(57) إِنَّ الَّذينَ هُمْ
مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ
َ
Sesungguhnya orang yang hatinya selalu bimbang karena
takutnya kepada Tuhan.
(58) وَ الَّذينَ هُمْ
بِآياتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ
َ
Dan orang-orang yang percaya kepada ayat-ayat Tuhan.
(59) ﴿ وَ الَّذينَ هُمْ
بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ
َ
Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan yang
lain.
(60) وَ الَّذينَ
يُؤْتُونَ ما آتَوْا وَ قُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلى رَبِّهِمْ
راجِعُونَ َ
Dan orang-orang yang mengerjakan apa yang mereka kerjakan,
sedang hati mereka takut, karena mereka akan pulang kembali kepada Tuhan.
(61) أُولئِكَ
يُسارِعُونَ فِي الْخَيْراتِ وَ هُمْ لَها سابِقُونَ
َ
Orang-orang seperti itulah yang cepat segera mengerjakan
kebaikan. Dan untuk itulah mereka berlomba-lomba.
Hati Sanubarinya Seorang Mu'min
Dengan lima ayat yang tersebut ini Tuhan memperlihatkan
betapa rasa hati sanubarinya seorang Mu'min, untuk kita sendiri merenung,
sudahkah kita mempunyai hati demikian itu, untuk ukuran atau thermometer
iman kita.
Pertama, hati seorang yang beriman selalu bimbang atau rusuh, sudahkah
sempuma dia mengerjakan apa yang diperintah Tuhan. Sebabnya dia bimbang itu,
diterangkan pula pada ayat berikutnya (58), ialah karena dia telah mulai
percaya kepada segala ayat dan tanda kebesaran Tuhan yang telah diterangkan
oleh Utusan Tuhan. Dia bimbang adakah semua perintah llahi itu sudah
diturutinya dan larangannya sudah dihentikannya.
Di dalam dunia ini
kekayaan bendalah yang dibanggakan oleh manusia. Tetapi apabila seorang
makhluk telah sampai ajalnya harta benda dunia itu tidak berguna lagi. Yang
berguna ialah hati yang tutus ikhlas, yang suci bersih daripada pengaruh
syirik (mempersekutukan Tuhan). Sebagaimana tersebut dalam ayat 59
berikutnya.
Tuhan bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidaklah dapat mengampuni jika Dia dipersekutukan dengan
yang lain. Adapun dosa-dosa yang lain dapatlah diampuniNya bagi siapa yang
dikehendakiNya."
Syirik atau mempersekutukan Tuhan dengan yang lain itu adalah penyakit hati
yang sangat halus, clan bila dibiarkan, dia akan bertambah melebar dan
merusak, sehingga merusak-binasakan seluruh hati dan menghancurkan segala
iman, sehingga akhir kelaknya nama Allah hanya tinggal menjadi permainan
mulut, padahal telah hilang dari hati.
Nabi Muhammad s.a.w. pun pemah bersabda, bahwasanya seorang pencuri tidaklah
akan sampai mencuri kecuali dia belum rnusyrik terlebih dahulu. Dan seorang
yang berzina, tidaklah dia akan berzina kalau dia belum musyrik terlebih
dahulu. Suruhan Tuhan tidaklah akan ditinggalkan, kalau hati belum musyrik.
Larangan Tuhan tidaklah akan dikerjakan, kalau hati belum musyrik. Sebab itu
tepatlah sabda Nabi yang tersebut di atas tadi, selama Tauhid masih
bertakhta dalam hati, tidaklah seorang Mu'min akan mengerjakan dosa, ter
utama dosa besar, terutama yang disengaja. Benarlah sabda Nabi s.a.w. itu
bahwasanya orang berzina tidaklah akan berzina dan pencuri tidaklah akan
mencuri sebelum mereka musyrik terlebih dahulu.
Itulah yang menyebabkan hati Mu'min selalu bimbang, bukan bimbang dalam
keraguan, melainkan bimbang kalau-kalau amal yang dikerjakannya belum juga
ikhlas kepada Tuhan, sebelum bersih dari segala pengaruh yang lain.
Lantaran
itu sebagaimana tersebut dalam ayat 60, apa jua pun pekerjaan baik yang
mereka kerjakan dan memang seorang Mu'min itu pekerjaannya hanya yang baik
belaka, dikerjakannya dengan hati-hati, tidak dengan serampangan, asal jadi
saja. Sebab mereka akan kembali kepada Tuhan dan akan mempertanggungjawabkan
amalan itu di hadapanNya.
Niscaya akan timbullah pertanyaan dalam hati saudara, apakah dengan demikian
tidak menggambarkan bahwa jiwa Mu'min sebagai yang digambarkan itu adalah
jiwa yang penuh ragu menghadapi hidup? Apakah itu tidak menunjukkan jiwa
yang penakut?
Tidak! Bahkan di sinilah segi kekuatannya. Oleh karena dia merasa tempat
bertanggungjawabnya kepada Tuhan, dia bekerja dengan lebih hati-hati. Oleh
sebab dia ingat bahwa sehabis hidup yang sekarang ini ada lagi tempat ber
tanggungjawab yang sebenarnya, yaitu Tuhan, tidaklah dia dipengaruhi oleh
sayang dan bencinya manusia. Adapun pertanyaan, apakah itu tidak
menunjukkan besarnya rasa takut? Niscaya pertanyaan ini akan ditukasi pula
oleh pertanyaan: Dapatkah menghilangkan rasa takut dari jiwanya? Bukankah "takut"
itu satu bahan dari naluri (instink). Rasa takut tidaklah dapat dihilangkan,
tetapi haruslah disalurkan.
Saya pernah bertanya kepada guru saya dan ayah saya Syaikh Abdulkarim
Amrullah: "Apakah ayah tidak merasa takut akan dipotong leher oleh Jepang,
ketika ayah tidak mau "kerei"? (ruku` menghadap ke istana Kaisar Jepang di
Tokyo).
Beliau menjawab: "Dipotong leher tidaklah ayah takut, adapun yang ayah
takuti ialah keadaan sesudah leher dipotong!"
Artinya keadaan sesudah mati.
Lantaran perasaan demikian, kehidupan Mu'min ialah kehidupan yang panjang,
bukan memikirkan yang di dunia ini saja tetapi ada lagi hidup sesudah itu.
Di sini menanam, di sana menuai. Di sini beramal di sana menerima balasan.
Bukan sebaliknya: di sini hendak menuai, padahal tidak pernah menanam. Di
sini hendak menerima balasan, tetapi tidak mau beramal. Sebab itu ditegaskan
pada ayat berikutnya (61) oleh karena didorong oleh rasa takut kepada Tuhan,
rasa Tauhid yang bersih, rasa bimbang kalau-kalau amal tidak diterima Tuhan,
kalau pekerjaan tidak timbul daripada hati yang suci bersih, tulus dan
ikhlas, mereka senantiasa memperbaiki amalnya yang belum baik, menambah yang
masih kurang, menyempumakan lagi mana yang dirasanya belum sempuma.
Oleh sebab itu bimbangnya bukanlah melemahkan semangatnya, melainkan
menimbulkan kecepatan, kesegaran berbuat baik. Mereka bersegera dan
bertindak cepat, gesit dan aktif. Mengapa ? Sebab di dalam hatinya terasa
takut, kalau tiba maut ketika amalan sedang kosong, Malaikat Izrail datang
memanggil padahal tangan tengah menganggur, sehingga bekal yang akan dibawa
ke hadapan Tuhan tidak ada, atau kalaupun ada, hanya sedikit, tidak seimbang
dengan kelalaian hidup.
Untuk beramal yang demikian orang yang beriman berlomba, dahulumendahului.
Bukan karena niat meninggalkan kawan, melainkan karena niat hendak menghadap
wajah Tuhan, mengharapkan ridha dan kasihNya.
وَ في ذٰلِكَ فَلْيَتَنافَسِ
الْمُتَنافِسُونَ
"Dan untuk itu, marilah berlomba setiap yang ingin
berlomba...." (al-Muthaffifin: 26)
01
02 03 04
05
06 07
08 09
10
11
12
13
14
15
16
17
18 19
20
21
BACK MAIN PAGE .>>>>
|