(90) بَلْ أَتَيْناهُمْ بِالْحَقِّ وَ إِنَّهُمْ لَكاذِبُونَ
َ Bahkan telah Kami datangkan kepada mereka itu
kebenaran, cuma mereka jugalah sesungguhnya yang berdusta.
(91) مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلَدٍ وَما
كانَ مَعَهُ مِنْ إِلٰهٍ إِذاً لَذَهَبَ كُلُّ إِلٰهٍ بِما خَلَقَ وَ لَعَلا
بَعْضُهُمْ عَلى بَعْضٍ سُبْحانَ اللهِ عَمَّا يَصِفُونَ َ
Sekali-kali Allah tidak rnempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan
yang lain beserta Dia. Kalau demikian, niscaya tiap-tiap tuhan membawa apa
yang dijadikannya masing-masing, dan niscaya sebagian dari tuhan-tuhan itu
mengalahkan tuhan yang sebagian lagi. Maha Suci Allah dari yang mereka
sifatkan itu.
(92) عالِمِ الْغَيْبِ وَ الشَّهادَةِ فَتَعالى عَمَّا
يُشْرِكُونَ َ
Dialah yang mengetahui yang ghaib dan yang
nyata; Maha Luhur Dia daripada yang mereka sekutukan itu.
Dusta Apakah arti berdusta di sini? Berdusta
ialah bersitegang urat leher juga , padahal telah bertemu dengan kebenaran.
Laksana seorang pesakitan yang dihadapkan ke muka hakim, sudah cukup alasan
clan lengkap barang bukti bahwa memanglah dia pencuri atau pembunuh, padahal
dia masih ingkar juga akan kesalahannya, maka patutlah dia dihukum lebih
berat daripada jika dia mengaku terus-terang. Sebab itu suatu keingkaran
atas kebenaran, yang oleh hati sanubari diakui kebenarannya, namun Dia masih
juga diingkari, adalah dusta yang paling hebat clan itulah dia yang dinamai
KAFIR.
Dan "dialog" yang dipaparkan dalam ayat-ayat yang terdahulu ini banyaklah
kesan yang dapat kita ambil.
Pertama sekali kedatangan Agama Islam adalah membangkitkan tenaga akal clan
fikiran yang terpendam dalam din manusia, demikian juga tenaga perasaan
halusnya. Hati sanubari yang suci murni, yang belum dipengaruhi oleh
hawanafsu dan angkara murka bukanlah mengingkari Tuhan malahan mengakui
adanya Tuhan. Tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan saja, belumlah cukup
kalau Tuhan itu tidak didekati dengan ingot (tazakkarun) dan dengan takwa
(tattaqun). Barulah ada artinya akidah (kepercayaan) kalau sudah diikuti
oleh ibadah (pengabdian).
Kalau hati sanubari mengakui Tuhan ADA. Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang
Maha Mengatur, padahal din sendiri tidak dilatih menyesuaikan pengakuan
dengan perbuatan, samalah artinya dengan bohong dan tidak jugalah terlepas
daripada kekafiran.
Daripada membaca dan
merenungi ayat-ayat ini dan ayat-ayat yang lain pun, dapatlah kita fahami
bahwasanya Agama Islam adalah agama yang menghargai akal. Menurut Hadis:
"Agama
ialah akal. Tidak ada agama bagi orang yang tidak ada akalnya."
(Hadis).
Menurut ilmu Ushul-Fiqh menjadi.syarat mutlak bagi
orang-orang yang akan dipikulkan kewajiban-kewajiban clan tugas agama (mukallaf)
bahwa terlebih dahulu hendaklah dia aqil (berakal) dan baligh (dewasa). Dan
di dalam Ilmu Kalam, sebelum membicarakan sifat-sifat Tuhan, atau tentang
ada atau tidak adanya Tuhan, hendaklah terlebih dahulu diakui adanya akal
dan dikaji hukum akal yang tiga perkara, yaitu wajib, mustahil dan jaiz
ataupun mungkin.
Memang ada perkara-perkara yang tidak dapat dijangkau oleh kekuatan akal,
misalnya perkara-perkara yang ghaib. Tetapi haruslah diingat, bahwasanya
sesudah mempergunakan akal, barulah kita sampai dengan yakin kepada suatu
titik perhentian yang ditentukan oleh akal sendiri, bahwa dia tidak dapat
dijangkau olehnya.
Sehingga dapatlah disimpulkan bahwasanya apabila seseorang
sudah banyak sekali mengetahui, perkara-perkara yang nyata (syahadah),
pastilah dia akan lebih banyak mengetahui clan yakin bahwa lebih banyak
rupanya yang tidak dapat diketahui. Baik yang ghaib karena belum dapat
dijangkau oleh akalnya, atau ghaib karena tidak dapat dijangkau oleh umurnya.
Maka sampai-sampai yang tak tercapai oleh akal, sehingga perbendaharaan
batin masih kosong, menjadi penuhlah dia kembali karena diisi dengan iman.
Inilah perbedaan Agama Islam dengan beberapa agama yang lain. Karena ada
agama yang disuruh hentikan terlebih dahulu perjalanan akal barulah orang
disuruh percaya.
(91) مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلَدٍ وَما
كانَ مَعَهُ مِنْ إِلٰهٍ إِذاً لَذَهَبَ كُلُّ إِلٰهٍ بِما خَلَقَ وَ لَعَلا
بَعْضُهُمْ عَلى بَعْضٍ سُبْحانَ اللهِ عَمَّا يَصِفُونَ َ
Sekali-kali Allah tidak rnempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan
yang lain beserta Dia. Kalau demikian, niscaya tiap-tiap tuhan membawa apa
yang dijadikannya masing-masing, dan niscaya sebagian dari tuhan-tuhan itu
mengalahkan tuhan yang sebagian lagi. Maha Suci Allah dari yang mereka
sifatkan itu.
(92) عالِمِ الْغَيْبِ وَ الشَّهادَةِ فَتَعالى عَمَّا
يُشْرِكُونَ َ
Dialah yang mengetahui yang ghaib dan yang
nyata; Maha Luhur Dia daripada yang mereka sekutukan itu.
Maha Suci Tuhan Allah
Sebagian orang Quraisy
itu mempunyai pula kepercayaan bahwa Tuhan Allah beranak. Anak Tuhan Allah
itu ialah malaikat-malaikat, dan jenisnya ialah perempuan.
Kepercayaan terhadap banyak Tuhan (Polytheisme), adalah pusaka turuntemurun
yang diterima dari bangsa Yunani dan bangsa Hindustan. Pengaruh kepercayaan
bertuhan ini pun masuk pula ke Tanah Arab. Ka'bah yang didiri kan oleh Nabi
Ibrahim clan puteranya Ismail, adalah perlambang dari kesatuan ummat. Yaitu
ummat Tauhid yang hanya menyembah SATU Tuhan. Itulah yang bernama Agama
Hanif Nabi Ibrahim.
Tetapi lama kelamaan setelah wafat Nabi Ibrahim, Ka'bah itu
telah menjadi tempat buat menyandarkan berhalaberhala. Baik berhala pusaka
kepercayaan orang Arab sendiri, ataupun karena perhubungan orang Arab
Quraisy itu dengan bangsa-bangsa yang lain di dalam hubungan perjalanannya
berniaga ke Utara dan ke Selatan.
Maka timbullah kepercayaan bahwa Tuhan Allah beranak. Anak itu malaikat dan
malaikat itu perempuan.
Orang Yunani mempercayai bahwa bintang-bintang terperrting di langit itu
adalah tuhan, disebut juga Dewa. Ada tuhan dari kecantikan (Venus). Ada
tuhan clan peperangan (March). Tuhan dari kegembiraan clan khamar (Bachus).
Tuhan dari kekayaan (Minerva) clan lain-lain tuhan lagi. Tetapi tuhan
tertinggi bernama Apollo (sebagai lambang-lambang clan matahari). Dalam
kepercayaan ini segala dewa atau tuhan itu memang ada juga pusatnya, atau
Tuhan Tertinggi, Dewa Teragung.* Maka adalah desa itu yang disebut laki-laki
atau perempuan. Homerus penyair kuno pujaan bangsa Yunani itu mengarang
syair (epos) Ulysses clan Odyssee tentang kehidupan dewa-dewa dan
tuhan-tuhan itu. Mereka berperang, mereka berkasih-kasihan, berebut
kecintaan, cemburumencemburui, bunuh-membunuh, inilah yang dinamai
Mythologi.
Orang Hindu pun mempunyai mythologi yang kemudian telah terjelma menjadi
hikayat Mahabharata clan Ramayana. Orang Mesir pun mempunyai mythologi
tentang dewa dan dewi Iziz, Oziris clan tuhan tertinggi yang bernama Ra.
Kemudian itu masuk pula pengaruh ajaran Agama Kristen yang mempunyai
kepercayaan bahwasanya Nabi Isa Almasih itu adalah Putera Tunggal Tuhan.
Masyarakat Kristen ada di Nadiran (Arabia Selatan) clan di Syam (Arabia
Utara) dan orang Quraisy pun masuk berniaga ke negeri itu.
Sebelum Nabi Muhammad s.a.w. dilahirkan, Arabia Selatan
pernah ditaklukkan oleh Abesinia (Habsyi) yang beragama Nasrani. Abrahah
sebagai wakil negeri Ethiopia pernah mendirikan gereja besar di Shan'aa dan
memaksa orang-orang Arab berkiblat ke sana dan meninggalkan Ka'bah, dan
pernah pula mereka-mereka mencoba hendak menyerang negeri Makkah dan hendak
meruntuhkan Ka'bah. Tetapi maksud itu tidak berjaya. Maka oleh karena
hubungan dengan orang Kristen itu telah menyusup pula kepercayaan bahwa
Tuhan Allah beranak laki-laki.
Di zaman purbakala bangsa kita
(Melayu) masih memakai arti yang sama terhadap Dewa dan Tuhan. Seorang orang
besar Kerajaan Darmashraya di Jambi (cabang dari Kerajaan Sriwijaya) bernama
"Dewa Tuhan". Dalam batu bersurat Trengganu, batu bersurat yang tertua
menuliskan peraturan-peraturan Agama Islam yang mulai tersiar di Indonesia
dan Melayu (1303) "Allah Subhanahu wa Ta'ala" masih ditulis dengan "Dewata
Mulia Raya".
Lama-kelamaan pemakaian bahasa menjadi berkembang, sehingga
untuk Allah kita memakai kata "Tuhan" dan "Dewa" kita pakailah sebagai
lanjutan arti yang lama. Dewa-dewa itu bertempat di langit, dan langit
disebut Kayangan, sebagai "perkawinan" kepercayaan asli dengan kepercayaan
Hindu. Sebab Hyang artinya ialah nenek. Dan di bumi ini ada juga tempat
berkumpulnya Hyang-hyang itu, disebut Parahyangan.
Penyusunan bahasa kita itu adalah sebagai penyaluran daripada akidah yang
pokok yang telah kita anut setelah kita memeluk Agama Islam. Akidah kita
ialah "La Ilaha Illallah", Tiada Tuhan Melainkan Allah. Dalam bahasa Arab
kata "ilah" itu bisa juga diartikan Dewa dan bisa juga diartikan Tuhan.
Lantaran itu boleh juga diartikan Tiada Dewa melainkan Allah. Akidah kita
yang teguh menyebabkan bahwa kata "Tuhan" tidak kita pakai lagi untuk yang
lain, hanya semata-mata untuk "Allah Yang Maha Esa". Dan kata Dewa
tinggallah menjadi dongeng-dongeng kemusyrikan yang tidak masuk dalam hati.
Dengan ayat ini Nabi Muhammad s.a.w. telah disuruh Tuhan Allah memberi
kesadaran kepada orang Quraisy, bahwa kepercayaan tentang Tuhan Allah
beranak baik anak perempuan ataupun anak laki-laki, adalah kepercaya an yang
kacau, tidak sesuai dengan ajaran ash Nabi lbrahim yang telah mereka terima
turun-temurun, clan tidak sesuai dengan akal yang sihat.
Karena kalau Tuhan Allah beranak, akan samakah kedudukan si ayah dengan si
anak? Dan mustahillah jika Tuhan berserikat dengan yang lain. Fikiran yang
sihat hanya dapat menerima bahwa Tuhan Allah itu Maha Esa, tidak beranak dan
tidak diperanakkan, dan tidak ada serikatnya dengan yang lain. Kalau
dikatakan dia beranak, terpaksa fikiran sihat mengatakan bahwa derajat si
ayah lebih tinggi daripada derajat si anak. Terpaksa fikiran sihat
mengatakan bahwa si anak kemudian lahir dari si ayah. Niscaya tidak sama
kekuasaan si anak dengan si ayah. Sebab anak datang kemudian.
Kalau si anak berkuasa, niscaya kekuasaan yang didapatnya itu pemberian clan
ayahnya. Dan apabila sebagian kekuasaan telah diberikan ayah kepada anak,
maka dalam hal yang diberikan kekuasaannya telah diserahkannya, dan
si anak lemah pula dalam kekuasaan yang belum diberikan oleh ayahnya. Dan
kalau seluruh kekuasaan diberikan ayah kepada anak, sejak itu si ayah
menjadi "Tuhan yang menganggur". Dan kalau keduanya sama berkuasa, fikiran
sihat menentukan bahwa si ayah dan si anak sama-sama tidak berkuasa berdiri
sendiri, berdua barulah kuat.
وَما كانَ مَعَهُ مِنْ إِلٰهٍ
"Dan sekali-kali tidak ada Tuhan yang lain bersama Dia."
Tidak dapat pula diterima akal bahwa Tuhan itu berbilang. misalnya ada tuhan
langit dan ada tuhan bumi , ada tuhan taut dan ada tuhan darat. Peraturan
alam ini akan kacau-balau, karena akan terjadi pertumbuhan kekuasaan, setiap
tuhan bertindak sendiri-sendiri dalam daerah kekuasaannya.
Pemegang kepercayaan Hindu yang mengatakan bahwa Tuhan itu bertiga, yaitu
Brahmana yang mencipta, Wishnu yang memelihara dan Shiwa yang merusak.
Akhirnya tidak juga dapat mempertahankan pendirian itu Mereka sampai juga
kepada kesimpulan bahwa Yang Maha Kuasa hanya satu juga, yaitu Brahma.
Kepercayaan orang Iran (Persia) purbakala pun mengatakan bahwa Tuhan Yang
Maha Kuasa itu adalah dua. Pertama tuhan dari cahaya terang (Ahura, Mazda),
kedua tuhan dari gelap-gulita (Ahriman). Kata filsafat bangsa Iran itu,
kedua tuhan itu selalu berperang, tidak berkeputusan, selama masih berebut
kuasa di antara slang dengan malam clan benar dengan salah, dan buruk dengan
baik, clan indah dengan jelek. Tuhan dari kegelapan itu ialah iblis, dan
tuhan sinar terang-benderang itu adalah Kekuasaan Yang Mutlak. [tulah ALLAH!
Pada akhirnya Dia juga yang menang. Artinya meskipun jalan fikiran pada
mulanya kepada dua, akhir jalan fikiran itu kepada Esa jua adanya, lain
tidak.
Di dalam ayat 91 ini dibukakanlah fikiran manusia kepada jalan yang wajar.
Tidak mungkin Tuhan Allah beranak dan tidak mungkin Tuhan itu berserikat
dengan yang lain. Kalau Tuhan berbilang, dia akan berkelahi dan bertumbuk di
antara kekuasaan yang banyak.
Fikiran yang demikian tidak boleh dibiarkan tergenang hingga itu saja.
Fikiran yang sihat mesti sampai kepada TUHAN HANYA SATU, Maha Esa dia dalarn
KetuhananNya, dalam KekuasaanNya, dalam Zat dan SifatNya.
Fikiran yang sihat clan wajar pasti sampai kepada Kesatuan Tuhan. Fikiran
yang masih saja mengenang pada berserikatnya Tuhan, adalah belum wajar.
Kecuali kalau tidak berfikir, atau berhenti berfikir.
"Amat Suci Allah daripada yang mereka sifatkan itu.
Kepada fikiran atau Plan fikiran yang sihat itulah kita menyerah clan kita
merasa rela, tidak dengan paksaan. Oleh sebab itu maka akidah Tauhid (menyatukan,
meng(?sakan) itu selalu sejalan dengan kalimat ISLAM (menyerah dengan rela
hati clan perasaah puas).
Oleh sebab itu, menurut ajaran Islam, agar tercapai akidah
yang sihat, hendaklah turuti akal yang sihat, akal yang mencapai dan
menyampai kepada KESATUAN KEPERCAYAAN. Kalau tidak demikian maka agama yang
dianut, akhir kelaknya menjadi anutan yang tidak pernah difikirkan, atau
takut memikirkannya, sebagaimana kebanyakan sarjana-sarjana Eropa di zaman
moden yang di dalam "hitungan" masih beragama Kristen. tetapi mereka merasa
lebih bebas berilmu pengetahuan bukan karena dorongan agama, melainkan
setelah memisahkan agama dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya tibalah ayat 92.
عالِمِ
الْغَيْبِ وَ الشَّهادَةِ فَتَعالى عَمَّا يُشْرِكُونَ َ
"Yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata. Maka Maha Sucilah
Dia dari
yang mereka sekutukan itu. "
Mana yang nyata?
Di belakang setiap,yang nyata, pastilah ada
yang ghaib. Seketika kita merenung alam di keliling kita, kita selalu
dihadapkan dengan yang nyata dan yang ghaib. Di samping yang tersurat, kita
melihat yang tersirat. Bahkan pada pohon rambutan yang tumbuh di hadapan
rumah kita sendiri, "di belakang" pohon, daun, buah dan bunganya; di
belakang pahit dan kelatnya di waktu masih muda dan manisnya setelah masak;
di belakang bijinya yang "tidak ada apa-apa", padahal mengandung "apa-apa",
kita selalu bertemu dengan yang ghaib di belakang yang nyata.
Kadang-kadang hat-hal yang ghaib terpaksa kita jadikan kenyataan, supaya
kita mendapat kenyataan. Betapa banyaknya ilmu pengetahuan yang telah jadi
kenyataan, barulah dia nyata setelah kita rumuskan atas yang ghaib. Misalnya
kita berkata seketika mengaji Ilmu Alam bahwa haruslah kita percaya terlebih
dahulu akan adanya ether memenuhi segala ruang, barulah kita meyakinkan
akan peraturan yang meliputi alam, dan hubungan di antara sebagian alam
dengan bagian yang lain. Padahal apakah ether itu? Masih ghaib!
Di dalam menimbulkan kenyataan dalam garis-garis Ilmu Hayat, terlebih dahulu
harus kita pastikan adanya tenaga, karena tidak ada tenaga tidaklah ada
hidup. Tentang apakah hakikat tenaga (thaaqah, kracht), pun masih suatu yang
ghaib. Di dalam menyelami Ilmu Kimia, harus kita pastikan
adanya atom. Tidak diaku; adanya atom, kimia tidak menjadi. Padahal kimia
telah menjadi, sebab itu tambah pastilah adanya atom.
Ilmu
telah menerima saja perkara-perkara yang tadinya tidak pasti itu (ghaib)
untuk dianggap sebagai suatu kenyataan. Sebab sudah terang bahwa segala yang
telah nyata itu, tetap kabur kalau pangkalnya yang kabur itu tidak
dinyatakan terlebih dahulu. Ilmu pengetahuan tidaklah sekaligus menolak
suatu teori sebelum datang teori lain mengatasinya atau yang lebih cepat
dapat mencapai yang dimaksud mencari kenyataan (hakikat).
Adalah satu kenyataan (syahadah) bahwa manusia dengan kekuatannya yang amat
terbatas, dan usianya yang amat singkat, ingin hendak menguasai segenap
persoalan. Adalah amat ganjil bahwa setelah banyak barang yang tadi nya
tidak diketahuinya, kemudian dia pun tahu, bertambah insaflah dia bahwa
masih banyak yang ghaib baginya. Akhirnya bertambah banyak yang disaksikan
dengan pancaindera, bertambah sampailah akal kepada kesimpulan: Memang amat
banyaklah yang ghaib. Sebab itu Tuhan pun bersabda:
"Maka amat luhurlah Allah dari yang mereka sifatkan itu." (ujung ayat 92).
Dengan demikian bu'.atlah segala kenyataan dan segala kegiatan kepada Tuhan
Yang Esa.
Karena berbagai ragam sesuatu, hanya menunjukkan atas Yang Satu.
01
02 03 04 05
06 07
08 09
10
11
12
13
14
15
16
17
18 19
20
21 Back to main
page ...... >>>>>
|