"(Ingadah) tatkala Allah berkata: Wahai
lsa,sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu,
dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir " (pangkal
ayat 55).
Artinya yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang
kafir itu hendak menjadikan Isa Almasih mati dihukum bunuh, seperti yang
dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Tetapi Nabi
Isa Almasih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau
akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di sisiNya, dan bersihlah
diri beliau dari gangguan orang yang kafir-kafir itu.
Kata mutawwafika telah kita artikan menurut logatnya
yang terpakai arti asal itu diambillah arti mematikan, sehingga wafat
berarti mati, mewafatkan ialah mematikan. Apatah lagi bertambah kuat arti
wafat ialah mati, mewafatkan ialah mematikan itu karena banyaknya bertemu
dalam al-Qur'an ayat-ayat, yang disana disebutkan tawaffa,
tawaffahumul-malaikatu, yang semuanya itu bukan menurut arti asal
yaitu mengambil sempurna ambil, melainkan berati mati. Sehingga sampai
kepada pemakaian bahasa yang umum jarang sekali diartikan wafat dengan ambil,
tetapi pada umumnya diartikan mati juga.
Maka dari itu arti yang lebih dahulu dapat langsung difahamkan, apabila
kita membaca ayat ini ialah: "Wahai Isa, Aku akan mematikan engkau dan
mengangkat engkau kepadaKu dan membersihkan engkau daripada tipudaya orang
yang kafir."
Dia akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat
derajatnya ke tempat yag tinggi, sebagai tersebut di dalam Surat Maryam (Surat
19 ayat 53). Seperti juga orang yang mati syahid di dalam Surat ali Imran
ini juga ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.
Tetapi meskipun demikian arti ayat ini yang mula-mula masuk langsung ke
dalam pikiran setelah membacanya, namun dalam penafsirannya telah terjadi
perselisihan pendapat atau khilafiyah yang panjang di antara ahli-ahli
tafsir. Satu golongan besar ahli tafsir mengatakan bahwa arti ayat bukanlah
sebagai yang mula-mula difahamkan itu. Tetapi inni mutawaffika
artinya ialah sesungguhnya Aku akan mengambil engkau, jadi bukan
berarti sesungguhnya Aku akan mematikan engkau. Tegasnya Nabi Isa
Alaihis-Salam, tubuh dan rohnya dalam hidup-hidup diambil Tuhan dari alam
ini warafi'uka ilayya dan mengangkat engkau kepadaKu, artinya
sesudah beliau diambil dari dunia ini lalu diangkat ke langit hidup-hidup.
Di langit itulah beliau sampai sekarang ini, dan di akhir zaman akan turun
kembali ke dunia membunuh Dajjal.
Golongan ini menafsirkan demikian karena memang bertemu beberapa Hadits
yang menerangkan bahwa di akhir Zaman Nabi Isa akan turun ke dunia kembali.
Malahan mereka mengeluarkan pendapat bahwasanya ulama-ulama sejak zaman
dahulu telah ijma mengatakan bahwa Nabi Isa telah diangkat ke langit, dan
kelak dekat-dekat akan kiamat dia akan turun ke dunia membunuh babi dan
menghancurkan salib.
Dan alasan mereka pula, ketika Nabi Muhammad saw. mi'raj, beliau bertemu
Nabi Isa bersama Nabi Yahya. Tetapi oleh karena di dalam Agama Islam
benar-benar ada kebebasan pikiran di dalam menafsirkan ayat-ayat Tuhan,
meskipun yang menafsirkan demikian itu golongan besar yang disebut dalam
istilah berita dengan jumhur; (hanya sekali) dan ada yang
mengatakan bahwa faham menafsirkan itu telah ijma', telah sama pendapat
seluruh ulama, namun yang mengeluarkan pendapat berbeda sangat dengan
tafsiran itu telah timbul pula.
Al-Alusi di dalam tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma'ani,
setelah memberikan keterangan beberapa pendapat tentang arti mutawwafika,
akhirnya menyatakan pendapatnya sendiri bahwa artinya telah mematikan
engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalika)
dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh
musuh yang hendak membunuh engkau.Dan beliau menjelaskan lagi bahwa arti
warafi'uka ilayya, dan mengangkat engkau kepadaKu , telah mengangkat
derajat beliau , memuliakan beliau, mendudukkan beliau, di tempat yang
tinggi, yaitu roh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya.
Lalu al-Alusi mengemukakan beberapa kata rafa'a yang
berarti "angkat" itu terdapat pula dalam beberapa ayat dalam al-Qur'an yang
tiada lain artinya daripada mengangkat kemuliaan rohani sesudah meninggal.
Syaikh Muhammad Abduh menerangkan tentang tafsir ayat ini demikian: Ulama
di dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang pertama dan yang
masyhur ialah bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup,
dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum di antara
manusia dengan syariat kita. Dan kata beliau seterusnya: " .......Dan jalan
penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis,
mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti
biasa, dan rafa'a(angkat), ialah rohnya diangkat sesudah
beliau mati.
Dan kata beliau pula: " Golongan yang mengambil tafsir cara yang kedua
ini terhadap hadits-hadits yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan
akan turun kembali, mereka mengeluarkan dua kesimpulan (takhrij).
Kesimpulan pertama: Hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang
bersangkut-paut dengan soal i'tikad (kepercayaan) sedang soal-soal yang
bersangkutan dengan kepercayaan tidaklah dapat diambil kalau tidak qath'i (tegas).
Padahal dalam perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir."
Kemudian beliau terangkan pula takhrij golongan kedua ini tentang
nuzul Isa (akan turun Nabi Isa di akhir zaman) itu. Menurut golongan ini
kata beliau turunnya Isa bukanlah turun tubuhnya, tetapi akan datang masanya
pengajaran Isa yang asli , bahwa intisari pelajaran beliau yang penuh rahmat,
cinta dan damai dan mengambil maksud pokok dari syariat, bukan hanya
semata-mata menang kulit, yang sangat beliau cela pada perbuatan kaum Yahudi
seketika beliau datang dahulu, akan bangkit kembali." Demikianlah keterangan
Syaikh Muhammad Abduh. (Tafsiral-Manar, jilid III, 317, cet. ke 3.)
Sayid Rasyid Ridha pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia. Bunyi
pertanyaan: "Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang? Di mana tubuh dan nyawanya?
Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni mutawwaffika wa rafi'uka
? Kalau memang dia sekarang masih hidup, seperti di dunia ini, dari mana
dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani haiwani itu ?
Sebagaimana yang telah menjadi Sunnatullah atas makhlukNya ? "
Sayid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan pendapat-pendapat ahli tafsir
tentang ayat yang ditanyakan ini, mengambil kesimpulan: "Jumlah kata,
tidaklah ada nash yang sharih (tegas) di dalam al-Qur'an bahwa Nabi Isa
telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana seperti di
dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum,
sehingga menimbulkan pertanyaan tentang makan beliau sehari-hari.
Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan beliau akan turun dari
langit. Itu hanyalah akidah dari kebanyakan orang Nasrani, sedang mereka itu
telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan ini dalam
kalangan kaum Muslimin."
Lalu beliau teruskan lagi: "Masalah ini adalah masalah khilafiyah
sampaipun tentang masih diangkat ke langit dengan roh dan badannya itu."
Dan berkata pula Syaikh Mustafa al-Maraghi, Syaikh Jami al-Azhar yang
terkenal sebelum Perang Dunia ke-2, menjawab pertanyaan orang tentang ayat
ini: "Tidak ada dalam al-Qur'an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa
as. diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya itu, dan bahwa dia sampai
sekarang masih hidup, dengan tubuh nyawanya.
Adapun sabda Tuhan mengatakan: "Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat
engkau kepadaKu dan membersihkan engkau daripada orang-orang yang kafir itu!"
Jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mematikannya dan mengangkatnya,
zahirlah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat
derajatnya di sisi Allah, sebagaimana Idris as. dikatakan Tuhan: "dan Kami
angkatkan dia ke tempat yang tinggi." Dan inipun jelas pula, yang jadi
pendapat setengah ulama-ulama Muslimin, bahwa beliau diwafatkan Allah, wafat
yang biasa, kemudian diangkatkan derajatnya. Maka diapun hiduplah dalam
kehidupan rohani, sebagaimana hidupnya orang-orang yang mati syahid dan
kehidupan Nabi-nabi yang lain juga.
Tetapi jumhur Ulama menafsirkan bahwa beliau diangkat Allah dengan tubuh
dan nyawanya, sehingga dia sekarang ini hidup dengan tubuh dan nyawa, karena
berpegang kepada hadits yang memperkatakan ini, lalu mereka tafsirkan al-Qur'an
disejalankan dengan maksud hadits-hadits itu.
Lalu kata beliau: "Tetapi hadits-hadits ini tidaklah sampai kepada
derajat hadits-hadits yang mutawatir, yang wajib diterima sebagai akidah.
Sebab akidah tidaklah wajib melainkan dengan nash al-Qur'an dan
hadits-hadits yang mutawatir. Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang
Muslim beri'tikad bahwa Isa Almasih hidup sekarang dengan tubuh dan nyawanya,
dan orang yang menjalani akidah itu tidaklah kafir dari Syariat Islam."
Berkata pula Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Jami' Al-Azhar (meninggal
tahun 1963), tentang hadits-hadits bahwa Nabi sa akan turun Demikian kata
beliau: "Riwayat-riwayat itu adalah kacau balau, berlain-lain saja lafaznya
dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan. Kekacau-balauan ini dijelaskan
benar-benar oleh Ulama Hadits. Dan di atas dari itu semua, yang membawa
riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Ka'ab al-Ahbar, keduanya itu ialah
ahlul-kitab yang kemudian memeluk Islam, dan sudahlah dikenal derajat
keduanya dalam penilaian ahli-ahli jarh dan ta di/(ahli
penyelidik nilai Hadits).
Meskipun Hadits yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun
ada pula, apabila Hadits itu shahih, namun dia adalah Had its Ahad. Dan
Ulama telah ijma' bahwasanya hadits ahad tidak berfaedah untuk dijadikan
dasar akidah dan tidak sah dipegang dalam urusan-urusan yang ghaib.
Tentang Nabi Muhammad s.a.w bertemu Nabi Isa dan Yahya ketika Mi'raj,
bukanlah alasan yang kuat buat membuktikan bahwa Isa as. hidup di langit,
tetapi itu hanyalah pertemuan kerohanian belaka, bukan pertemuan tubuh.
Keterangan tentang ini dapat dilihat dalam kitab Fathul-Bari dan
Zadul Ma ad.
Akhirnya Syaikh Syaltout menutup fatwanya demikian:
01 - Tidak ada dalam al-Qur'an yang mulia dan tidak pula dalam Sunnah
yang suci suatu alasan yang jitu, yang baik untuk dijadikan dasar akidah,
yang dapat menimbulkan ketenteraman dalam hati bahwasanya Isa diangkat ke
langit dengan tubuhnya, dan sampai sekarang dia masih hidup di langit dan
bahwa dia akan turun ke bumi di akhir zaman.
02 - Kesimpulan yang diperdapat daripada ayat yang berkenaan dengan soal
ini ialah bahwa Allah menjanjikan kepada Isa bahwa Dia akan mewafatkannya
menurut ajalnya, dan mengangkatnya daripada tipudaya orang yang kafir, dan
bahwa janji Tuhan ini memang telah terjadi, maka tidaklah dia mati dibunuh
oleh musuh-musuhnya dan tidaklah dia disalibkan, tetapi disempurnakan Allah
ajalnya dan diangkat derajatnya.
03 - Barangsiapa yang tidak percaya bahwa Isa telah diangkat dengan
tubuhnya ke langit dan bahwa dia mengingkari dalil yang qath'i (jelas dan
nyata), maka tidaklah dia keluar dari Islam dan Iman, dan tidaklah boleh dia
dihukum murtad, bahkan dia Muslim dan Mu'min, disembahyangkan seperti
menyembahyangkan orang beriman yang lain, dikuburkan di pekuburan orang
mu'min, dan tidak rusak imannya di sisi Allah. Dan Allah terhadap hambaNya
adalah,Maha Tahu, lagi memandang.
وَ جاعِلُ الَّذينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذينَ كَفَرُوا
إِلى يَوْمِ الْقِيامَةِ
"Dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau
lebih atas dan orang-orang yang kafir itu sampai hari kiamat"
Artinya, bahwasanya orang-orang yang teguh memegang ajaran Nabi Isa
Almasih yang asli, yaitu tauhid, akan tetap lebih atas karena kebenarannya
tidak dapat dijatuhkan, dan kepercayaan-kepercayaan yang kuat itu kian lama
kian hilang pasarannya dari muka bumi ini. Pengetahuan manusia akan
bertambah maju. Kemajuan pengetahuan akhir-kelaknya tidaklah akan sampai
kepada mengatakan bahwa Allah itu bertiga dalam satu dan satu dalam tiga.
Bertambah orang menyelidiki kebenaran dan suka membebaskan dirinya dari
paksaan taqlid kepada pemimpin agama dan pendeta, bertambahlah akan nampak
kemenangan orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran dalam dunia ini.
Sebab Allah itu sendiri adalah kebenaran: Al-Haq.
ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
"Maka kepada Akulah tempat kamu
kembali."
Artinya, meskipun betapa perselisihan dan pertengkaran, yang satu
mengatakan dia saja yang benar dan yang lain tidak mau menerima jika
semuanya akan kembali kepadaNya, untuk mempertanggungjawabkan segala
keyakinan dan anutan kita pada masa hidup di dunia yang fana ini:
فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فيما كُنْتُمْ فيهِ تَخْتَلِفُونَ
"Maka akan Aku putuskan nanti
antara kamu, dari hal apa-apa yang telah kamu perselisihkan padanya itu."
(ujung ayat 55).
Ujung ayat ini sangatlah dalam artinya bagi mendidik kita di dalam
menempuh pergolakan hidup. Adalah satu kenyataan bahwa kita telah terdiri
dari berbagai golongan. Kadang-kadang kita bertengkar dan bertukar fikiran,
kadang-kadang berebut pasaran dan pengaruh. Sehingga lantaran bertengkar
kadang-kadang kita lupa akan kewajiban kita yang sebenarnya, yaitu
mengabdikan diri kepada Tuhan. Lupa bahwa hidup di dunia fana yang pendek
ini hendaklah diisi dengan amal yang baik, jasa yang berguna, ilmu yang
berfaedah. Ujung ayat memberi ingat, janganlah terlalu banyak berselisih di
antara kamu.
Kalau kamu merasa bahwa agamamulah atau ajaran kamulah yang paling benar,
cobalah kerjakan dan amalkan dengan baik. Kalau waktu hanya kamu habiskan
dengan bertengkar, niscaya amalan akan terbengkalai dan umurmu habis percuma,
sedang yang kamu banggakan dengan mulutmu tidak membekas dalam amalmu. Di
muka Allah nanti, di hadapan Qadhi Yang Maha Adil, segala yang kamu
perselisihkan akan diselesaikan sendiri oleh Allah.
فَأَمَّا الَّذينَ كَفَرُوا فَأُعَذِّبُهُمْ عَذاباً شَديداً
فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ
" Maka adapun orang-orang yang kafir itu , maka
akan Aku siksalah mereka dengan siksaan yang sangat di dunia dan di akhirat"
(pangkal ayat 56).
Di dalam ayat ini nampak bahwasanya ajaran agama bukanlah semata-mata
untuk keselamatan akhirat saja. Bahkan terlebih dahulu siksaan dunia akan
dirasainya. Di dalam Ilmu Akhlak diterangkan betapa hidup yang lurus di
dunia ini, dengan kebersihan akhlak, moral dan mental. Tanggungjawab kepada
Allah dan tanggungjawab kepada sesama manusia. Kufur, tidak mau percaya
kepada Allah sebagai unit, sebagai pusat dan pokok pangkal tempat bertolak
di dalam hidup, akan menyebabkan hidup itu sendiri penuh dengan siksaan.
Kekayaan, pangkat danjabatan yang tinggi, harta-benda yang
melimpah-limpah dan kekuasaan yang dirasai tidak berbatas, tidaklah akan
dapat menolong menyelubungi siksaan batin karena tadinya memilih jalan
yang sesat.
Di ayat ini terlebih dahulu diterangkan betapa hebatnya siksaan dunia,
baik mengenai diri pribadi atau mengenai kelompok masyarakat. Meskipun yang
mula-mula diceritakan ialah kejahatan orang Yahudi yang hendak membunuh Nabi
Isa Almasih, dan mereka digagalkan oleh Tuhan, namun dia tidak menjadi
pedoman bagi seluruh manusia, bahwasanya menolak kebenaran Allah adalah
siksaan, baik siksaan ketika hidup di dunia, ataupun siksaan sesudah mati
dalam akfrrat.
وَ ما لَهُمْ مِنْ ناصِرينَ
"Dan tidaklah ada bagi mereka
orang-orang yang akan menolong." (ujung ayat 56).
Cobalah kita fikirkan baik-baik, siapakah yang akan dapat
menolong kita kalau sekiranya kita sendiri yang dari semula telah memilih
jalan salah ? Kita telah menentang Al-Haq (kebenaran), sedang kebenaran itu
hanya satu, Allah itu sendiri bernama Kebenaran. Maka siapakah orang lain
yang akan sudi menolong kita di dalam menempuh jalan yang di luar kebenaran
itu? Padahal kebenaran itu hanya satu? Maka orang kufur menolak kebenaran,
akan sepilah jiwanya sendirian dan tidak akan ada orang yang membela dia.
Siapa yang akan tampil ke muka membela orang yang salah? , Apatah lagi di
akhirat kelak, di tempat yang sega:a sesuatu terpulang kepada Allah.
وَأَمَّا الَّذينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ
فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ
Dan adapun orang-orang yang beriman dan mengamalkan
perbuatan perbuatan yang shalih, maka akan Dia sempurnakan ganjaran-ganjaran
mereka." (pangkal ayat 57).
Kalau pada ayat yang terdahulu dikatakan bahwa orang yang menolak ajaran
Allah akan mendapat siksaan di dunia dan di akhirat, maka orang-orang yang
mengerjakan perbuatanperbuatan yang shalihpun akan diberi Allah ganjaran
dengan sempurna, sejak dari dunia sampai ke akhirat. Bila iman telah tumbuh
di dalamjiwa, belumlah mereka akan puas kalau itu belum dibuktikan dengan
amal. Bilamana satu amal sudah selesai dengan baik, sebab kewajiban yang
timbul dari dalam seruan batin telah dilaksanakan. Amal usaha yang banyak
memberikan kepuasan di dalam diri sendiri, sebab hidup telah bernilai. Dan
kelak di akhirat akan mendapat bahagia lipat-ganda lagi.
Inilah didikan kepada manusia seterusnya, selama alam ini masih
terkembang dan selama manusia masih di dalamnya, yaitu supaya manusia lebih
banyak menuruti suara hati nuraninya. Jangan memperturutkan hawanafsu. Kalau
di zaman dahulunya jangan membunuh nabi-nabi dan jangan menganiaya, baik
aniaya terhadap orang lain ataupun terhadap diri sendiri.
وَ اللهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمينَ
"Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang
aniaya." (ujung ayat 57).
Sebesar-besar aniaya ialah mendustai diri sendiri. Beriman dan beramal
shalih sebanyak-banyaknya adalah suara dari hati nurani. Hawa nafsu manusia
menyebabkan suara hati suci-murni itu mereka bantah atau mereka tekankan
saja. Lalu mereka menempuh jalan yang salah, susahlah membebaskan diri dari
pengaruhnya. Di situlah timbul aniaya kepada diri sendiri.
Di sini Tuhan memperingatkan bahwa Dia tidak suka kepada orang-orang
yang aniaya. Ayat ini menjelaskan bahwa kalau kita menganiaya diri, adalah
itu di luar kesukaan Allah. Melainkan pilihan kita sendiri. Kalau Tuhan
telah menyatakan tidak menyukainya, tandanya kita dilarang mendekat kepada
sikap aniaya. Sebab itu tidaklah layak kita berkata bahwa saya ini menjadi
orang yang aniaya, karena takdir Tuhan. Mengapa Tuhan akan mentakdirkan
perkara yang dilarangNya? Sebab itu kita sendirilah yang hendaknya berusaha
menjauhi aniaya.
ذلِكَ نَتْلُوهُ عَلَيْكَ
“Demikianlah telah kami bacakan dia kepada engkau
.” (pangkal ayat 58).
Yaitu telah diceritakan betapa Bani Israil, tegasnya Yahudi
mencoba segala tipudaya mereka hendak menjerumuskan Isa Almasih ke dalam
lembah kesengsaraan, bahkan hendak membunuhnya sekali, karena mereka telah
kafir tidak mau menerima Risalat Nabi Isa. Maksud mereka hendak menghinakan
beliau tidak tercapai; bahkan Almasih bertambah dimuliakan Tuhan. Mereka
hendak membunuh beliau, namun Allah memeliharanya. Dan si penolak kebenaran
itu, tidaklah berdaya dalam usahanya, melainkan mendapat kegagalan total.
Yang dikisahkan Tuhan kepada Nabi Muhammad saw ini adalah;
مِنَ الْآياتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكيمِ
"Sebahagian dari ayat-ayat dan peringatan yang
amat bijaksana." (ujung ayat 58).
Dijelaskan di ujung ayat ini bahwasanya kisah kemuliaan ini
barulah sebahagian kecil saja dari ayat-ayat Allah, yaitu tanda-tanda
kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Isinyapun ialah satu peringatan bahwasanya
kecurangan pasti gagal dan seorang yang dimuliakan 0leh Allah, tidak ada
makhluk yang sanggup menghinakannya. Lalu ditekankan di ujung ayat tentang
hal bijaksana. Yaitu, kalau kita pelajari dari hanya sebahagian ayat yang
dikisahkan Tuhan ini dan kita bandingkan pula kepada kejadian-kcjadian yang
lain, akan selalu kelihatan betapa kebijaksanaan Ilahi di dalam mengatur
siasatNya. Dan semuanya ini telah disampaikan Tuhan dengan amat halus dan
penuh hikmat kebijaksanaan, sehingga terbuka pulalah jalan seluas-luasnya
bagi barangsiapa yang hendak menyelidiki jalan sejarah hidup manusia dalam
alam dunia ini