bangsa Arab telah lama ditinggalkan, lalu ditonjolkan nama
Karl Marx, seorang Yahudi.
Jadi untuk melawan Yahudi mereka buangkan pemimpin mereka sendiri, dan
mereka kemukakan pemimpin Yahudi. Dalam pada itu kesatuan akidah kaum
Muslimin telah dikucar kacirkan oleh ideologi-ideologi lain, terutama
mementingkan bangsa sendiri. Sehingga dengan tidak bertimbang-rasa, di
Indonesia sendiri, di saat orang Arab bersedih karena kekalahan, Negara
Republik Indonesia yang penduduknya 90% pemeluk Islam, tidaklah mengirimkan
utusan pemerintah buat mengobat hati negara-negara itu, melainkan mengundang
Kaisar Haile Selassie, seorang Kaisar Kristen yang berjuang dengan gigihnya
menghapuskan Islam dari Negaranya.
Ahli-ahli Pikir Islam modern telah sampai kepada kesimpulan bahwasanya
Palestina dan Tanah Suci Baitul-Maqdis , tidaklah akan dapat diambil kembali
dari rampasan Yahudi (Zionis) itu, sebelum orang Arab khususnya clan
orang-orang Islam seluruh dunia umumnya, mengembalikan pangkalan pikirannya
kepada Islam. Sebab, baik Yahudi dengan Zionisnya, atau negara-negara
Kapitalis dengan Christianismenya, yang membantu dengan moril dan materil
berdirinya Negara Islam itu, keduanya bergabung jadi satu melanjutkan Perang
Salib secara modern, bukan untuk menantang Arab karena dia Arab, melainkan
menantang Arab karena dia Islam.
وَ لَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِيْنَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي
السَّبْتِ
"Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang
melanggar perintah pada hari Sabtu. " (pangkal ayat 65).
Diperingatkan lagi bagaimana sekumpulan Bani Israil melanggar perintah
memuliakan hari Sabtu. Memuliakan hari Sabtu, istirahat bekerja pada hari
itu dan sediakan diri buat beribadat. Memuliakan hari Sabtu adalah salah
satu janji mereka dengan Tuhan. Tetapi mereka mencari helah, memutar hukum
dengan cerdik sekali. Kata setengah ahli tafsir, kejadian ini ialah di danau
Thabriah, kata setengah di Ailah dan kata setengah di Madiyan.
Di manapun tempat kejadian
tidaklah penting, sebab perangai begini bisa saja terjadi di mana-mana
karena hendak menghelah-helah (memutar-mutar) hukum.Menurut ahli tafsir
mereka tinggal di tepi pantai. Mereka dilarang mengail atau memukat di hari
Sabtu. Segala pekerjaan mesti dihentikan di hari itu. Mereka dapat akal
buruk; mereka pasang lukah hari Jum'at petang hari, lalu mereka bangkitkan
pada hari Ahad pagi. Sabtu itu sangat banyak ikan keluar. Rupanya ikan sudah
mempunyai naluri bahwa mereka tidak akan dipancing dan dipukat pada hari
Sabtu.
Mereka merasa bangga sebab telah dapat mempermainkan Allah. Tetapi mereka
tidak tahu bahwa mereka telah celaka besar lantaran itu.
فَقُلْنَا لَهُمْ كُوْنُوْا قِرَدَةً خَاسِئِيْنَ
"Maka Kami firmankan : ,jadilah kamu kera-kera yang dibenci "
(ujung ayat 65).
Berkata pula ahli tafsir, mereka dikutuk Tuhan sehingga menjadi kera atau
jadi beruk semua. Kata setengah penafsir pula, ada yang jadi babi. Kata
setengah penafsir pula, ada yang jadi keledai. Tetapi kalau kita lanjutkan
merenungkan ayat itu, jika mereka dikutuk Tuhan menjadi kera, monyet, beruk
atau babi dan keledai, bukan berarti bahwa mesti mereka bertukar bulu,
berubah rupa. Tetapi perangai merekalah yang telah berubah menjadi perangai
binatang. Rupa, masih rupa manusia, tetapi perangai, perangai beruk, adalah
lebih hina daripada disumpah menjadi beruk Iangsung. Sebab kalau beruk
berperangai beruk, tidaklah heran dan bukanlah azab. Yang azab ialah jika
manusia berperangai beruk. Orang tidak benci kepada beruk berperangai beruk,
yang orang benci ialah manusia beruk.
Adakah anda pernah melihat "orang jadi beruk". Seorang Mubaligh Islam di
Minangkabau, saudara Duski Samad pernah membuat misal : "Beruk tua terpaut".
Kebiasaan di Minangkabau orang menurunkan buah kelapa dengan mempergunakan
beruk. Setelah beruk itu tua, dipautkan dia oleh empunya di sudut rumah. Apa
kerjanya ? Akan disuruh memanjat kembali, dia tidak kuat lagi. Dan dia belum
juga mati. Maka kerjanya setiap hari hanya mencabuti bulunya sendiri,
sehingga tinggal kulit licin seperti baju kaos. Tiap orang yang lalu-lintas,
walau orang itu Engku Imam atau Engku Lebai sekalipun, selalu dicibirkannya.
Kalau diberi makanan, cepat sekali disambutnya. Kalau tidak diberi dia
menjijir. Berapapun diberikan, disambutnya, meskipun perutnya telah kenyang.
Namun makanan itu disimpannya terus dalam lehernya sampai gembung, dan dia
masih saja meminta.
فَجَعَلْنَاهَا نَكَالاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَ مَا
خَلْفَهَا
"Maka Kami jadikanlah dianya sebagai suatu teladan bagi mereka
yang semasa dengannya dan bagi yang di belakangnya. " (pangkal ayat 66).
Itulah orang-orang yang merasa bangga karena telah banyak mendapat
keuntungan, tetapi tidak insaf bahwa mereka telah tersisih dari masyarakat
manusia yang berbudi. Yang mereka ingat hanya keunturgan sebentar itu saja.
Budi mereka menjadi kasar. Semua orang yang berakal budi dan memegang agama
dengan baik, tidak mau lagi mendekati mereka. Sebab perangai orang yang
demikian tidak ubahnya dengan kera dan beruk. Kawan sendiripun kalau dapat
dimakannya akan dimakannya juga. Diisinya lehernya banyak-banyak dan
penuhpenuh dengan persediaan makanan walaupun bentuk hidupnya sudah
menjemukan dan mernbencikan orang. Ini menjadi pengajaran bagi umat yang
hidup di jaman mereka, dan menjadi pengajaran juga bagi umat yang datang di
belakang, sebab dimana-mana jika ada orang yang demikian, tidak ubahnya
mereka dengan beruk dan kera, menjemukan dan menimbulkan muak.
وَ مَوْعِظَةً لِّلْمُتَّقِيْن
"Dan pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa. "(ujung ayat
66).
Karena bagi orang yang
bertakwa biarlah sedikit mendapat, asal halal. Asal jangan menghelah-helah
agama dengan cerdik beruk.
Sebab itu maka penafsir ini tidaklah berpegang pada setengah ahli tafsir
yang menafsirkan bahwa mereka disumpah Tuhan, sehingga langsung bertukar
jadi beruk, jalan dengan kaki empat, gigi berganti dengan saing. Tetapi
lebih hebatlah azab itu; tubuh tetap tubuh manusia tetapi perangai sudah
menjadi perangai beruk dan kera. Dia datang berkelompok-kelompok ke ladang
orang. Bukan saja hasil ladang itu dimakannya sekenyang perut sampai
berlebih dalam lehernya, tetapi batang-batang pisang, ketela, jagung yang
bertemu mereka rusakkan dan patahkan. Sesudah hasil mereka ambil, dasar yang
tinggal mereka rusakkan pula, sehingga tidak bisa tumbuh lagi. Kalau dikejar
merekapun lari, dan dari tempat jauh mereka menjijir dan mencibir kepada
orang-orang yang mengejarnya.
Mereka lari dan hilang bersembunyi ke hutan dengan perut kenyang dengan
harta dicuri, lehernya gembung menyimpan makanan yang dirampok, dan orang
yang empunya kebun tinggallah mengutuk dan menyumpah, karena mereka
ditinggalkan dengan dua kerugian; kerugian hasil ladangnya yang dirampas dan
kerugian bekas yang telah hancur rusak, padahal sudah berbulan-bulan
dipelihara karena mengharapkan hasilnya. Bukankah perangai beruk itu
menimbulkan benci ?
Ada beberapa riwayat penafsiran tentang Bani Israil yang dikutuk Tuhan
menjadi kera atau monyat itu.
Menurut riwayat dari Ibnu Ishak, Ibnu Jarir dan Ibnu Abbas, semua mereka itu
dikutuk sehingga berubah rupa menjadi monyet. Tetapi setelah mereka menjadi
monyet itu, mereka tidak bisa makan dan tidak bisa minum, sehingga tidak
sampai tiga hari sesudah perubahan rupa itu, merekapun mati semua.
Satu riwayat pula dari Ibnul Mundzir, katanya dari Ibnu Abbas juga, bahwa
segala monyet dan segala babi yang ada sekarang ini adalah keturunan mereka.
Tetapi pada riwayat Ibnu Mundzir yang diterimanya dari al-Hasan ini,
keturunan mereka terputus. Sebab itu menurut pendapat al-Hasan ini, kera dan
babi yang ada sekarang tidaklah dari keturunan mereka.
Di dalam riwayat yang lain dari Ibnu Mundzir juga disertai riwayat dari
Ibnul Abi Hatim, yang mereka terima dari Mujahid : "Yang disumpah Tuhan
sehingga menjadi kera dan monyet itu ialah hati mereka, bukan badan
mereka."Kejadian ini adalah sebagai suatu perumpamaan sebagaimana tersebut
dalam ayat :
كَمَثَلِ الْحِمارِ يَحْمِلُ
"Laksana keledai memikul kitab-kitab." ( al-Jum'ah :
5)
Maka penafsiran mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir inilah yang
lebih dekat kepada faham saya sebagai penafsiran sekarang ini.
01 02 03
04
05 06
07 08
09 10 11
12
13
14
15
16
17
18 19
20
21
22
23 24
25
26
27
28
29
To Main Menu |