قَدْ أَفْلَحَ
الْمُؤْمِنُونَ َ
(1) Sesungguhnya menanglah orang-orang yang beriman.
ٱلَّذينَ هُمْ في صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ
(2) Orang-orang yang khusyu` di dalam melakukan sembahyang.
وَ الَّذينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ
مُعْرِضُونَ َ
(3)
Dan orang-orang yang terhadap segala laku yang sia-sia menampik
dengan keras.
وَ الَّذينَ هُمْ لِلزَّكاةِ فاعِلُونَ
َ
(4) Dan orang-orang yang mengerjakan ZAKAT.
وَ الَّذينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حافِظُونَ َ
(5) Dan orang-orang yang selalu menjaga faraj (kelamin) mereka.
إِلاَّ عَلى
أَزْواجِهِمْ أَوْ ما مَلَكَتْ أَيْمانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومينَ َ
(6)
Kecuali terhadap isterinya atau hambasahayanya, maka tidaklah
mereka tercela.
فَمَنِ ابْتَغى وَراءَ ذلِكَ
فَأُولئِكَ هُمُ العادُونَ َ
(7) Tetapi barangsiapa yang masih memilih jalan di luar itu, itulah
orang-orang yang telah melanggar garis.
وَ الَّذينَ هُمْ لِأَماناتِهِمْ وَ
عَهْدِهِمْ راعُونَ َ
(8) Dan orang-orang yang menjaga dengan baik terhadap amanat dan
janjinya.
وَ الَّذينَ هُمْ عَلى صَلَواتِهِمْ
يُحافِظُونَ َ
(9) Dan orang-orang yang memelihara dan menjaga semua waktu
sembahyangnya.
أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ َ
(10) Mereka itulah yang akan mewarisi.
ٱلَّذينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ
فيها خالِدُونَ َ
(11) Yang akan mewarisi syurga Firdaus dan di sanalah mereka mencapai
khulud (kekal) selamalamanya.
Perjuangan Dan Kemenangan
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ َ
"Sesungguhnya menanglah orang-orong yang beriman.° (ayat 1).
Kalimat "menang" adalah bukti bahwasanya perjuangan
telah dilalui menghadapi musuh atau berbagai kesulitan.
Orang tidaklah sampai kepada menang, kalau dia belum melalui dan mengatasi
rintangan yang bertemu di tengah jalan. Memang sungguh banyak yang harus
diatasi, dikalahkan dan ditundukkan dalam melangkah ke muka mencapai
kemenangan. Kalau sekiranya suatu bangsa mempunyai banyak musuh atau
rintangan di dalam perjalanannya untuk mencapai martabat yang lebih tinggi.
Rintangan dari kebodohan, rintangan dari nafsu-nafsu jahat yang ada dalam
diri sendiri, yang mungkin membawa derajat kemanusiaan jadi jatuh, sehingga
kembali ke tempat kebimbangan rintangan dari syaitan yang selalu merayu dan
memperdayakan, semuanya pasti bertemu dalam hidup. Hati nurani manusia ingin
kejayaan,. kemuliaan dan kedudukan yang lebih tinggi. Tetapi hawanafsunya
mengajaknya atau menariknya supaya jatuh ke bawah. Kalau kiranya "pegangan
hidup" tidak ada, diri itu pasti kalah dan tidak tercapai apa yang dimaksud,
yaitu kemenangan hidup.
Maka di dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan pastilah
didapat oleh orang yang beriman, orang yang percaya. Kalimat "qod" yang
terletak di pangkal fill madhi (Aflaha) menurut undang-undang bahasa Arab
adalah menunjuk kan kepastian. Sebab itu maka ia (Qad) diartikan "sesungguhnya".
Hanyalah adanya kepercayaan adanya Tuhan jalan satu-satunya buat membebaskan
diri dari perhambaan hawa nafsu dunia dan syaitan. Pengalaman-pengalaman di
dalam hidup kita kerapkali menunjukkan bahwasanya di atas kekuasaan kita
yang terbatas ini ada kekuasaan Ilahi. Kekuasaan Ilahi itulah yang
menentukan, bukan kekuasaan kita. Tetapi kepercayaan dalam hati saja,
belumlah cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Iman mendorong sanubari
buat tidak mencukupkan dengan hanya semata pengakuan lidah.
Dia hendaklah diikuti dengan buktt dan bakti. Kemudian bukti-bukti itu
memperkuat Iman pula kembali. Di antara Iman dan perbuatan adalah
isimengisi, kuat-menguatkan. Bertambah banyak ibadat, bertambah kuatlah
lman. Bertambah kuat Iman, bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran
beribadat dan beramal.
Maka ditunjukkanlah 6 (enam) syarat yang wajib dipenuhi sebagai bukti Iman.
Kalau 6 syarat ini telah terisi, pastilah menang. Menang mengatasi
kesulitan diri sendiri, menang dalam bernegara, dan lanjutan dari
kemenangan semuanya itu ialah syurga jannatul firdaus. Syarat kemenangan
Peribadi Mu'min yang pertama ialah:
Sembahyang Yang Khusyu`
ٱلَّذينَ هُمْ في صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ
"Orang-orang yang khusyu` di dalam melakukan
sembahyang." (ayat 2).
Tuhan tidaklah semata-mata untuk dipercayai. Kalau semata hanya dipercayai,
tidaklah akan terasa betapa eratnya hubungan dengan DIA. Kita harus
mengendalikan diri sendiri supaya bebas lain di dalam alam ini. Sebagai
manusia kita mempunyai naluri, yang kalau din ini tidak mempunyai tujuan
terakhir dalam hidup, niscaya akan sangsai dibawa larat oleh naluri sendiri.
Kita mempunyai instink rasa takut. Kita dipengaruhi oleh rasa takut kepada
kemiskinan, takut kepada kematian, takut akan tekanan-tekanan sesama kita
manusia, kezaliman orang-orang yang berkuasa atas kita. Bahkan kadang kadang
manusia yang berani pun ada juga naluri takutnya. Roosevelt Presiden Amerika
Syarikat dalam Perang Dunia Kedua, menambahkan lagi salah satu tujuan
"Declaration of Human Right" ialah bebas dari rasa takut (freedom from
fear). Padahal tidaklah manusia dapat membebaskan diri dari rasa takut itu,
sebab naluri rasa takut adalah sebagian dari naluri rasa takut mati. Takut
mati ialah karena keinginan hendak terus hidup.
Dengan mengerjakan sembahyang, yaitu bahasa nenek-moyang kita yang telah
kita pakai untuk arti "shalat", maka seluruh rasa takut telah terpusat
kepada Tuhan, maka tidaklah ada lagi yang kita takuti dalam hidup ini. Kita
tidak takut mati, karena dengan mati kita akan segera berjumpa dengan Tuhan
untuk mempertanggungjawabkan amal kita selama hidup. Kita tidak takut kepada
zalim aniaya sesama manusia, karena sesama manusia itu hanyalah makhluk
sebagai kita juga. Kita tidak takut kepada lapar lalu tak makan, karena
rezeki kita telah dijamin Tuhan, asal kita mau berusaha. Kita tidak takut
menghadang bahaya, karena tidak ada yang bergerak dalam alam ini kalau
tidak ditentukan Tuhan. Dengan sembahyang yang khusyu` rasa takut menjadi
hilang, lalu timbul perasaan-perasaan yang lain. Timbullah pengharapan
(desire) dan pengharapan adalah kehendak asasi manusia. Hidup manusia tidak
ada artinya samasekali kalau dia tidak mempunyai pengharapan.
Sembahyang 5 waktu adalah laksana setasiun-setasiun perhentian istirahat
jiwa di dalam perjuangan yang tidak henti-hentinya ini. Sembahyang adalah
saat untuk mengambil kekuatan baru melanjutkan perjuangan lagi. Sembahyang
dimulai dengan Allahu Akbar" itu adalah saat membulatkan lagi jiwa kita
supaya lebih kuat, karena hanya Allah Yang Maha Besar, sedang segala perkara
yang lain adalah urusan kecil belaka. Tak ada kesulitan yang tak dapat
diatasi.
Khusyu` artinya ialah hati yang patuh dengan sikap badan yang tunduk.
Sembahyang yang khusyu`, setelah menghilangkan rasa takut adalah pula
menyebabkan berganti dengan berani, dan jiwa jadi bebas. Jiwa tegak terus
naik ke atas, lepas dari ikatan alam, langsung menuju Tuhan. Dengan
sembahyang barulah kita merasai nilai kepercayaan (Iman) yang tadinya telah
tumbuh dalam hati. Orang yang beriman pasti sembahyang, tetapi sembahyang
tidak ada artinya kalau hanya semata gerak badan berdiri, duduk, ruku` dan
sujud. Sembahyang mesti berisi dengan khusyu`. Sembahyang dengan khusyu`
adalah laksana tubuh dengan nyawa. Tuhan memberi ukuran waktu paling
sedikit (minimum) untuk mengerjakan sembahyang itu 5 waktu. Tetapi
sembahyang lima waktu yang khusyu` menyebabkan Mu'min ingin lagi membuat
hubungan lebih baik dengan Tuhan, lalu si Mu'min mengerjakan shalat yang
nawafil dalam waktu-waktu yang tertentu. Dengan itu semua jiwanya menjadi
lebih kuat berjuang dalam hidup. Sebab......
"Dialah yang menjadikan untuk kamu apa yang
ada di bumi semaunya." (al-Baqarah 29)
Membenteng Peribadi
وَ الَّذينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ َ
"Dan orang-orang yang terhadap segala laku yang
sia-sia menampik dengan keras." (ayat 3).
Saat hidup kita dalam dunia ini amatlah
singkatnya, daerah yang kita jalani amatlah terbatas. Sedang mencoba-coba
mempergunakan umur, meresek meraba ke kiri-kanan, tiba-tiba umur telah habis.
Mana yang telah pergi.tidak dapat diulangi lagi. Sebab itu maka segala
tingkah laku, baik perbuatan atau ucapan hendaklah ditakar sebaik-baiknya.
"AI-Laghwi" dari kata "Laghoo", artinya perbuatan atau kata-kata yang tidak
ada faedahnya, tidak ada nilainya. Baik senda-gurau atau main-main yang tak
ada ujung pangkalnya.
Kalau perbuatan atau tingkah laku atau perkataan sudah banyak yang percuma
dan sia-sia, peribadi tidak jadi naik, melainkan turun kembali. Maka
kekuatan peribadi yang telah didapat dengan sembahyang khusyu` haruslah di
pelihara dengan mengurangi garah, senda-gurau, berjudi walaupun tak
bertaruh. Di dalam satu majlis besar, peribadi dapat diukur menurut nilai
tingkah faku dan ucapan. Sebagaimana pepatah orang Arab :
"Barangsiapa yang banyak main-main, dipandang
orang ringanlah nilai dirinya. "
Diserahkanlah kepada setiap peribadi menimbang sendiri mana yang logha,
perbuatan atau kata-kata yang sia-sia dan mana yang berfaedah. Kekuatan
ibadat kepada Ilahi, kekhusyu'an dalam sembahyang yang akan meng ansur
pembersihan jiwa kita. Apabila jiwa telah mulai bersih, dia berkilat
bercahaya, dia akan menerima cahaya pula.
Agama tidak melarang suatu perbuatan kalau perbuatan itu tidak merusak jiwa.
Agama tidak menyuruh, kalau suruhan itu tidak akan membawa selamat dan
bahagia jiwa. Segala yang dinamai dosa, atau lagha. Segala perbuatan yang di
luar dari kebenaran, artinya yang salah, tidaklah ada hakikatnya.
Gangguan terlalu lebih banyak dari kiri-kanan
kita, kita harus membentengi diri dan tidak menoleh ke kiri-kanan. Kita
harus jalan terus, sebab berhenti sejenak saja pun artinya ialah kerugian.
Sebab itu jika dengan menampik segala sikap sia-sia dan percuma, adalah
menjaga peribadi itu dari keruntuhan. Renungkanlah dan fikirkan betapa
singkatnya kesempatan dalam dunia ini akan melukiskan nilai dari kehidupan
itu. Laksana putik kita telah tumbuh, di waktu masih putik rasa belum ada.
Dari putik menuju jadi buah yang muda, kalau masih buah muda rasanya masih
masam. Kalau sudah tua dan masak, itulah alamat bahwa tempoh buat tanggal
dari tampuk sudah amat dekat.
Kalau sudah demikian tempoh sudah amat
sedikit itu akan dibuang-buang dengan perbuatan sia-sia. Padahal kalau
tempoh yang sedikit itu dapat dipergunakan dengan perhitungan yang baik dan
tepat, umur diperpanjang dengan jasa dan buah tangan. Sehingga walaupun
telah hancur tulang dalam kubur namun sebutan masih ada. "Sebutan adalah
usia manusia yang kedua kali." Dengan kedua ayat itu, ayat khusyu` dalam
sembahyang dan ayat menampik segala perbuatan sia-sia, diri peribadi telah
dapat dibangunkan dan dapat pula diberi benteng untuk menjaga jangan rusak.
Karena satu bangunan yang dibangun kedua kali lebih payah dari pembangunan
semula, padahal umur berjalan juga.
Pembersihan Jiwa
وَ الَّذينَ هُمْ لِلزَّكاةِ فاعِلُونَ َ
"Dan orang-orang yang mengerjakan
zakat." (ayat 4).
Kalau peribadi telah terbangun dan diberi benteng jangan runtuh kembali,
sudahlah masanya kita menceburkan diri ke tengah pergaulan ramai. Kekuatan
peribadi bukanlah maksudnya untuk menyisihkan diri dari orang banyak.
Timbulnya peribadi adalah setelah dibawa ke tengah. Barang yang telah
dibawa ke tengah ialah barang yang sudah dibangun, dan dia selalu wajib
dibersihkan, digosok terus dan diberi cahaya terus. Laksana lampu listrik
stroomnya mesti selalu dialirkan, jangan dia padam di tengah gelanggang.
Lihatlah suatu majlis yang bermandi cahaya terang. Alangkah indah campuran
warna. Sebabnya ialah karena segala cahaya yang timbul dari setiap lampu
telah berkumpul menjadi satu mentipta cahaya besar.
Bersihkanlah hati itu dari sekalian penyakitnya yang akan meredupkan cahaya.
Dengki adalah debu yang mengotori jiwa. Bakhil adalah debu yang mengotori
jiwa. Dusta adalah debu yang mengotori jiwa. Benci adalah debu yang
mengototi jiwa.
Segala perangai jahat, kebusukan hati menghadapi masyarakat, semuanya adalah
sebab-sebab yang menjadikan jiwa tidak dapat dibawa ke tengah. Cahaya jiwa
tertutup oleh karena kesalahan pilih. Kemurnian Tauhid kepada Ilahi clan
hati bersih terhadap sesama manusia adalah pengkalan dari kesucian: zakat.
Lizzakati faa'ilun : Selalu bekerja, aktif membersihkan jiwa dan raga agar
tercapai kemenangan.
"Menanglah barangsiapa yang selalu membersihkan
diri." (al-A'la: 14)
Yang dibersihkan bukan jiwa saja, bahkan
tubuh lahir pun. Sebab yang lahir adalah cermin clan yang batin. Sebab itu
sebelum mengaji r/a (rubu`) ilmu Fiqh, dibicarakan dahulu dari hal
kebersihan (thoharoh) panjang lebar.
Sebab itu maka pengeluaran Zakat harta yang telah cukup bilangannya (Nishab)
clan cukup tahunnya (Haul), hanyalah sebagian saja clan usaha membersihkan
jiwa itu. Orang yang tidak cukup hartanya satu nishab clan belurn sampai
bilangan setahun masih ada yang memberikan derma atau wakaf untuk kebaikan.
Karena berasal clan kebersihan jiwanya.
Orang yang membayar Zakat Fithrah, ukuran Zakat Fithrah hanya 3.5 liter buat
satu orang. Tetapi ada orang yang mengeluarkannya Fithrah satu pikul beras,
karena didorong oleh kesucian hati yang bersih daripada pengaruh bakhil, dia
menjadi seorang yang dermawan.
Marilah perhatikan dengan seksama kalimat "Fa'iluun" yang berarti
mengerjakan. Mengerjakan Zakat. Sebagai tadi diketahui Surat al-Mu'minun
diturunkan di Makkah dan di Makkah belum ada lagi syariat Zakat yang berarti
membayarkan bilangan harta tertentu kepada yang mustahak menerirnanya.
Peraturan berzakat demikian, sebagai salah satu tiang (rukun) Islam baru
turun di Madinah clan perintah mengeluarkan zakat harta itu dimulai dengan
kalimat: Aatu, iyi memberikan atau mengeluarkan zakat. Sedang dalam ayat ini
disebut Lizzakati Faa'ilun, mengerjakan zakat. Lantaran itu jelaslah bahwa
dalam ayat ini belum ada perintah mengeluarkan harta dengan bilangan
tertentu (nishab), melainkan barulah perintah yang umum untuk bekerja keras
membersihkan perangai, akhlak dan budi. Berlatih diri, sehingga kelaknya
bukan harta saja yang ringan memberikannya untuk kepentingan Agama Allah,
bahkan nyawa pun dikurbankan ap.abila datang waktunya.
Kelamin Dan Rumahtangga
وَ الَّذينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ
حافِظُونَ َ
"Dan orang-orang yang selalu menjaga
faraj (kelamin) mereko." (ayat 5). "
إِلاَّ عَلى أَزْواجِهِمْ أَوْ ما
مَلَكَتْ أَيْمانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومينَ َ
Kecuali terhadap isterinya atau
hambasahayanya, maka tidaklah mereka tercela. " (ayat 6).
فَمَنِ ابْتَغى وَراءَ ذلِكَ فَأُولئِكَ
هُمُ العادُونَ َ
"Tetapi barangsiapa yang masih
memilih jalan di luar itu, itulah orang-orang yang telah melanggar garis. "
(ayat 7).
Hubungan dengan Ilahi telah diperteguh dengan sembahyang yang khusyu`.
Dengan demikian peribadi yang kuat telah dibangunkan. Segala tingkah laku,
perbuatan dan perkataan yang sia-sia telah ditolak dan ditampak.
Dengan demikian peribadi telah diberi benteng. Setiap waktu bekerja dan
bekerja untuk menegakkan kesucian jiwa clan raga, sehingga layak masuk dalam
masyarakat, memadukan cahaya terang-benderang untuk menyinari lebih luas.
Tetapi semuanya itu belumlah terjamin, kalau belum tegak rumahtangga yang
kokoh. Hubungan laki-laki dan perempuan dalam perkawinan yang diliputi kasih
mesra. Suami-isteri yang diliputi kasih mesra dan kesetiaan dua belah pihak
menimbulkan suasana suci murni, menurunkan keturunan anak-pinak yang
menyambung tugas takwa kepada Ilahi.
Hubungan suami-isteri dalam rumahtangga tegak atas "Mawaddah dan Rahimah".
Di waktu badan masih sama-sama kuat dan muda, mawaddah (kasih cinta)lah yang
tertonjol. Dan kalau sudah sama-sama berumur, rahmah lah (belas kasihan)
yang terkemuka. Orang tua dikhidmati oleh anak-anak. Anak percaya dan sayang
kepada ibu bapaknya, karena ibu bapak tidak pernah kecurian budi oleh
anak-anaknya.
Kalau faraj (kelamin) tidak terjaga, si suami masih melantur malam mencari
perempuan lain untuk menumpahkan hawanafsu di samping isterinya yang sah,
kerusakanlah yang akan timbul. Jiwanya akan rusak, kesucian akan hancur
sirna dan rumahtangga pecah berderai, bahkan menjadi neraka. Berapa pun uang
disediakan tidaklah akan cukup. Dan apabila hawanafsu kelamin diperturutkan,
tidaklah akan berhenti di tengah jalan. Air pelembahan yang kotor itu akan
diminum sampai habis, dan susah melepaskan diri clan dalamnya. Hari depan
jadi gelap.
Ada perempuan yang sabar menanggungkan perangai jahat suaminya, tetapi ada
pula yang tak tahan hati. Kalau lakinya nakal, "mengapa daku tidak nakal
pula", katanya. Rumahtangga bertambah hancur, anak-anak kehilangan pegangan,
penyakit jiwa, kehilangan kepercayaan di antara satu sama lain. Dan kalau
sudah demikian, bangsalah yang hancur.
Nafsu kelamin menggelora di waktu muda. Hanya kekuatan Iman beragama yang
dapat menahannya. Sedangkan pada yang halal kalau diperturutkan saja, orang
akan cepat kehabisan kalori dan hormon, apalagi kalau berzina. Karena zina
tidak dapat dilakukan satu kali. Belum sampai separuh umur, kekuatan sudah
habis, belum pula kalau ditimpa penyakit kelamin.
Islam mengizinkan beristeri lebih dari satu buat orang yang nafsu
kelaminnya amat keras. Tetapi apabila diperhatikan ayat yang mengizinkan
beristeri sampai 4 itu dengan seksama, jelas bahwa bagi orang yang masih
"normal" lebih baiklah beristeri satu saja. Karena beristeri banyak itu pun
menyusahkan untuk mendirikan rumahtangga bahagia, hanya menimbulkan
permusuhan dendam kesumat di antara orang-orang yang bermadu clan di antara
anak-anak yang berlain ibu.
Di dalam ayat ini diberi pula kekecualian yang kedua, yaitu terhadap
hambasahaya yang dijadikan gundik. Ayat ini berlaku semasa perbudakan masih
diizinkan. Di zaman Nabi hidup, perbudakan masih ada di dalam masya rakat
durtia dan menjadi tradisi umum bangsa-bangsa zaman itu. Perbudakan telah
ada sejak zaman Yunani dan Romawi, bahkan telah ada sejak jauh sebelum itu.
Maka jika Nabimasih mengakui kenyataan itu, adalah hal yang wajar. Kalau
terjadi perang, sedang Nabi tidak lagi memandang orang tawanan yang tidak
ditebus sebagai hambasahaya, padahal negara lain yang berperang dengan dia
masih berpegang kepada aturan itu, alangkah timpangnya. Orang lain ditawan
oleh tentara Islam tidak diperlakukan sebagai budak dan dibebaskan,
sedangkan tawanan Muslimin masih diperlakukan demikian oleh musuh. Betapakan
jadinya?
Di akhir abad kesembilanbelas, barulah dunia sopan menghabiskar perbudakan.
Di Amerika penghapusan perbudakan menimbulkan perang saudara clan
penganjurnya sendiri Abraham Lincoln menjadi kurban dari cita citanya. Namun
demikian peperangan yang terjadi kemudiannya sampai perang dunia kedua,
tawanan perang oleh setengah negeri masih diperlakukan sebagai budak,
dipekerjakan di Siberia dan lain-lain dengan amat kejam. Dan terkenallah
betapa kac.au-balaunya wanita-wanita Jerman ketika tentara sekutu masuk ke
negeri itu. Perbudakan tidak diadakan lagi, tetapi wanita-wanita dari bangsa
yang kalah diperkosa oleh tentara pendudukan dengan tidak ada garis aturan
tertentu.
Tentara pendudukan Amerika di Jepang
meninggalkan beratus ribu anakanak di luar nikah. Adapun dalam Islam, kalau
suatu negeri ditaklukkan, dan perempuan-perempuan kehilangan suami,
kehilangan hartabenda, menjadi tawanan, kalau tidak dapat menebus dirinya
lagi, bolehlah dia diambil menjadi budak. Dan boleh menjadi tambahan isteri
dengan nikah, dan anak-anak dari hubungan perkawinan dengan budak itu
rnenjadi anak Bani Abbas, termasuk Harun al-Rasyid dan al-Ma'mun sendiri
adalah anak dari budak yang dijadikan isteri itu .
Sungguhpun demikian, narnun cita-cita
tertinggi berakhir rumahtangga bahagia ialah isteri satu, dan habisnya
perbudakan.
Rumahtangga bahagia adalah sendi pertama dari Negara yang adil dan makmur.
Kalau ini dilanggar, hubungan kelamin tidak lagi menurut garis kemanusiaan,
dan orang telah kembali hidup seperti binatang, sehingga persetubuhan tidak
mengenal lagi batas zina dan nikah, hancurlah semuanya dan orang turun ke
dalam kebinatangan.
Tugas Dan Janji
وَ الَّذينَ هُمْ لِأَماناتِهِمْ وَ
عَهْدِهِمْ راعُونَ َ
"Dan orang-orang yang menjaga dengan
baik terhadap amanat dan janjinya." (ayat 8).
Peribadi telah dibangun dan diberi benteng, jiwa clan raga telah
dibersihkan ketika masuk dalam gelanggang masyarakat, dan rumahtangga
bahagia yang terlepas clan bahaya kecabulan clan pelacuran telah ditegakkan
pula, niscaya tujuan terakhir akan tercapai, yaitu negara yang adil clan
makrnur.
Dalam negara yang adil dan makmur setiap orang memikul amanatnya dengan baik.
Amanat terbagi dua, yaitu amanat raya clan amanat peribadi. Amanat raya
ialah tugas yang dipikulkan Tuhan atas perikemanusiaan seluruhnya, menjadi
Khalifatullah fil-Ardhi. Amanat tidak terpikul oleh langit dan bumi dan oleh
bukit dan gunung pun. Hanya hati yang Mu'min yang sanggup memikul amanat itu,
karena hati Mu'min itu lebih luas daripada langit dan bumi dan lebih tinggi
daripada bukit clan gunung.
Adapun amanat peribadi ialah tugas kita
masing-masing menurut kesanggupan diri, bakat dan nasib. Diingatkan oleh
Tuhan bahwa tugas hidup hanyalah pembagian pekerjaan, bukanlah kemuliaan
dan kehinaan. Yang mulia di sisi Allah ialah barangsiapa yang lebih takwa
kepadaNya.
Derajat kita dihadapkan Allah sama dan kejadian kita sama, tetapi tugas
terbagi. Ada pemegang pemerintahan dengan pangkat tinggi dan ada petani
pemegang cangkul. Ada Bapak menteri, tetapi Bapak menteri tidak akan sampai
ke kantor departer7nennya kalau tidak ada Bung Sopir.
Ada pengusaha swasta membuka kantor besar dan ada abang tukang menjual buah.
Ada laki-laki dan ada perempuan, ada mahasiswa dan ada guru besar. Asal
samasekali setia memikul tugas, adil dan makmur mesti tercapai.
"Dan bagi tiap-tiap orang ada jurusan yang dihadapi. Sebab itu maka
berlomba-lombalah berbuat baik. Karena di mona saja pun kamu ada, namun
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian jua." (al-Baqarah: 148)
Peganglah tugas amanat masing-masing dan pulanglah ke tempat itu kalau
tadinya salah pilih.
Di samping tugas sebagai amanat ada lagi janji-janji. Negara terdiri atas
janji. Janji rakyat hendak tunduk clan setia, janji pemerintah hendak
menegakkan keadilan. Janji tentara dengan disiplinnya yang keras, janji
bangsa dengan bangsa, janji negara dengan negara. Janji atau sumpah di
parlemen, janji dan sumpah menteri ketika dilantik. Janji polisi memelihara
keamanan dan berbagai lagi janji. Inilah yang akhirnya berpadu satu menjadi
janji maysarakat atau kontrak sosial.
Dari peneguhan peribadi ketuhanan, kemasyarakatan, ke rumahtangga dan
akhirnya ke negara, dengan memelihara amanat clan janji. Kembali Ke
Sembahyang
وَ الَّذينَ هُمْ عَلى صَلَواتِهِمْ
يُحافِظُونَ َ
"Dan orang-orang yang memelihara dan
menjaga semua waktu sembahyangnya." (ayat 9).
Ya, Insya Allah tercapailah negara adil dan makmur, dengan khusyu` kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi negara bukanlah tujuan terakhir, perkembangan
selanjutnya setelah negara berdiri, masih banyak soal, problem akan diiringi
oleh problem. Berhenti timbul persoalan, artinya ialah mati. Sebab itu jiwa
senantiasa mesti kuat menghadapi segala soal. Maka jika dalam menuju
keadilan dan kemakmuran dimulai dengan khusyu' sembahyang, ditutup pun oleh
memelihara sembahyang.
Dapatlah keadaan itu dirumuskan dengan inti pati kata: "Dan sernbahyang kita
mulai melangkah dengan khusyu`, kita jalan terus ke muka menghadapi
masyarakat, menegakkan rumahtangga clan menegakkan negara. Dan setelah
negara berdiri kita bertekun lagi memelihara hubungan dengan Ilahi, dengan
sembahyang, moga-moga kita selalu diberi kekuatan untuk menghadapi soalsoal
yang ada di hadapan kita. Atau dari Mesjid kita melangkah kekuatan baru ke
mesjid.
Dengan itu kita sebagai Mu'min diberi janji pasti oleh Tuhan bahwa kita akan
menang.
Itulah sebabnya maka setiap memanggil sembahyang lima waktu diserukan "Hayya
`alal Falaah" (Mari berebut kemenangan).
Kemenangan sebagai UMMAT yang berarti dalam dunia, ummaton wasathon, tegak
di persimpangan jalan hidup memberikan panduan atas seluruh isi alam. Dan
kemenangan lagi di akhirat.
أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ َ
"Mereka itulah yang akan mewarisi. "
(ayat 10).
ٱلَّذينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ
فيها خالِدُونَ َ
"Yang akan mewarisi syurga Firdaus
dan di sanalah mereka mencapai khulud (kekal) selamalamanya." (ayat 11).
Syurga Firdaus, Jannatun Na'im, itulah tujuan di balik hidup sekarang ini.
Hidupnya seorang Mu'min adalah mengenangkan juga kebahagiaan "Hari Esok".
Kita menyelesaikan dunia untuk menentukan nasib di akhirat. Bagi Mu'min,
negara itu bukanlah semata negara duniawi, atau sculer. Bagi Mu'min amal
usaha, derma dan bakti di dalam hidup adalah bekal untuk akhirat.
Kadang-kadang tidaklah tercapai seluruhnya cita yang besar. Hidup kalau
tidak ada pengharapan lanjut, adalah kebuntuan belaka. Kadang-kadang kita
telah berjuang dengan ikhlas, untuk masyarakat, untuk rumahtangga dan untuk
negara.
Tetapi tidaklah selalu berjumpa apa yang kita harapkan. Rencana Ilahi yang
lebih tinggi berbeda dengan rencana kita sendin. Tuhan yang tahu, dan kita
tak tahu. Kadang-kadang khittah pertama gagal aiau kita terbentur. Tetapi
tidaklah kita mengenal putusasa, sebab kita mempunyai kepercayaan akan "hari
esok".
Alam fikiran yang bersendi atas kebenaran dan kepercayaan tidaklah mengenal
umur dan tidaklah mengenal jangka waktu. Lantaran kepercayaan akan hari esok
itu, seorang Mu'min tidaklah cemas kalau dia menutup mata sebelum cita-cita
tercapai. Karena dia mempunyai keyakinan bahwa akan ada yang meneruskan
usahanya. Dan dia pun matt dengan bibir tc:rsenyum simpul karena yakin akan
kebenarannya dan yakin pula bahwa dia akan mewarisi Jannatul Firdaus, dan
akan kekal selamanya di dalarnnya.
Alangkah sempitnya hidup kalau tidak lapang
cita-cita
Akhlak Nabi
Diriwayatkan orang bahwa beberapa orang sahabat pemah bertanya kepada Ibu
orang yang beriman, Siti Aisyah r a. isteri beliau tentang hagaimana Akhlak
Nabi kita. Aisyah telah menjawab: "Akhlak beliau adalah al-Quran, kemudian
itu beliau baca ayat-ayat Surat al-Mu'minun ini, sejak ayat pertama Qad
Aflahal Mu'minun, sampai ayat "dan orang-orang yang rnerneliliara akan
sembahyang nya" itu.
Dan beliau (Siti Aisyah) berkata lagi: "Segitulah Akhlak Rasulullah s.a.w."
Dan begitu pulalah akhlak
kita hendaknya.
01
02 03 04
05
06 07
08 09
10
11
12
13
14
15
16
17
18 19
20
21
BACK MAIN PAGE . >>>> |