Tafsir Surat An-Nur Ayat 3
 
                                                            بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

(3) الزَّاني‏ لا يَنْكِحُ إِلاَّ زانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَ الزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُها إِلاَّ زانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَ حُرِّمَ ذلِكَ عَلَى الْمُؤْمِن

Orang laki-laki pezina, yang dinikahinya ialah perempuan pezina pula atau perempuan musyrik. Perempuan pezina jodohnya ialah laki-laki pezina pula atau laki-laki musyrik , dan diharamkan yang demikian itu atas orang yang beriman.


                                           Hukuman Zina (II)

Itulah usaha yang selanjutnya dalam membentuk masyarakat Islam. Sebagaimana dimaklumi, hijrah Rasulullah s.a.w. bersama sahabat-sahabatnya orang-orang Muhajirin ke Madinah ialah karena hendak membentuk masya rakat Islam, masyarakat yang dicita-citakan, yang akan menjadi dasar pertama dari masyarakat selanjutnya, menegakkan sunnah (tradisi) yang akan menjadi teladan di belakang hari. Anggota-anggota masyarakat demikian, haruslah orang-orang yang kuat peribadinya, tegak kepalanya dan tahu akan harga dirinya.

Sebab masyarakat ini akan terus, angkatan demi angkatan, generasi demi generasi, integrasi dan masyarakat yang lama, disintegrasi dalam membentuk masyarakat baru. Tetapi dalam cita yang demikian itu, tidaklah dilupakan kenyataan, sebab cita selalu berhadapan dengan yang nyata.

Menurut riwayat dari Mujahid dari `Atha', di antara kaum Muhajirin yang berbondong hijrah ke Madinah itu macam-macamlah nasib Dan keadaan orangnya. Ada yang kaya, sehingga dapat membawa harta simpanannya di kala pindah, ada yang berumahtangga dan beranak-pinak, yang semuanya diangkutnya bersama hijrah, tetapi ada pula yang miskin tak mempunyai apa­apa, tidak pula mempunyai isteri ataupun anak, sebatang kara, tidak pula mem­punyai suku belahan (A'syair) di Madinah, sedang mereka itu sebagai manusia mempunyai juga keinginan-keinginan. Keinginan yang terutama sekali ialah mempunyai isteri dan berumahtangga. Sedang di negeri Madinah yang baru didatangi itu masih ada sisa-sisa masyarakat jahiliyah, yang belum sekaligus dapat dihapuskan.

Yaitu adanya perempuan-perempuan lacur, yang memper­sewakan dirinya kepada pedagang-pedagang yang lalu-lintas. Siapa yang singgah di sana, menetap kepada perempuan itu karena telah menjadi lang­ganan. Setelah berhenti beberapa hari di Madinah, mereka pun berangkat setelah meninggalkan uang bayaran yang lumayan. Di hadapan rumah tempat mereka tinggal digantungkan tanda-tanda supaya pedagang yang lalu itu dapat mengetahui bahwa penghuninya bersedia menerima tamu.

Niscaya yang masuk ke rumah-rL!mah itu ialah orang-orang yang pernah berzina juga, atau orang-orang musyrik yang berfikir cara lama, yaitu singgah di jalan clan berzina itu laksana meminum seteguk air ketika haus saja. Adapun orang-orang yang beriman, yang telah dimasuki jiwanya oleh ajaran clan didikan Rasul Allah tidaklah ada yang menurut jalan demikian lagi. Pandangan mereka sudah lain terhadap zina, karena ajaran Nabi s.a.w.

Maka di antara Muhajirin yang melarat fakir miskin yang bersama pindah dengan Nabi itu, adalah yang berniat kawin saja dengan perempuan-perem­puan pezina itu. Apalah salahnya; mereka dapat ditaubatkan dan dibawa ke jalan yang benar. Dan di samping itu dipandang dari segi "ekonomi" amat besar pula faedahnya, karena perempuan demikian banyak uang simpanannya. Jika ia ditaubatkan dan hidup rukun serumah tangga, uang simpanannya itu dapat dijadikan modal buat memulai hidup baru. Inilah "teori" dari beberapa orang sahabat Nabi yang miskin itu.

Jadi ada juga maksud~baik di dalamnya.
Maka beberapa orang di antara mereka datanglah kepada Rasul Allah meminta diberi izin mereka melakukan teori demikian.

Sebagaimana biasa, dalam hal-hal yang mengenai dasar (prinsip) begini, tidaklah Nabi memutuskan sendiri, melainkan menunggu wahyu. Adalah suatu kenyataan bahwa mereka pun mempunyai keinginan beristeri sebagai orang orang lain yang mempunyai isteri.

Adalah satu kenyataan bahwa perempuan­perempuan pelacur itu mempunyai uang banyak. Dan adalah satu kenyataan pula jika sahabat-sahabatnya itu bermaksud baik, ialah menikahi perempuan­perempuan itu, bukan berzina. Dipandang sepintas lalu apalah salahnya hal yang demikian itu.

Wahyu pun datang memberi ketegasan bahwa hal yang akan demikian tidak mungkin. Memang segala soal yang di dunia ini tidaklah semata-mata jahat dan tidaklah semata-mata baik. Dalam jahatnya (perempuan lacur) ada baiknya, yaitu niat memperbaiki hidup mereka. Tetapi ada yang lebih dalam dari itu, yaitu nilai kejiwaan. Masyarakat Islam bukanlah bergantung kepada laba-rugi kebendaan, tetapi laba-rugi kejiwaan.

Siapa yang biasa masuk ke dalam rumah-rumah pelacuran itu selama ini? lalah orang-orang pezina, orang-orang yang tidak asal nafsu muda jangan ditahan. Meskipun di zaman jahiliyah sendiri, naluri manusia pun telah meman­dang rendah martabat perempuan pezina itu.

Sehingga kemudiannya seketika seorang perempuan musyrik memeluk Agama Islam dan tunduk kepada Nabi, yaitu Hindun isteri Abu Sufyan seketika berbai'at dengan Nabi, Nabi berkata kepadanya: "Dan janganlah berzina! Maka Hindun isteri Abu Sufyan, ibu dari Mu'awiyah dan Ummu Habibah (isteri Rasul Allah) itu telah berkata: "Adakah perempuan-perempuan merdeka yang berzina? Artinya, dia telah menjawab, bahwa meskipun selama ini dia hidup dalam jahiliyah, namun dia sebagai perempuan merdeka tidaklah melakukan zina. Yang berzina-itu ialah budak­ budak sewaan atau perempuan dari kalangan rendah. Orang merdeka atau perempuan baik-baik, tidaklah merasa melakukan zina, sebab itu dia merasa tidak perlu berbai'at dengan Rasul Allah dalam perkara ini.

Siapa pula laki-laki yang berulang ketempat perempuan lacur? Ialah laki­laki pezina juga, yang telah mendapat cap demikian dalam kalangan kaum musyrikin sendiri, atau laki-laki musyrik yang memang begini hidupnya di masa lampau. Maka laki-laki pezina itu biasanya kalau hendak taubat menuntut hidup baru yang berbahagia, barulah dia mau mengawini perempuan baik-baik. Kalau cuma buat main-main, tidaklah dia suka mengawini perempuan baik baik. Dia masih suka bergaul dengan perempuan pezina. Demikian juga perempuan lacur hanya berlangganan dengan laki-laki pelacur, atau yang sama musyriknya.

Adapun orang laki-laki beriman hanya mencari jodoh orang perempuan beriman: Orang perempuan beriman hanya menunggu pinangan laki-laki yang beriman pula, agar sama-sama menuntut hidup baru yang diridhai Tuhan:
Karena kehidupan berumahtangga bukanlah didasarkan kepada apa yang disebut di zaman sekarang "dasar cinta" melainkan kepada dasar yang lebih tinggi dan mulia, yaitu amanat Allah.

Di sinilah dasar timbulnya sabda Rasulullah s.a.w. di dalam satu Hadis yang shahih (dirawikan oleh Bukhari clan Muslim).

"Berwasiat-wasiatanlah- kamu terhadap perempuan dengan sebaik-baik­nya. Karena kamu mengambilnya jadi isteri ialah sebagai amanat dari Allah, dan barulah halal kehormatannya bagi kamu setelah dihalalkan dengan kalimat Allah. "

Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang terhormat, rumah tangganya bermutu tinggi, daripada merekalah diharapkan keturunan rumah yang shalih. Sabda Nabi :

"Dunia ini adalah perhiasan hidup, dan puncak perhiasan hidupnya itu ialah isteri yang shalih. "

Dan jika manusia mati akan putuslah hubungannya dengan dunia ini, kecuali ada tiga perkara: Pertama ilmu yang bermanfaat yang diajarkannya, kedua shadaqah jariyah (yang selalu mengalir manfaatnya), ketiga anak yang shalih yang mendoakan orang tuanya setelah orang tuanya itu meninggal dunia.

Kalau seorang sahabat lantaran miskinnya mengawini perempuan yang terkenal hidupnya telah cacat selama ini, betapalah akan pandangan masyara­kat kepada orang yang demikian? Dia hanya kawin dengan mengharapkan harta perempuan yang dinikahinya. Laksana pemuda-pemuda durjana di tanah Deli tatkala tanah Deli mulai terbuka, mengawini nyai Belanda kebun yang kaya-raya, banyak uang emasnya. Uang emasnya itu akan dijadikannya modal. Maka pandangan orang kepada sahabat-sahabat yang demikian tidaklah men­jadi naik melainkan bertambah turun. Dia akan dicap sebagai "O.K.B." hidup mewah dari hasil keringat perempuan lacur memperdagangkan dirinya di zaman dulu.
Bagaimana kedudukan perempuan itu sendiri kelak dalam bidang kalangan perempuan baik-baik yang lain.

"Diukur duduk sama rendah, diukur tinggi sama tinggi tetapi dibangsa dia kurang."

Biasanya bekas perempuan lacur, sukar sekali akan mendapat anak. Dan kalau kebetulan mendapat anak, harus dipelajari pula betapa jiwa anak itu menghadapi masyarakat. Sedangkan seorang sahabat yang besar dan ternama, yaitu `Amr bin al-'Ash yang nama ibunya tercatat di zaman jahiliyah, telah di­tutup dengan datangnya agama Islam, masih sekali-sekali mengeluh juga, setelah dia menjadi sahabat ternama: "Tuan-tuan tahu, siapa ibu saya?" kata beliau.
Setelah diterangkan duduk perkaranya, bahwasanya hanya "anjing-anjing juga yang berulang-ulang ke atas timbunan bangkai" (menurut pepatah Melayu), barulah kemudian ditutup dengan ketentuan pasti.

وَ حُرِّمَ ذلِكَ عَلَى الْمُؤْمِن
"Dan diharamkanlah yang demikian itu atas orang-orang yang beriman." (ujung ayat 3).

Haram artinya dilarang keras perkawinan yang demikian atas masyarakat orang-orang beriman.
Lihat di sini rahasia agama, yang harus menjadi pedoman bagi kita pejuang menegakkan agama. Larangan haram kemudian datangnya, yang terdahulu adalah sebagai ceritera saja (khabar), sehingga orang diberi kesempatan berfikir.

Seakan-akan hukum itu berkata demikian: "Sekarang kita pindah dari masyarakat jahiliyah ke dalam masyarakat Islam. Kita tinggalkan Makkah yang penuh berhala dan hijrah ke Madinah lalu mulai mendirikan mesjid baru untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa.

Kita mesti menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru. Betapa pun miskinnya kalian, janganlah kalian kotorkan jiwa dan jalan hidup kalian dengan mengawini perempuan lacur lalu mengambil harta simpanahnya yang didapatnya dari memperdagangkan diri­nya untuk modal. Perbuatan ini adalah nista! Dalam hati sanubari kalian sendiri akan terasa bahwa perbuatan itu hina, rendah. Sebab itu dilarang !"

                                Hukuman Wanita Ahlul Kitab

Kemudian daripada itu, masyarakat Islam di Madinah telah berdiri dan telah kuat. Maka datanglah satu kebolehan yang lain, yaitu laki-laki Muslim Mu'min boleh berkawin dengan perempuan Ahlul Kitab (Yahudi atau Nasrani).

Soalnya sudah-lain. Perempuan ahlul kitab tidaklah boleh diserumpunkan dengan perempuan lacur. Dalam kalangan ahlul kitab bukan sedikit orang baik ­baik yang taat dalam agamanya. Seluruh orang baik-baik di seluruh agama, semuanya membenci zina, semuanya mengutuk. Sebab itu amat salah menyama-ratakan perempuan ahlul kitab dengan perempuan pezina atau pelacur.

Apakah ahlul kitab tidak musyrik ? Bukankah orang Nasrani memper­sekutukan Tuhan dengan Nabi Isa?

Meskipun dalam satu ketentuan ahlul kitab disenafaskan dengan kaum musyrikin, (lihat Surat al-Bayyinah, ayat 1, Makkiyah), namun kedudukan mereka lain juga. Betul orang Yahudi dan Nasrani terletak di luar batas Islam, namun kalau dihitung dari sekalian yang di luar batas, merekalah yang paling dekat. Sebab mereka mengakui Nabi-nabi dan mengakui Kitab-kitab. Mereka mengingkari kerasulan Nabi Muhammad , ialah sebelum menerima keterangan (Bayyinah).

Seorang Muslim yang kuat imannya dan teguh peribadinya, tidaklah mengapa berkawin dengan perempuan Yahudi atau Nasrani, walaupun perempuan itu belum menyatakan dirinya masuk Islam. Satu di antara dasar prinsip ajaran Islam ialah bahwa "tidak ada paksaan dalam agama". Laki-laki yang beriman teguh dan mempunyai peribadi yang menarik, besar pengaruh­nya dalam membentuk rumahtangga. Bukan dia yang akan tertarik kepada agama isterinya, tetapi isterinyalah yang besar kemungkinan tertarik kepada agama suaminya. Sebab dengan pindahnya sang isteri ke dalam Islam, dia tidak akan kekurangan apa-apa; Nabinya bertambah satu dan kitabnya ber­tambah satu, dan dia kembali kepada akidah yang sihat, yaitu hanya satu Tuhan.

Nabi sendiri memberikan contoh tentang itu. Beliau kawin dengan Juwairiah binti Hants, seorang perempuan Yahudi dari Bani Quraizah, dan kawin pula dengan Shafiah binti Huyai, dari kepala suku Yahudi Bani Mushtha­liq, yaitu seketika benteng Khaibar telah ditaklukkan.

Dan beliau menerima hadiah pula seorang perempuan Nasrani bernama Maria, kiriman dari Muqauqis raja Mesir, karena menurut adat dahulu-dahulu orang-orang besar sebuah negeri mengirimkan hadiah jariyah (hambasahaya) kepada kepala negara sahabat, alamat kokohnya persahabatan. Dan perempuan itu beliau kawini pula, sehingga beroleh seorang putera bernama Ibrahim. Tidaklah tersebut bahwa ketiga "Ummul Mu'minin" (ibu dari orang-orang yang percaya) itu dengan resmi diislamkan lebih dulu. Tiba dalam rumahtangga Nabi sendirinya mereka telah menjadi Islam.

Sampai Shafiah binti Huyai itu pernah bercengkerama dengan isteri-isteri Rasulullah s.a.w. yang lain dengan katanya: "Aku bersyukur karena suamiku Nabi, Ayahku Nabi dan Pamanku Nabi."

(Artinya ialah beliau keturunan langsung Nabi Harun).

Dalam sejarah agama orang Kopti, menjadi kebanggaanlah karena mereka bermenantu dua orang Nabi. Dahulu kala ialah Nabi Ibrahim yang kawin dengan Siti Hajar, beroleh putera Ismail. Yang kedua ialah perkawinan Nabi Muhammad dengan Maria, beroleh putera bungsu Nabi, bernama Ibrahim pula. Sayang sekali Ibrahim meninggal dalam sarat menyusu.

Oleh sebab itu Ulama-ulama Islam sependapat bahwasanya laki-laki Islam yang lemah imannya tidaklah diberi izin oleh agama berkawin dengan perem­puan ahlul kitab, karena kalau-kalau dialah yang akan tertarik kepada agama isterinya. Malahan di zaman moden kita ini ada instruksi-instruksi halus dari pihak Zending dan Missie Kristen, menyuruh gadis-gadis membujuk rayu pemuda-pemuda Islam yang lemah imannya supaya kawin dengan mereka, dengan syarat masuk Kristen lebih dahulu. Karena disesatkan oleh apa yang dinamai "cinta" mereka tidak keberatan meninggalkan agamanya, agama yang menjadi pegangan hidup sampai mati, karena ditawan oleh si jantung hati.

Dan perkawinan perempuan Islam dengan laki-laki ahlul kitab, tidaklah dibolehkan samasekali. Hakim Islam wajib memfarak (memisahkan) per­kawinan demikian.

Jelaslah sekarang di atas dasar apa rumahtangga Islam harus ditegakkan. Dasar cinta tempat menegakkan rumahtangga ialah: Akhlak yang baik, perangai yang mulia, sabar dan teguh hati dan mengharapkan keturunan yang menyambung kemuliaan budi kedua orang tuanya. Janganlah semata mencari keuntungan benda, sehingga nilai kesucian tidak dimasukkan hitungan. Dan jangan pula semata-mata karena "cinta". Karena menurut penyelidikan yang seksama atas jiwa manusia (Psychoanalisa), "cinta" laki-laki terhadap perem­puan dan sebaliknya, sukarlah memisahkan dari dorongan syahwat.

Perkawinan bahagia yang dipatrikan "cinta" tidak dapat dipisahkan sebab-sebab­nya dari kepuasan kelamin (sex). Orang Inggeris menyebut "cinta" itu "love". Bersetubuh juga disebut "make love", membuat cinta.

Tepat sekalilah apa yang pernah dijawabkan oleh Saiyidina Umar bin Khathab r.a. kepada seorang perempuan yang datang mengadukan halnya kepada beliau. Perempuan itu mengaku terus-terang di hadapan beliau bahwa dia tidak cinta kepada suaminya, ia minta nasihat betapa cara yang baik, karena katanya pergaulan yang tidak diikat cinta adalah membosankan. Maka berkata­lah Saiyidina Umar:
 

Jika ada di antara kamu, wahai perempuan, yang tidak cinta kepada seorang di antara kami laki-laki, tidak usahlah hal itu dikhabarkan kepadanya. Karena hanya sedikit rumahtangga yang dibina karena cinta. Kebanggaan hanyalah didirikan atas hasab (kemuliaan budi) dan Islam."

(Hasab kita artikan kemuliaan budi, sifat dermawan, lapang dada, sopan­santun, menyebabkan orang disegani dan dimuliakan. Kawannya ialah nasab, yaitu kemuliaan karena silsilah darah keturunan (bangsawan). Maka ada orang yang dihormari karena hasabnya, meskipun tidak tinggi nasabnya, tetapi orang ini kurang dihormati karena tidak ada hasabnya).
Arti asal hasab ialah bilangan. Maka orang mempunyai hasab ialah orang yang terbilang atau orang yang masuk hitungan.

Benarlah ucapan emas dari Saiyidina Umar itu. Kekuatan nafsu kelamin menurun apabila usia telah lanjut. Padahal banyak rumah tangga, kedua suami ­isteri telah tua-tua, bergaul berpuluh tahun melalui kawin perak (25 tahun), kawin emas (40 tahun) dan kawin intan (50 tahun). Bertambah lama bertambah mesra, hanya dipisahkan kelaknya oleh tembilang penggali kubur. Berpuluh lagi nikmat lain yang dapat dirasai selain nikmat kelamin.

Sebagaimana diterangkan di atas. Surat an-Nur diturunkan di Madinah. Kaum Muslimin yang terdiri daripada Muhajirin dan Anshar mulai mendirikan masyarakat baru. Masyarakat Islam yang dicita-citakan. Sebab itu seorang laki­laki baik-baik hendaklah memilih isteri orang baik-baik pula. Tidak boleh kawin dengan perempuan pezina. Dan kelak setelah perjuangan Islam menang, dan Makkah telah ditaklukkan, dengan sendirinya perempuan musyrik tak ada lagi. Sedangkan Abu Sufyan dan'isterinya Hindun, yang dahulu menjadi penentang Islam yang besar, dengan takluknya Makkah, dengan resmi telah memeluk Islam.Sebab itu soal perempuan musyrik telah habis.

Kemudian timbullah satu soal.
Di dalam ayat itu sudah terang benar bahwa "diharamkan yang demikian itu bagi orang yang beriman". Sebab tertulis dalam ayat, bahwa dengan perempuan yang telah cacat namanya lantaran zina tidak boleh kawin, haram .

Sekarang bagaimana kalau dia telah bertaubat ? Bagaimana kalau dia benar-benar mengubah hidupnya ? Masihkah dilarang juga mengawininya?

Di zaman pemerintahan Amiril Mu'minin Umar bin Khathab telah timbul masalah ini.

Di negeri Yaman, adalah seorang laki-laki muda mempunyai saudara perempuan yang telah cacat namanya karena berzina. Perempuan itu tahu benar betapa kerasnya disiplin agama terhadap orang "cacat nama" sebagai dia. "Apa gunanya hidup lagi," demikian fikirnya, sehingga dia bertekad hendak membuat dosa yang lebih besar lagi, yaitu membunuh diri saja. Sedang saudara laki-lakinya terlengah, diambilnya sebilah pisau disembelihnya leher­nya, sehingga sudah putus sehelai urat leher. Tiba-tiba datanglah saudara laki ­lakinya itu. Dengan cepat direbutnya pisau itu dan segera diobatinya adiknya, sehingga tidak jadi mati.

Setelah sembuh, dibawanyalah adiknya itu pindah ke negeri Madinah. Karena di Madinah ada pamannya. Sampai di Madinah perempuan itu berusaha memperbaiki hidupnya dengan taubat dan taat ber­ibadat, sehingga dia menjadi seorang perempuan yang sangat shalih. Tidak lama kemudian datanglah salah seorang anggota keluarganya (Kabilah) meminangnya. Maka pergilah paman perempuan itu menghadap Saiyidina Umar, meminta nasihat beliau, karena kemenakannya telah dipinang orang, sedang perempuan itu telah cacat ketika di Yaman. Dan telah nyata dalam Surat an-Nur bahwa haram bagi orang yang beriman yang mengawininya. Padahal dia sekarang telah bertaubat dan hidup beragama yang shalih.

Maka bertanyalah Saiyidina Umar: "Pernahkah hal ini engkau ceritakan kepada orang lain?" Dia menjawab, hanya kepada beliau seoranglah hal itu pemah diceritakannya.

Lalu kata Saiyidina Umar: "Sekali-kali jangan engkau buka rahasia ini kepada orang lain. Tutup mulutmu rapat-rapat. Kalau engkau berani menceritakannya kepada orang lain, engkau saya hukum berat. Sekarang ke menakanmu itu wajib engkau kawinkan secara layaknya perkawinan orang ­orang yang terhormat."

Hanya seorang sahabat Nabi yang mengetahui hal itu, yaitu Ubay bin Ka'ab, sebab dia adalah penasihat Saiyidina Umar.

Dia pun sudah dipesan jangan sampai membuka rahasia itu. Ubay berkata: "Putusanmu amat tepat, ya Amiril Mu'minin. Sedangkan orang yang musyrik lagi diterima taubatnya...." Artinya sahabat Ubay, sependapat dengan Saiyidina Umar.

Maka kawinlah perempuan itu. Niscaya berlakulah peraturan masyarakat Islam. Yaitu kalau keluarga tidak mampu membelanjai perkawinan itu, harta dari Baitul Maal dikeluarkan untuk rnembelanjainya. Dan dengan sikap yang diambil oleh Saiyidina Umar dalam pelaksanaan hukum itu, nampaklah suatu contoh betapa caranya melaksanakan ayat yang tegas itu.

Haram bagi seorang beriman menikah dengan perempuan yang telah cacat namanya karena zina. Tetapi hukum itu tidak berlaku sekeras itu lagi kalau nyata bahwa perempuan itu telah taubat. Sedangkan orang kafir penyembah berhala hapus segala dosanya yang sudah-sudah stelah dia tobat dan masuk Islam , apalagi orang Islam sndiri yang terssat jalan karena nafsunya atau karna kurang mengetahui tipudaya khidupan , lalu menyesal dan bertaubat , Niscaya ditrima ! .


01  02  03  04  05  06   07   08   09  10  11 12  13  14  15     Main Page .... >>>>