Tafsir Surat Al-Mu'minun Ayat 45-50
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
 

(45) ثُمَّ أَرْسَلْنا مُوسى‏ وَ أَخاهُ هارُونَ بِآياتِنا وَ سُلْطانٍ مُبينٍ َ
Kemudian itu Kami utus pula Musa dan saudaranya Harun, dengan tanda-tanda kebesaran Kami dan dengan kekuasaan yang nyata.


(46) إِلى‏ فِرْعَوْنَ وَ مَلَإِهِ فَاسْتَكْبَرُوا وَ كانُوا قَوْماً عالينَ َ
Kepada Fir'aun dan pembesar­pembesar kerajaannya. Lalu mereka menyombongkan diri dan mereka itu adalah kaum yang merasa diri tinggi.


(47) فَقالُوا أَنُؤْمِنُ لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنا وَ قَوْمُهُما لَنا عابِدُونَ َ
Mereka berkata: Apakah kita akan beriman kepada dua manusia sebagai kita juga, sedangkan kaum mereka adalah budak-budak kita?


(48) فَكَذَّبُوهُما فَكانُوا مِنَ الْمُهْلَكينَ َ
Lalu mereka dustakan kedua Rasul itu, maka jadilah mereka orang-orang yang dibinasakan.


(49) وَ لَقَدْ آتَيْنا مُوسَى الْكِتابَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ َ
Padahal sesungguhnya telah Kami turunkan kepada Musa se­buah Kitab (Taurat), supaya mereka mendapat pimpinan.


(50) وَ جَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَ أُمَّهُ آيَةً وَ آوَيْناهُما إِلى‏ رَبْوَةٍ ذاتِ قَرارٍ وَ مَعينٍ َ
Dan Kami jadikan pula anak Maryam dan ibunya menjadi tanda dari Kebesaran Kami dan Kami beri mereka perlindungan di satu tanah yang tinggi letak­nya lagi rata dan bermata-air.
 


Musa Dan Harun Menghadapi Fir'aun

Jika dahulu Nabi-nabi sebagai Nuh, Hud dan Shalih telah berhadapan langsung dengan kaumnya sendiri dan mendapat perlakuan yang sama dari pihak kaum itu masing-masing, maka tugas yang terpikul di atas pundak Nabi Musa dan saudaranya Harun adalah lipat-ganda lebih berat dari itu. Musa dan Harun memikul dua tugas yang berat. Tugas pertama ialah membebaskan kaum mereka, Bani Israil dari perbudakan dan tindasan Fir'aun dan penguasa ­penguasa kerajaannya. Tugas kedua ialah menghadapi raja itu sendiri.

Amatlah susah membebaskan fikiran suatu kaum yang sudah beratus tahun biasa jiwanya tertekan. Mereka ini harus diisi terlebih dahulu dengan Tauhid yang sempurna, barulah mereka akan sadar kepada harga.diri. Kalau tidak, niscaya mereka akan terus menyerah saja kepada nasib dan berjiwa budak, menuhankan manusia, takut kepada segala orang berpangkat. Kaum ini sangat menghajatkan kedatangan pemimpin yang berjiwa besar. Mereka ini tidak akan dapat dibebaskan kalau pimpinan yang membimbing mereka tidak gagah berani menghadapi Fir'aun itu sendiri. Fir'aun yang selama ini dituhankan orang, bahkan mengakui pula bahwa dia memang tuhan.

Di samping Fir'aun besar adalah lagi berpuluh-puluh Fir'aun kecil, yang menjilat ke atas, menekan ke bawah. Itulah "Al-malauu" tadi. Orang-orang inilah yang berusaha siang malam "memberhalakan" Fir'aun. Membuat khabar-khabar penting dan be­ranting, memuja-muja Fir'aun, memanjakan Fir'aun. Si Fir'aun merasa dirinya tuhan, si "Orang Besar" menuhankan Fir'aun.

Keduanya sokong-menyokong, angkat-mengangkat. Bertambah mendekat kepada Seri Baginda, bertambah naiklah pangkat dan kedudukan, bertambah jauh dari rakyat banyak. Ke­mewahan dan kesenangan hidup orang besar-besar itu telah membelenggu mereka sehingga tidak dapat membebaskan diri lagi. Padahal hidup hanya ber­gantung kepada belas kasihan Seri Baginda. Dalam sebentar waktu, asal baginda berkenan bintang bisa terang. Tetapi kalau baginda murka, sebentar waktu saja bisa hancur lebih jatuh, sebab itu dada berdebar terus; bertartibah berdekat bertambah merasa diri dalam bahaya, meskipun senang kelihatan oleh orang lain. Akan menjauh takut pula, takut akan hilang jaminan hidup. Sebab yang jauh dari Seri Baginda hidupnya melarat, dan kalau bebas berfikir selalu dicemburui. Baginda pun tahu kalau orang-orang ini tidak ada baginda tidak dapat berbuat apa-apa. Dia manusia sebagai orang-orang itu juga. Dia sendiri dalam hati sanubarinya tahu benar bahwa dia bukan Tuhan, tetapi rakyat banyak yang melarat itu tidaklah dapat diatur dan diperitah dalam tetap taat setia, kalau baginda tidak dikatakan tuhan, dituhankan, diberhalakan.

Ke dalam suasana demikian Musa dan Harun diutus Tuhan.
Maka tidaklah heran jika mulai saja Musa membawa seruan kepada mereka, seketika pulang kembali ke Mesir dari perjalanan membuang din ke negeri Madyan, sambutan kepadanya dilakukan dengan sikap angkuh clan sombong. "Adakah kita akan percaya kepada dua orang manusia, bukan Tuhan dan bukan Malaikat, bukan dewa, tetapi manusia? Sedangkan raja kita Fir'aun adalah putera dari Dewi Izis dan Ratu Matahari (Orizis). Dan meskipun keduanya manusia seperti kita manusianya ialah manusia kelas rendah pula. Dia dan Bani Israil, keturunan Ya'kub, yang telah beratus tahun menumpang di negeri kita, menjadi budak pelayan kita. Orang dari keturunan inikah yang akan mengajari kita?"

Dengan tegas clan terang mereka menolak kerasulan Musa dan Harun dan dengan tegang dan keras pula Musa menegakkan tugas sucinya, dengan mengemukakan mu'jizat alamat kebesaran Tuhan, namun mereka tidak juga mau tunduk, hingga akhirnya mereka dibinasakan. (Tenggelam dalam lautan Qulzum seketika mengejar Musa dan Harun yang menyeberangkan kaum Nabi Israil ke negeri asal mereka).

Setelah selesai tugas melawan Fir'aun, dengan segenap "Malau" (orang besar dan segala alat kerajaannya itu), dan dapat Bani Israil diseberangkan ke bumi asalnya, ke seberang laut Qulzum, akan menuju Palestina, Musa men dapat tugas yang baru pula, sambungan daripada tugas yang lama, yaitu mem­beri tuntunan jiwa ummat yang telah dibebaskan itu. Tugas yang baru ini lebih berat pula daripada tugas yang lama.

Setelah selesai tugas melawan Fir'aun, dengan segenap Mangisian jiwa. Sebab kemerdekaan politik belum tentu sebenar-benarnya kemerdekaan, se­belum kikis habis jiwa budak yang telah diwarisi beratus-ratus tahun turun temurun. Sehingga mencapai kemerdekaan, masih saja kelihatan kesan jiwa budak.

Untuk itulah tugas kedua Nabi Musa, mengisi jiwa ummatnya dengan Tauhid dan peraturan pergaulan hidup dan kemasyarakatan. Itulah Wahyu Tuhan yang diterimanya sebagai Kitab, yang bernama "Taurat".

Nabi Isa Almasih Dan Ibunya
Akhirnya dalam ayat 50 itu, disebutkan pulalah Nabi Isa dan ibunya. Kedatangannya menjadi tanda bukti dari Kekuasaan dan Kesanggupan Tuhan. Dia dilahirkan oleh seorang Anak Dara yang suci, yang terdidik sejak mulai lahir ke dunia dalam suasana kesucian. Dari anak dara itulah Isa Almasih lahir ke dunia, tidak dengan perantaraan Bapak. Untuk membuktikan bagi isi alam bahwa yang mengatur hukum "sebab akibat" menurut hitungan filsafat buatan manusia itu, adalah Tuhan sendiri. Sekali waktu Tuhan pun sanggup me­nunjukkan kuasa mengubah kebiasaanNya yang kita namai "sebab akibaf" menurut yang biasa kita lihat itu.

Di samping sebab akibat taksiran kita, ada lagi berjuta-juta sebab akibat lain, yang Tuhan memegang kunci rahasianya. Maka dilahirkan seorang putera yang suci dari seorang dara yang suci. Itulah Isa anak Maryam dan ibunya sendiri, Maryam. Diberi keduanya tempat perlindungan yang selamat aman, tinggi letaknya dan rata tanahnya, cukup mata-air yang memancarkan air yang jernih untuk minuman mereka, sampai kelak putera itu besar dan dewasa untuk menyampaikan seruan Ilahi kepada kaumnya. Itu yang dinamai Rabwah.

Jika Musa dan Harun bertugas menghadapi Fir'aun dan kelas berkuasa kerajaannya kemudian mengajar kaumnya sendiri sesudah pembebasan, maka kewajiban Isa Almasih dan tugasnya berat lagi. Yang dihadapinya ialah ke turunan Israil yang telah diseberangkan Musa dari Mesir itu. Kaum yang mem­banggakan diri dengan ajarannya yang lampau, tetapi telah membeku karena kenangan dan tidak sanggup mencipta karya baru. Dan jika datang Nabi baru menyambung usaha Nabi yang dahulu, mereka dustakan Nabi itu. Mereka masih saja membangga bahwa mereka ummat pilihan Tuhan, padahal negeri mereka telah kehilangan kemerdekaan samasekali, karena penjajahan bangsa asing (Romawi).

Tugas Isa Almasih lebih berat karena sebagian kaumnya itu menuduhnya penjahat dan perusuh, tetapi setengahnya lagi, setelah dia pulang kembali ke hadhirat Tuhannya, sepeninggalnya, orang mengangkatnya pula menjadi Tuhan atau anak Tuhan, atau sebagian dari Tuhan yang disusun dari tiga unsur, baru lengkap jadi satu.

Memang berat tugas Nabi-nabi itu. Itulah yang diingatkan dalam ayat-ayat ini diterangkan pula perangai manusia menghadapi seruan suci, dengan keingkaran dan keangkuhannya, dengan kesombongan dan kemewahannya. Namun setiap pendukung cita Nabi itu, tidaklah boleh menghentikan tangan­nya dan usahanya, menyampaikan seruan kebenaran Tuhan, sampai cerai nyawa dengan badan.


01   02   03   04   05   06   07   08   09  10   11  12  13  14  15   16  17  18  19  20  21

BACK MAIN PAGE  .>>>>