Tafsir Ayat 8 - 13
                                                                           

                                                                         


وَ مِنَ النَّاسِ مَن يَقُوْلُ آمَنَّا بِاللهِ وَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَ مَا هُم بِمُؤْمِنِيْنَ

(8) Dan sebagian dari manusia ada yang berkata : "Kami percaya kepada Allah dan Hari Kemudian", padahal tidaklah mereka itu orang­ orang yang beriman.


يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ مَا يَخْدَعُوْنَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَ مَا يَشْعُرُوْنَ

(9) Hendak mereka coba mem­perdayakan Allah dan orang­orang yang beriman, padahal tidaklah yang mereka perdaya­kan, kecuali diri mereka sendiri dan tidaklah mereka rasakan.


فِيْ قُلُوْبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ

(10) Di dalam hati mereka ada penyakit, maka menambah­lah Allah akan penyakit (lain). Dan untuk mereka adalah azab yang pedih dari sebab mereka telah berdusta.


وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُوْا فِي الْأَرْضِ قَالُوْا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ

(11) Dan apabila dikatakan pada mereka : "Janganlah kamu ber­buat kerusakan di bumi", mereka jawab : "Tidak lain kerja kami hanyalah berbuat perbaikan".


أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَ لَكِنْ لاَّ يَشْعُرُوْنَ

(12) Ketahuilah, bahwa sesungguh­nyalah mereka itu perusak­perusak, akan tetapi mereka tidak sadar.


وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمْ آمِنُوْا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوْا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاء أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لاَّ يَعْلَمُوْنَ

(13) Dan apabila dikatakan orang kepada mereka : "Berimanlah sebagaimana telah beri m a n manusia (lain)", mereka jawab : "Apakah kami akan beriman sebagaimana berimannya or­ang-orang yang bodoh-bodoh itu ?" Ketahuilah, sesungguh­nya mereka itulah yang bodoh­bodoh, akan tetapi mereka tidak tahu.


                                                                       Nifaq I

وَ مِنَ النَّاسِ مَن يَقُوْلُ آمَنَّا بِاللهِ وَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَ مَا هُم بِمُؤْمِنِيْنَ
"Dan sebagian dari manusia ada yang berkata : Kumi percaya kepada Allah dan Hari Kemudian, padahal tidaklah mereka itu orang-orang yang beriman. " (ayat 8).

Sudah dibicarakan pada ayat yang lalu tentang orang yang kafir. Orang yang dengan tegas telah menyatakan bahwa dia tidak percaya. Betapapun mereka diajak diberi peringatan ancaman azab kehancuran di dunia dan siksa neraka di akhirat, mereka tidak akan mau karena hati mereka sudah dicap.

Dengan hanya dua ayat saja hal itu sudah selesai. Tetapi mulai ayat 8 ini sampai ayat 20 akan dibicarakan yang lebih sulit daripada kufur, yaitu orang yang berlain apa yang diucapkannya dengan mulutnya dengan pendirian hatinya yang sebenarnya. Sifat ini bernama nifaq dan pelakunya munafik.

Mereka berkata dengan mulut bahwa mereka percaya; mereka percaya kepada Allah, percaya akan Hari Kemudian, tetapi yang sebenarnya adalah mereka itu orang-orang yang tidak percaya. Inilah macam manusia yang ketiga, yang pertama tadi percaya hatinya, percaya mulutnya dan percaya perbuatannya, tegasnya dibuktikan kepercayaan hatinya itu oleh perbuatannya. Itulah orang mukmin.

Yang kedua tidak mau percaya, hatinya tidak percaya, mulutnya menentang dan perbuatannya melawan. Itulah orang yang disebut kafir.

Tapi yang ketiga ini menjadi golongan yang pecah di antara hatinya dengan mulutnya.
Mulutnya mengakui percaya, tetapi hatinya tidak, dan pada perbuatannya lebih terbukti lagi bahwa pengakuan mulutnya tidak sesuai dengan apa yang tersimpan di hati.

Sebab meskipun orang memaksa-maksa dirinya berbuat sesuatu perbuatan yang hanya diakui oleh mulut, padahal tidak dari hati, maka tidaklah akan lama dia dapat mengerjakan pekerjaan itu Laksana seorang menantu yang segan kepada mertuanya, lalu dia pun pergi sembahyang maghrib kelanggar yang terdekat beberapa hari setelah dia kawin, padahal dia tidak biasa mengerjakan sembahyang.

Beberapa minggu kemudian diapun berhenti, sebab ke langgar itu tidak dari hatinya.
Kalimat munafik atau nifaq itu asal artinya ialah lobang tempat bersembunyi di bawah tanah. Lobang perlindungan dari bahaya udara, disebut nafaq. Dari sinilah diambil arti dari orang yang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, sebagai suatu pengicuhan atau penipuan.

يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا
"Hendak mereka coba memperdayakan Allah dan orang-orang yang beriman. " (pangkal ayat 9).

Dengan mulut yang manis, kecin dan yang murah, berlagak sebagai orang yang jujur, pura-pura sebagai orang yang beriman, fasih lidah berkata-kata, dihias dengan sabda Tuhan, sabda Rasul, supaya orang percaya bahwa dia bersungguh-sungguh.

وَ مَا يَخْدَعُوْنَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَ مَا يَشْعُرُوْنَ
"Padahal tidaklah yang mereka percayakan, kecuali diri mereka sendiri, dan tidaklah mereka rasakan. " (ujung ayat 9)

Sikap pura-pura itu sudah nyata tidak dapat memperdayakan Allah; niscaya Tuhan Allah tidak dapat dikicuh (ditipu). Mungkin sesama manusia dapat tertipu sementara tetapi akan berapalah lamanya? Tidaklah lama masanya mereka akan dapat melakukan berpura-pura itu, akhirnya kedok yang menutup muka mereka itu akan terbuka juga. Mereka hendak memperdayakan Allah dan orang yang beriman padahal dengan tidak rnereka sadari, mereka telah memperdayakan diri mereka sendiri.

فِيْ قُلُوْبِهِم مَّرَضٌ
"Di dalam hati mereka ada penyakit. " (pangkal ayat 10).

Pokok penyakit yang terutama di dalam hati rnereka pada mulanya ialah karena pantang kelintasan, merasa diri lebih pintar. Kedudukan rasa terdesak, yang dilawan terasa lebih kuat, inilah penyakit ingin tinggi sekepala, tetapi tidak mau mengaku terus-terang. Akan nyata-nyata menolak, takut akan terpisah dari orang banyak. Itulah yang menyebabkan sikap zahir dengan sikap batin menjadi pecah, akhirnya

فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضً
"maka menambahlah Allah akan penyakit mereka, "

penyakit dengki, penyakit hati busuk, penyakit penyalah terima. Tiap orang bercakap terasa diri sendiri juga yang kena, karena meskipun telah mengambil muka kian kemari, namun dalam hati sendiri ada juga keinsafan bahwa orang tidak percaya.

وَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ
"Dan untuk mereka azab yang pedih, dari sebab mereka telah berdusta. " (ujung ayat 10).

Azab yang paling pedih yang mereka rasai ialah lantaran dusta mereka sendiri. Tiap berkata jarang yang benar. Kaum munafik itu mengatakan percaya kepada Allah dan hari Akhirat; bahwa Allah ada dan hari Akhirat pasti terjadi, adalah benar.

Tetapi karena sikap hidup selalu menyatakan bahwa mereka bukan orang yang beriman kepada Allah dan tidak ada bukti perbuatan yang menunjukkan bahwa kedua hal itu benar-benar keyakinannya, kian lama nampak jugalah dustanya. Orangpun akhirnya sama tahu, dan orangpun akhir-akhirnya dapat pula mengatur sikap menghadapi orang yang seperti ini. Mereka telah disiksa oleh dusta mereka sendiri. Apa saja yang mereka kerjakan menjadi serba salah.

Mereka sendiripun sudah tahu bahwa orang tidak percaya lagi, sebab sudah lancung ke ujian. Duduk dalam majelis ramai, kalau orang berkata-kata, mereka menjadi salah terima saja, sebab perkataan yang terhadap soal lain, mereka sangka menyindir mereka juga. Jiwa mereka menjadi kerdil.

Beginilah digambarkan jiwa orang munafik di Madinah seketika Islam mulai berkembang di sana. Kaum munafik itu dua corak. Pertama munafik dari kalangan orang Yahudi, yang kian lama kian merasa bahwa mereka telah terdesak, padahal selama ini merekalah yang jadi tuan di Madinah, karena kehidupan mereka lebih makmur dari penduduk Arab asli, dan merasa lebih pintar.

Kian lama kian mereka rasakan bahwa kekuasaan Nabi Muhammad dan kebebasan Islam kian naik, dan mereka kian terdesak ke tepi. Mereka inilah yang mengatakan kami percaya kepada Allah dan percaya kepada Hari Akhirat, tetapi sudah disengaja buat tidak menyebut bahwa merekapun percaya kepada Kerasulan Muhammad dan Wahyu al-Qur'an.

Munafik kedua ialah orang Arab Madinah sendiri, yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubai, sebelum Nabi datang, dialah yang dipandang sebagai pemuka masyarakat Arab Madinah yang terdiri dari persukuan Aus dan Khazraj. Tetapi sedatang Nabi s.a.w. dia kian lama ditinggalkan orang, sebab kian nyata bahwa dia tidak jujur. Kerjanya di mana duduk hanya mencemooh dan memperenteng kepribadian Nabi s.a.w.

Tetapi akan menentang berhadapan tidak pula berani, karena takut dia akan disisihkan orang. beginilah gambaran umum dari golongan munafik pada masa itu.

وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُوْا فِي الْأَرْضِ قَالُوْا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُوْنَ
"Dan apabilah dikatakan kepada mereka : ",Ianganlah kamu berbuat kerusakan di bumi ", mereka jawah : "tidak lain kerja kami, hanyalah berbuat kebaikan. " (ayat 11)

Dengan lempar batu sembunyi tangan mereka berusaha menghalang-halangi perbaikan, pembangunan rohani dan jasmani yang sedang dijalankan oleh Rasul dan orang-orang yang beriman. Hati mereka sakit melihatnya, lalu mereka buat sikap lain secara sembunyi untuk menentang perbaikan itu. Kalau ditegur secara balk, jangan begitu, mereka jawab bahwa rnaksud mereka adalah baik. Mereka mencari jalan perbaikan atau jalan yang damai. Lidah yang tak bertulang pandai saja menyusun kata yang elok-elok bunyinya padahal kosong isinya.

أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُوْنَ وَ لَكِنْ لاَّ يَشْعُرُوْنَ
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya niereka itu perusak perusak, akan tetapi mereka tidak sadar. " (ayat 12).

Dengan cara diam-diam munafik Yahudi telah mencari daya­ upaya bagaimana supaya rencana Nabi kandas. Orang-orang Arab dusun yang belum ada kepercayaan, kalau datang ke Madinah, kalau ada kesempatan, mereka bisikan, mencemoohkan Islam.

Padahal sejak Nabi datang ke Madinah, telah diikat janji akan hidup berdampingan secara damai. Mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka itu merusak dan berbahaya, terutama kepada kedudukan mereka sendiri, sebab Islam tidak akan lemah tetapi akan bertambah kuat.

Kalau ditanyakan, mereka menyatakan bahwa maksud mereka baik, mencari jalan damai. , jelaslah bahwa perbuatan mereka yang amat berbahaya itu tidak mereka sadari, karena hawa-nafsu belaka. Nafsu yang pantang kerendahan. Kalau mereka berpegang benar-benar dengan agama mereka, agama Yahudi, tidaklah mungkin mereka akan berbuat demikian. Tetapi setelah agama menjadi satu macam Ta'ashshub, membela golongan, walaupun dengan jalan yang salah, tidaklah rnereka sadari lagi apa akibat dari pekerjaan mereka itu.

Dan dalam hal ini kadang-kadang mereka berkumpul jadi satu dengan munafik golongan Abdullah bin Ubai. Ayat ini sudah menegaskan. Ala ! Ketahuilah ! Sesungguhnya mereka itu perusak-perusak semua. Tetapi mereka tidak sadar. Ayat ini telah membayangkan apa yang akan kejadian di belakang, yang akan membawa celaka bagi diri mereka sendiri. Mereka tidak menyadari akibat di belakang.

Nampak di sini bahwa yang salah ialah pimpinan yang cerdik, yang memikirkan lebih jauh di antara mereka. Ayat yang selanjutnya menunjukkan benar-benar bagaimana isi jiwa mereka yang sebenarnya, sehingga timbul perangai munafik itu.

وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمْ آمِنُوْا كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُوْا أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاء أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاءُ وَلَكِنْ لاَّ يَعْلَمُوْنَ
"Dan apabila dikatakan orang kepada mereka : "Berimanlah sebagaimana telah beriman manusia (lain) ", mereka jawab : "Apakah kami akan beriman sebagaimana berimannya orang-orang yang bodoh-bodoh itu ?" Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah yang bodoh-bodoh, akan tetapi mereka tidak tahu. " (ayat 13).

Inilah rahasia pokok. Merasa diri lebih pintar. Merasa diri turun derajat kalau mengakui percaya kepada Rasul, sebab awak orang berkedudukan tinggi selama ini, baik pemuka-pemuka Yahudi atau Abdullah bin Ubai dan pengikutnya.

Mereka memandang bahwa orang-orang yang telah menyatakan iman kepada Rasulullah itu bukanlah dari golongan orang-orang yang terpandang dalam masyarakat selama ini. Apa mereka tahu ! Anak-anak kemarin ! Belum ada kedudukan mereka dalam masyarakat !

Mereka tidak hendak menilai apa artinya beriman, yang mereka nilai hanya kedudukan dari orang-orang yang telah menyatakan iman. Mereka pandang bahwa orang-orang yang menjadi pengikut Muhammad itu hanyalah orang bodoh-bodoh, sedang mereka orang pintar-pintar, lebih banyak mengerti soal agama, sebab mereka mempunyai Kitab Taurat.

Kesombongan beginilah di jaman dahulu kala yang menyebabkan umat Nabi Nuh menentang Nabi Nuh. Mereka merasa pakaian mereka kotor kalau duduk bersama-sama dengan orang-orang yang telah percaya lebih dahulu kepada Nabi Nuh.

Maka bagi kaum munafik Yahudi ini kepintaran mereka dalam soal agama tidak lagi untuk diamalkan, tetapi untuk dimegahkan. Tetapi mereka sendiri tidak dapat bertindak apa-apa.

Di antara mereka sama mereka pecah pula, sebab hendak atas mengatasi kepintaran. Lantaran sikap jiwa yang demikian, apakah yang dapat mereka perbuat selain dari mencemooh? segala yang dikerjakan orang salah semua. Tetapi mereka sendiri tidak dapat berbuat apa-apa.

Kadang-kadang tentu keluar perkataan mereka mencela pribadi orang. Misalnya mereka katakan ajaran Muharnmad itu ada juga baiknya. Sayangnya pengikutnya banyak si anu dan si fulan. Padahal misalnya orang-orang yang mereka cela dan mereka hinakan itu keluar dan mereka masuk , merekapun tidak akan dapat berbuat apa-apa selain daripada mengemukakan rencana-rencana dan rancangan , tetapi orang lain yang disuruh mengerjakan.

Karena mereka sendiri tidak mempunyai kesanggupan. Mereka mencap semua orang bodoh, tetapi mereka tidak mengerti akan kebodohan mereka sendiri.

Analisa atau pengupasan jiwa seperti ini ditinggalkan oleh al-Qur'an untuk kita, supaya kita umat yang datang di belakang dapat pula mengambil pedoman. Di kalangan kitapun kadang-kadang dengan tidak disadari timbul pula penyakit jiwa yang semacam ini, dari orang­orang yang menyebut dirinya alim dalam hal agama atau sarjana dalam ilmu pengetahuan.

Pengetahuan mereka tentang macam kitab atau textbook thinking mereka, dijadikan ukuran untuk menghambat kemajuan berfikir. Mereka hanya taqlid kepada yang tertulis dalam kitab, tetapi mereka tidak meninjau bagaimana perkembangan yang baru dalam masyarakat. Sebab itu mereka menjadi munafik. Munafik dengan jiwa yang sakit.
 


01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21  22  23 24 25 26 27 28 29  To Main Menu