Tafsir Suroh Al-Baqarah ayat 153 - 157         

                                                                   


 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن

(153) Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat; sesung-guhnya Allah adalah beserta  orang-orang yang sabar.


 وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْن

(154) Dan janganlah kamu katakan ter­hadap orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup, akan tetapi kamu tidak merasa.


 وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَ الْجُوْعِ وَ نَقْصٍ مِّنَ الْأَمَوَالِ وَ الْأنْفُسِ وَ الثَّمَرَاتِ وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ

(155) Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan se­suatu dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta­ benda dan jiwa-jiwa dan buah buahan; dan berilah khabar yangmenyukakan kepada orang yang sabar.


 اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

(156) (Yaitu) orang-orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, dan sesungguhnya kepadaNya­lah kita semua akan kembali.


 أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

(157) Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat petunjuk.        


Menghadapi Percobaan Hidup

Pada ayat-ayat yang di atas telah dijanjikan Tuhan bahwa nikmat itu akan terus-menerus disempurnakan, Nikmat pertama dan utama ialah diutusnya Rasulullah s.a w. menjadi Rasul Beliaulah yang akan memimpin perjuangan selanjutnya. Sebab itu tetaplah mengingat Allah supaya Allah ingat pula akan kamu dan syukurilah nikmatNya, jangan kembali kepada kufur, yaitu melupa­kan jasa dan tidak mengingat budi

Dengan perubahan kiblat setelah berasa di Madinah 16 atau 17 bulan kamu telah dibawa melangkah lebih maju Akhirnya kelak kemenangan yang gilang-gemilang akan diberikan Tuhan kepada kamu. Tetapi adalah satu syarat utama yang wajib kamu penuhi. Sebab perobahan-perobahan besar dan kejadian yang akan diberikan Tuhan kelak kepadamu itu bukanlah terletak di atas talam, perak, lalu dihidangkan saja kepadamu. Melainkan amat bergantung kepada usaha dan semangat kegiatanmu sendiri. Maka peristiwa-peristiwa yang dah­syat akan bertemulah oleh kamu dalam Shirathal Mustaqim yang kamu lalui itu. Syarat utama itu ialah :

 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن

"Wahai orang-orang yang beriman ! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (ayat 153).

Maksud ini adalah maksud yang besar. Suatu cita-cita yang tinggi. Mene­gakkan kalimat Allah, memancarkan tonggak Tauhid dalam alam. Memban­teras perhambaan diri kepada yang selain Allah. Apabila langkah ini telah dimulai, halangannya pasti banyak, jalannya pasti sukar. Bertambah mulia dan tinggi yang dituju, bertambah sukarlah dihadapi. Oleh sebab itu dia meminta semangat baja, hati yang teguh dan pengorbanan-pengorbanan yang tidak mengenal lelah. Betapapun mulianya cita-cita, kalau hati tidak teguh dan tidak ada ketahanan, tidaklah maksud akan tercapai. Nabi-nabi yang dahulu daripada Muhammad s.a.w: semuanya telah menempuh jalan itu dan semuanya meng­hadapi kesulitan.

Kemenangan mereka hanya pada kesabaran. Maka kamu orang yang telah menyatakan iman kepada Muhammad wajiblah sabar, sabar menderita, sabar menunggu hasilnya apa yang dicita-citakan. Jangan gelisah tetapi hendaklah tekap hati.

Sampai seratus satu kali kalimat sabar tersebut dalam al-Quran. Hanya dengan sabar orang dapat mencapai apa yang dimaksud. Hanya dengan sabar orang bisa mencapai derajat Iman dalam perjuangan. Hanya dengan sabar menyampaikan nasihat kepada orang yang lalai. Hanya dengan sabar kebena­ran dapat ditegakkan.

Lebih 25 tahun Ya'kub sabar menunggu pulang anaknya yang hilang, sampai berputih mata; akhirnya anaknya Yusuf kembali juga. Tujuh tahun Yusuf menderita penjara karena fitnah; dengan sabarnya dia jalani nasibnya; akhirnya dia dipanggil buat menjadi Menteri Besar.

Bertahun Ayub menderita penyakit , sehingga tersisih dari anak isteri; akhirnya penyakitnya disembuhkan Tuhan dan setelah pulang ke rumah didapatinya anak yang 10 telah menjadi20, karena semua sudah kawin dan sudah beranak pula. Ibrahim dapat menyem­purnakan kalimat-kalimat ujian Tuhan karena sabar. Demikianlah Musa de­ngan Bani-Israil. Ismail membangun angkatan Arab yang baru. Isa Almasih dengan Hawariyin semuanya dengan sabar.

Ada Nabi yang nyaris kena hukuman karena tidak sabar; yaitu Nabi Yunus. Ditinggalkannya kaumnya karena seruannya tidak diperdulikan. Maka buat melatih jiwa dia ditakdirkan masuk perut ikan beberapa hari lamanya. Tetapi keluar dari sana dia membangun diri lagi dengan kesabaran.

Sebab itu sabarlah perbentengan diri yang amat teguh.

Sabar memang berat dan sabar memanglah tidak terasa apa faedahnya jlka bahaya dan kesulitan belum datang. Apabila datang suatu marabahaya atau suatu musibah dengan tiba-tiba, dengan tidak disangka-sangka, memang tim­bullah perjuangan dalam batin. Perjuangan yang amat hebat. Tarik menarik di antara kegelisahan dengan ketenangan.

Kita gelisah, namun hati kecil kita sendiri tidaklah senang akan kegelisahan itu. Suatu waktu orang yang belum juga menang ketenangannya atas kegelisa­hannya bisa jadi memandang gelap hidup ini, sehingga dari sangat gelapnya mau rasanya mati saja. Mungkin dengan mati kesulitan itu akan habis, lalu dia membunuh diri.

Seseorang yang tengah diperiksa polisi karena suatu tuduhan kejahatan, padahal dia merasa tidak bersalah, ada yang silap sehingga dia ingin hendak membunuh diri. Katanya setelah saya mati nanti, mereka akan dapat membuktikan juga bahwa saya tidak salah dalam hal ini. Lantaran itu dalam sangatnya pemeriksaan itu, polisi menjaga benar-benar supaya barang-barang yang tajam, sampai pisau silet penculcur janggut, dijauhkan daripadanya.

Sudah kita katakan, hati kecil yang di dalam tidaklah suka akan kegelisahan itu. Maka hati kecil yang di dalam itulah yang harus ditenangkan. Sebab itu dalam saat yang demikian sabar tadi tidak boleh dipisahkan dengan shalat! Ingat Tuhan! Hati kecil yang telah dikepung oleh kegelisahan dan kekacauan itu harus dibebaskan dari kepungan itu. Lepaskan dia menghadap Tuhan; Allahu Akbar! Allah Maha Besar !

Mengapa aku mesti gelisah? Padahal buruk clan baik adalah giiiran masa yang pasti atas diriku, bukankah dahulu dari ini aku disenangkanNya? mengapa aku demikian bodoh, sampai terangan-angan dalam perasaan hendak mem bunuh diri? Bukankah dengan membunuh diri keadaanku di akhirat, di sebe­rang maut itu, akan lebih lagi menghadapi kemurkaan Tuhan?

Allahu Akbar! Allah Maha Besar!

Segala urusan dunia ini adalah kecil belaka. Kesulitan yang aku hadapipun soal kecil saja bagi Tuhan, akupun akan memandangnya kesulitan yang kecil saja. Aku memandangnya soal besar, sebab aku tidak insaf bahwa jiwaku kecil. Aku gelisah lantaran kesulitan. Aku mesti mencari di mana sebabnya, kemu­dian ketahuanlah sebabnya. Yaitu ada sesuatu selain Allah yang mengikat hatiku. Mungkin hartabenda, mungkin kemegahan dunia, mungkin pangkat dan kedudukan dan mungkin juga yang lain. Sehingga aku lupa samasekali tujuan hidupku yang sebenarnya, yaitu Tuhan dengan keredhaanNya, sebab itu aku mesti shalat.

Maka apabila ketenangan telah diperteguh dengan shalat, kemenangan pastilah datang. Sabar dan shalat; keduanya mesti sejalan. Apabila kedua resep ini telah dipakai dengan setia dan yakin, kita akan merasa bahwa kian lama hijab dinding kian terbuka. Berangsur-angsur jiwa kita terlepas dari belenggu kesulitan itu sebab Tuhan telah berdaulat dalam hati kita.

Waktu itupun baru kita ketahui bahwa kita terjatuh ke dalam kesulitan tadi, ialah karena pengaruh yang lain telah masuk ke dalam jiwa; terutama syaitan, Yang ingin sekali kita hancur. Maka berangsurlah naik sari cahaya iman kepada waja. Barulah berarti kembali segala ayat-ayat yang kita baca, sampai huruf-huruf dan baris dan titiknya. Kita telah kuat kembali dan kita telah tegak. Kita telah mendapat satu kekayaan, yang langit dan bumipun tidak seimbang

buat menilai harganya. Di sinilah terasa ujung ayat:

إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن

"Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar." (ujung ayat 153).

Apakah yang engkau takutkan kepada hidup ini, kalau Allah telah men­jamin bahwa Dia ada beserta engkau? Orang yang ditimpa oleh suatu percobaan yang membuat jiwa jadi gelisah, kemudian berpegang teguh kepada ayat ini, membenteng diri dengan sabar dan shalat, dengan berangsur timbullah fajar harapan dalam hidupnya. Kelihatan dari luar dia dalam kesepian, padahal dia merasa ramai, sebab dia bersama Tuhan. Belenggu biar dipasang pada tangannya, namun jiwanya merasa bebas. Pagar besi membatasi jasmaninya dengan dunia luar, tetapi ayat-ayat al-Quran membawa jiwanya membumbung naik melintas ruang angkasa dalam dia mengerjakan shalat. Lantaran ini ketakutanpun hilanglah dan keberanian timbul.

Kalau mati dalam menegakkan cita-cita, ataupun terbunuh, hati bimbang tidak ada lagi. Sebab bagi orang yang telah merasa.dirinya dekat dengan Allah, batas di antara hidup dengan mati tidak ada lagi. Hidup itu sendiri tidak ada artinya kalau jauh dari Tuhan.

Maka datanglah sambungan ayat:

 وَلاَ تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُقْتَلُ فِيْ سَبيْلِ اللهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَ لَكِنْ لاَّ تَشْعُرُوْن

"Dan janganlah kamu katakan terhadap orang yang terbunuh pada jalan Allah bahwa mereka mati. Bahkan mereka hidup, akan tetapi, kamu tidak merasa." (ayat 154).

Dengan ayat ini, kemenangan jiwa karena sabar dan shalat tadi diberi lagi pengharapan baru. Pengharapan yang langsung diberi Tuhan. Jangan takut dan jangan gelisah jika terbunuh atau mati karena menegakkan jalan Allah, karena yakin bahwa yang ditempuh adalah jalan yang benar. Jangan gelisah. Sebab orang yang mati pada menjalani jalan Allah itu bukanlah mati, tetapi hidup terus. Cuma kamu juga yang tidak merasa. Tetapi kalau kamu pelajari dengan seksama, akhirnya kamupun akan merasakan bahwa mereka masih hidup; hidup terus.

Bermacam tafsir ahli tafsir tentang makna hidupnya orang yang terbunuh atau menjadi kurban dari menegakkan jalan Allah itu.

Kata setengahnya, walaupun badannya telah hancur dalam kubur namun namanya tetap hidup. Namanya itu memberikan ilham atau inspirasi kepada pejuang yang meneruskan citanya. Kata setengahnya pula, badannya yang mati, namun fikiran dan citanya, terus hidup. Karena apalah arti hidup kalau bukan karena cita-cita ? Jasmaninya hilang namun isi citanya terus hidup dan dilanjutkan oleh yang datang di belakang. Bukankah manusia itu datang silih berganti, dan yang mereka perjuangkan ialah cita-cita yang tidak pernah mati?

Ada pula yang menafsirkan bahwa Roh manusia itupun mempunyrai bentuk halus serupa dengan bentuk tubuhnya. Maka jika tubuh telah hancur Roh itu tetap ada dalam kehidupannya yang menyerupai ether. Maka bentuk Roh yang bersifat ether itu tidak berubah, tidak berganti-ganti dan tidak musnah. Sedang tubuh kasar manusia, walaupun sebelum dia mati tetap berganti dan berubah. Kekuatan ether itu kata ahli ilmu alam dapat mempengaruhi tubuh yang lain, baik yang kasar ataupun yang halus; sedangkan ruang yang luas ini diisi selalu oleh ether. Sehingga dengan perantaraan ether itulah cahaya bisa menembus dari matahari ke dalam tingkat-tingkat udara.

Demikian kata ahli-ahli tafsir modern Dalam satu Hadits riwayat.Muslim ada pula mengatakan bahwa Roh orang-orang yang syahid itu diletakkan dalam tenggorokan burung yang hijau dalam syurga, artinya dipelihara baik-baik.

Demikianlah bunyi penafsiran. Tetapi apabila kita berpegang teguh dengan mazhab Salaf, tidaklah layak kita menetapkan salah satu dari tafsir itu. Bahkan kita langsung memegang apa yang dikatakan al-Quran; orang yang terbunuh pada.jalan Allah tidaklah mati, melainkan hidup. Malahan di ayat lain, yaitu Surat ali Imran (Surat 3) ayat 160, ditegaskan lagi bahwa mereka terus diberi rezeki.

Bagaimana hidupnya? Di mana dia sekarang? Bagaimana pula macam rezekinya? Tidaklah dapat kita ketahui, tetapi kita percaya.

Ahli-ahli Tasauf mencoba juga memecahkan soal ini dengan jalan ridha; Imam Ghazali dalam kitabnya Bidayatul Hidayah menerangkan pengalaman seorang ayah yang shalih yang anaknya mati syahid dalam satu peperangan. Pada suatu hari dia mengalami, puteranya itu datang dan singgah ke rumahnya dalam keadaan dia setengah bermimpi. Ayahnya bertanya mengapa pulang? Anak itu menjawab bahwa dia hanya singgah sebentar ke rumah menziarahi ayahnya, sebab dia beberapa teman Syuhada,. turun ke dunia kita ini karena ikut bersama-sama menyembahyangkan jenazah Khalifah Umar bin Abdu! Aziz. Dan akan segera kembali ke alamnya. lbnul Qayyim banyak juga men­ceritakan hal-hal serupa ini dalam kitabnya yang bernama al-Arwah.

Pendeknya hal yang begitu telah termasuk alam lain, yang.kita percayai. Tentang bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah di dekat kita ini penuh dengan Roh-roh Syuhada, atau ether. Roh orang mati syahid, kita tidak tahu. Karena hidup kita yang sekarang ini masih terkongkong oleh alam Syahadah, alam nyata.

Kemudian itu Tuhan teruskan lagi peringatanNya kepada kaum mu'min:

 وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ

"Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan sesuatu." (pangkal ayat 155).

Dengan sesuatu, yaitu dengan aneka warna,

 مِّنَ الْخَوْفِ

"dari ke takutan," yaitu ancaman-ancaman musuh atau bahaya penyakit dan sebagai­nya, sehingga timbul selalu rasa cemas dan selalu terasa ada ancaman. Yang berlaku di zaman Nabi ialah ancaman orang musyrik dari kota Makkah, ancaman kabilah-kabilah Arab dari luar kota Madinah yang selalu bermalaud hendak menyerang Madinah, ancaman fitnah orang Yahudi yang selalu meng­intai kesempatan dan ancaman orang munafik, dan ancaman bangsa Rum yang berkuasa di utara waktu itu.

 وَ الْجُوْعِ

"Dan kelaparan" termasuk kemiskinan sehingga persediaan makanan sangat berkurang.

 وَ نَقْصٍ مِّنَ الْأَمَوَالِ

"Dan kekurangan dari hartabenda."

Sebab umumnya sahabat-sahabat Rasulullah yang pindah dari Makkah ke Madinah itu hanya batang tubuhnya saja yang keluar dari sana; hartabenda tidak bisa dibawa;

 وَ الْأنْفُسِ

"dan jiwa-jiwa, "

ada yang kematian keluarga, anak dan isteri dan bapak, sehingga hidup melarat terpencil kehilangan keluarga di tempat kediaman yang baru;

 وَ الثَّمَرَاتِ

"dan buah-buahan," karena tidak lagi mempunyai kebun­ kebun yang luas, terutama pohon kurma, yang menjadi makanan pokok pada masa itu. Semuanya itu akan kamu derita ! .

Demikian sabda Tuhan. Tetapi derita itu tidak lain ialah karena menegak­kan cita-cita.

 وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ

"Dan berilah khabar yang menyukakan kepada orang-orong yang sabar." (ujung ayat 155).

Setelah di ayat 153 tadi dinyatakan kepentingan sabar dan shalat, di ayat ini diulangi lagi bahaya-bahaya, percobaan dan derita yang akan mereka tempuh. Disebut pahitnya sebelum manisnya. Orang yang akan menempuh derita itu hendaklah sabar.

Hanya dengan sabar semuanya itu akan dapat diatasi. Karena kehidupan itu tidaklah membeku demikian saja. Penderitaan dirasai dengan merata. Nabi Muhammad s.a.w. sendiri dalam peperangan Uhud kehilangan pamannya yang dicintainya Hamzah bin Abdul Muthalib. Maka apabila mereka sabar menahan derita, selamatlah mereka sampai kelak ke seberang cita-cita. Tidak ada cita-cita yang akan tercapai dengan tidak memberikan pengorblnan. Berilah khabar kesukaan kepada mereka yang sabar itu.

 اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

"(Yaitu) orang -orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, don sesungguh­nya kepadaNyalah kita semua akan kembali." (ayat 156).

Ucapan yang begini mendalam, tidaklah akan keluar dari dalam lubuk hati kalau tidak menempuh latihan. Khabar kesukaan apakah yang dijanjikan buat mereka ? 

 أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ

"Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka, dan rahmat. "(pangkal ayat 157).

Inilah khabar kesukaan untuk mereka. Pertama mereka akan diberi kurnia anugerah: dalam bahasa aslinya shalawat. Dari kata shalat. Kalau kita makhluk ini yang mengerjakan shalat terhadap Allah, artinya telah berdoa dan shalat. Kalau kita mengucapkan shalawat kepada Rasul, ialah memohon, kepada Allah agar Nabi kita Muhammad s.a.w. diberi kurnia dan kemuliaan. Tetapi kalau Tuhan Allah yang memberikan shalawatNya kepada kita, artinya ialah anugerah perlindungan­Nya. Kemudian itu menyusul Rahmat, yaitu kasih-sayang.

 وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

"Dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat petunjuk." (ujung ayat 157).

Maka dengan ketabahan hati menghadapi, lalu mengatasi kesukaran dan kesulitan dan derita, untuk menempuh lagi penderitaan lain, perlindungan Tuhan datang, rahmatNya meliputi dan petunjukpun diberikan. Jiwa bertambah lama bertambah teguh, karena sudah senantiasa digembleng dan disaring oleh zaman.

Dengan ini diberikan ketegasan kepada kita, apakah keuntungan yang akan kita dapat kalau kita tahan menderita dan sanggup mengatasi penderitaan itu, atau lulus dari dalamnya dengan selamat? Pertama Tuhan memberikan ShalawotNya kepada kita, artinya bahwa kita dipelihara dan dijamin. Kedua kita diberi limpahan Rahmat, yaitu kasih-sayang yang tidak putus-putus. Tidak cukup hanya sehingga diberi Shalowat dan Rahmat, bahkan dijanjikan lagi dengan yang lebih mulia, yaitu diberi petunjuk di dalam menempuh jalan bahagia ini, sehingga sampai dengan selamat kepada yang dituju.

Ini telah terjadi pada kehidupan Nabi-nabi, setiap mereka lepas dari satu ujian Mihnah , mereka naik guna mencapai anugerah Minhah yang baru Demikian juga kehidupan ulama-ulama yang menerima warisan Nabi-nabi.

Semua ayat ini rnasihlah dalam rangka peralihan kiblat itu; intisarinya tuntunan dalam perjuangan. Dan Islam tidaklah akan tegak, kalau Roh jihad ini tidak selalu diapikan pada diri dan pada ummat. Dan kesulitan, kesukaran, kekurangan sebagai Yang disebutkan Allah itu akan selaluiah ada. Bahagialah ummat yang dapat mengambil pedoman daripada ayat-ayat ini.

Mungkin timbul rasa musykil dari pertanyaan orang: "Mungkinkah kita mengelakkan diri dari perasaan sedih atau susah karena ditimpa musibah?" Jawabnya sudah pasti, yaitu rasa sedih dan susah mesti ada. Sedangkan Nabi s.a.w. kematian puteranya Ibrahim bersedih juga dan titik juga airmata beliau. Bahkan tahun kematian isteri beliau yang tua, Khadijah, beliau namai Tahun Duka. Rasa yang demikian tidaklah dapat dihilangkan, karena dia adalah sifat jiwa. Dia timbul dari rasa belas-kasihan, atau rahmat.

Maka perasaan yang demikian, kalau tidak dikendalikan, itulah yang kerapkali membawa jiwa mera­na. itulah yang diperangi dengan sabar, sehingga akhirnya kesabaran menang, dan kesedihan itu tidak sampai merusak diri. Adapun kalau ada orang yang mati anaknya* tidak sedih hatinya, dan dia gembira-gembira saja, itu adalah orang yang tidak berperasaan. Orang yang berperasaan ialah yang memang tergetar hatinya karena suatu malapetaka, tetapi dengan sabar dia dapat mengendalikan diri, dan diapun menang. Inilah yang dirnaksudkan.

Kadang-kadang berkesan pada wajahnya peperangan batin itu, entah kurus badannya, bahkan sampai setengah buta matanya, sebagai Nabi Ya'kub kehilangan Yusuf, dan kemudian hilang pula Benyamin, namun beliau tetap berkata:

"Sabar yang indah, dan Allahlah tempat memohon pertolongan." (Yusuf: 83)

Berperang dalam batin, dan menang dalam peperangan itu. Itulah dia bahagia.


01  02  03  04  05  06  07  08  09  10  11 12  13  14  15  16  17 18  19 20 21  22  23  24 25 26  27  28   29  30    31 32 33 34 35 36 37 38 39 40                                To Main Menu