Tafsir Suroh Al-Mu'minun ayat 118
 
                                                                           

                                                         

(118) وَ قُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمينَ َ

Katakanlah (hai UtusanKu): Tuhanku! Beri ampunlah dan curahkanlah kasihMu, dan Engkau adalah
lebih baik dari sekalian orang yang pengasih.,


Rahmat Ilahi Mengatasi Segala-galanya

Pada penutup Surat ini, datanglah suruhan Tuhan kepada UtusanNye agar dibukanya inti kaji yang sebenamya, dengan berupa permohonan kepada Tuhan.

Surat ini diberi nama "AI-Mu'minun", sejak dari awal sampai ke ujung membicarakan tentang alat perjuangan kaum yang percaya.

Sebab itu tidaklah heran jika di akhir Surat dibukakan rahasia yang se­benamya. Yaitu bahwasanya ampunan dan kasih Tuhan melebihi dari segala­galanya. Jika pun Tuhan mengancam akan menyiksa, namun pintu ampun dan kasih masih tetap terbuka. Dan lagi orang yang beriman, betapa pun ancaman siksa karena dosanya, imannya kepada Tuhan menyebabkan dia selalu men­dekati Tuhan juga.
Sebab kasih Tuhan melebihi dari kasihnya segala yang mendakwakan kasih.

Segala kasih makhluk sesama makhluk selalu mengandung pengharapan keuntungan diri sendiri, namun kasih Tuhan meliputi juga kepada orang durhaka kepadaNya.

Anugerah sinar matahari di kala terbitnya sama dirasai oleh orang yang abid yang fasik! , Apabila seorang yang `ashi berbuat durhaka, yang dipergunakannya mencari jalan ialah akal pemberian Tuhan juga.

Sejahat-jahat jalan yang ditempuh oleh seseorang hamba, namun di sudut hati sanubarinya masih berkelap-kelip pelita hudan, petunjuk dari kebenaran. Satu waktu pelita itu akan menyinari kembali hidup makhluk yang sesat itu, lalu , ia taubat. Maka apabila ia telah taubat pintu Rahmat terbukalah selebar­lebamya. Tersebut dalam sebuah Hadis Qudsi:

"Sesungguhnya RahmatKu adalah mengatasi akan murkaKu."

Sekarang tanyailah akan dirimu sendiri hai Mu'min. Betapa kiranya engkau menyambut kasih-sayang dan ampun Tuhan yang telah dibukanya dengan lebar itu? Tidakkah engkau merasa malu?

Ayat-ayat seperti inilah yang selalu memberikan pandangan hidup yang amat lain bagi ahli-ahli Shufi yang besar, sehingga Rabi'ah Adawiyah tidak ingin bersuami lagi, sebab setelah merasai ampun dan kasih-sayang Tuhan, ingatannya tidak ada kepada yang lain lagi. Dia tak mau kasihnya terbagi. 

Ayat-ayat seperti inilah yang memberi ilham kepada ahli-ahli tashawuf sehingga dia bermunajat: "Aku pulang kembali kepadaMu, Tuhanku! Engkau pemah menjanjikan bahwa orang yang kaya pada pandanganMu ialah yang kaya dengan amalnya yang shalih. Orang itulah yang akan diterima kelak di hadapan hadhratMu! Aku mengakui kemiskinanku, ya Tuhan! Namun aku akan datang juga ke bawah cerpu telapak kakiMu mengharap kasih! Aku pun percaya bahwa orang yang miskin hina-dina semacamku ini, tidaklah Engkau akan sampai hati menolaknya dari MajlisMu."

Berkata Maulana Jalaluddin Rumi, dalam suatu gubahan syair mem­bayangkan sambutan Tuhan atas taubat hambaNya demikian:

"Marilah ke mari, marilah ke mari!

Sebab engkau tidaklah akan mendapat teman yang laksana Aku. Cobalah cari manakah seorang pencipta yang menyerupai Aku dalam ujud ini.

Marilah ke mari! Marilah ke mari!

Janganlah kau habiskan jua umurmu dalam ragu-ragu. Engkau adalah laksana lembah yang kering; Aku hujan! Engkau adalah laksana kota yang telah runtuh;

Akulah pembangunan!

Kalau tidaklah ada pengabdian insan atasKu. Tidaklah mereka akan merasai bahagia. Pengabdian adalah mathlak matahari Kebahagiaan..."

Kalau seorang Mu'min telah sampai di tingkat cinta, timbullah Ubudiyah, yakni pengabdian diri kepada llahi, bukan karena semata takut masuk neraka atau semata harap akan masuk syurga. Maka berkatalah seorang Shufi:

"Aku telah mencoba memasuki pintu Tuhan dari segala pintu, aku terpaksa mundur karena kulihat terlalu banyak orang berdesak-desak di hadapannya. Lalu aku masuk dari satu pintu. yaitu pintu Ubudiyah. Di sanalah aku segera diterima masuk."

Ayat-ayat seperti ini pulalah yang menyebabkan Imam Syafi'i yang ter­kenal juga sebagai pujangga penyair di samping Mujtahid dan pembangun Mazhab yang besar. dengan segala kerendahan hati dan airmata berlinang beliau pernah bersyair:                                        

                                          

                                                                                

 "Tuhanku! Orang yang semacamku ini tidaklah layak masuk FirdausMu. Dan diri yang lemah dha'if ini, tidakpun kuat menderita api neraka jahim. Sebab itu kurniakanlah kepadaku taubat dan ampunilah dosa-dosaku. Karena Engkau adalah Pemberi ampun dosa, betapa pun besamya."

Dengan menumpang kepada segala doa dan munajat orang-orang besar yang telah menikmati rasa cinta Tuhan itu, mengharapkan ridha dan kumia­Nya, selesailah penafsiran Surat al-Mu'minun, dengan penuh keinsafan bahwa sekedar itulah rahasia yang baru dapat digali oleh Penafsir, dan insaf bahwa masih banyak lagi rahasia lain yang masih tersembunyi, untuk diberikan Tuhan kepada Penafsir yang lain pula. Amin.


01   02   03   04   05   06   07   08   09  10   11  12  13  14  15   16  17  18  19  20  21

Back to main page    >>>>