Tafsir Suroh Al-Mu'minun ayat 115-117
 
                                                                           

                                                         


(115) أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّما خَلَقْناكُمْ عَبَثاً وَ أَنَّكُمْ إِلَيْنا لا تُرْجَعُونَ

Apakah kamu menyangka bahwa itu semua Kami jadikan dengan sia-sia, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami ?


Pengetahuan", dan ilmu pengetahuan adalah hasil dari berbagai penyelidikan dan teori-teori. Maka perkembangan ilmu pengetahuan itu tidaklah segera kita tolak, malahan kita bersedia menerimanya dan menerima pula perubahan-perubahan dan kelanjutannya. Sebab hasil, penyelidikan ilmu pengetahuan tidaklah mutlak.

Lantaran itu maka penafsir-penafsir Islam moden menegaskan bahwa dalam al-Quran dan Hadits tidaklah ada keterangan sudah beratus tahunkah sampai sekarang Adam dan Hawa itu. Karena tidak keterangannya, "boleh jadi" Adam clan Hawa itu memang sudah 500,000 tahun yang lalu. Setelah penafsir lagi mengemukakan tafsir berdasar kepaa suatu Hadis riwayat Ibnu Abbas, bahwa Adam yang kita sebutkan sekarang adalah nenek-moyang. manusia yang terakhir.

Sebelum Adam yang sekarang sudah ada beribu-ribu (Alfualfi), tegasnya sejuta Adam. Sebab itu mereka tidaklah sekaligus menolak perkembangan ilmu pengetahuan Antropologi itu. Ada­pun penafsir yang memakai haluan Mazhab Salaf berpendirian sebagai kita lukiskan di atas: "Adam-Hawa sebagai nenek-moyang manusia adalah kepercayaan Agama. Itu kita pegang teguh. Adapun perkembangan ilmu pengetahuan kita terima dengan kesediaan merombaknya pula. Karena penyelidikan manusia tidaklah pemah ter­henri." (Di lain waktu kita jelaskan lagi).


(116) فَتَعالَى اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَريمِ

Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenamya. Tidak ada Tuhan melainkan Dia.
Tuhan bagi 'Arsy yang mulia.


(117) وَ مَنْ يَدْعُ مَعَ اللهِ إِلٰهاً آخَرَ لا بُرْهانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّما حِسابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكافِرُونَ

Dan barangsiapa yang menyeru pula bersama dengan menyeru Allah, akan Tuhan yang lain, padahal tidak ada keterangan­nya sedikit juga, maka perhitungannya adalah di sisi pengasuhnya. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang­orang yang kafir.
 


Hidup Bukanlah Percuma

Setelah diterangkan Tuhan kepada ahli neraka bahwasanya hidup mereka di dunia dahulu itu hanyalah sebentar saja, habislah sekarang kisah sesal keluhan ahli neraka. Kesan keluhan itu telah tinggal kepada kita yang menerus kan hidup ini, karena wahyu kisah ahli neraka itu adalah untuk kita, bukan untuk orang lain.
Seakan-akan Tuhan Allah mulai memalingkan mukanya kepada kita clan berkata: Meskipun hidup ini hanya sebentar saja, sehari atau setengah hari, bahkan lebih pendek dari itu, jika dibandingkan dengan dunia yang akan kita tinggalkan, atau akhirat yang akan kita tempati, haruslah kita ingat bahwa hidup yang hanya sekilat zaman atau sekejap mata itu, bukanlah diberikan dengan percuma clan tidak mempunyai tujuan.

Di antara makhluk Tuhan yang sebanyak ini di dalam dunia, lebih dimulia­kanlah manusia dari makhluk lain itu. Manusia diberi akal clan budi, diangkat dia menjadi "Khalifatullah" di bumi sehingga manusialah hanya yang mem punyai rasa, periksa, clan karsa. Fikiran, perasaan dan kemauan (iradat), pada binatang lain tidak ada pemberian selengkap itu.

Manusia dalam perseorangan amat terbatas umumya, tetapi fikirannya tidaklah pendek. Cita-citanya tidaklah pendek. Usaha orang yang dahulu di samping oleh orang yang akan datang kemudian. Oleh sebab itu, meskipun orang seorang terbatas hidupnya namun kumpulan manusia dipendekkan "kemanusiaan" panjanglah umumya, se­panjang masa adanya manusia di dalam dunia ini. Sejak dahulu, sampai sekarang, sampai nanti.
Di situlah pentingnya iman dan amal shalih. Cita dan usaha, budi dan daya.

Kita diberi akal karena tugas kita besar. Oleh sebab itu tidaklah boleh setiap peribadi menyia-nyiakan umurnya atau membuang-buangnya dengan sia-sia.
Jelas sekali bahwa kita tidak boleh menyangka bahwa kita ini hanya dihidupkan di dunia ini dengan sia-sia, bahkan tidak mungkin kita menyangka bahwa kita ini dijadikan dengan sia-sia.
Ayat 115 berupa pertanyaan: "Apokah kamu sangka kamu ini Kami jadikan dengan sia-sia?"

Bentuk pertanyaan begini "istifhaam-inkaori" namanya. Yaitu pertanyaan yang berisi tolakan.

Walaupun kecil-kecil badanmu, namun tugasmu besar. Walaupun amat pendek masa yang kamu pakai di dunia, namun persambung-sambungan di antara umur pendek generasi lama dengan umur pendek generasi baru , karena amal usaha kamu, menjadi bernilai dan menjadi amat panjang.

Pokoknya ialah mempergunakan masa pendek itu dengan sebaik-baiknya.
Banyaklah manusia besar dalam dunia ini, baik Nabi clan Rasul, atau Failasuf dan ahli Hikmat, atau ahli-ahli ilmu pengetahuan, usianya telah beribu tahun, padahal tubuhnya telah lama hilang di perut bumi. Setelah dia mati, umurnya panjang tinggal di dunia dan di akhirat pun dia akan mendapat umur yang lebih panjang dan panjang lagi.

Tetapi ada pula manusia yang datang ke dunia tidak ada yang tahu dan kelak mati sematinya, hilang pun sehilangnya, tidak pula ada orang yang tahu. Orang yang hidup tetapi tak ada umur. Saiyidina Ali bin Abu Thalib berkata: "Walaupun kamu kecil begini, namun dunia adalah dalam dirimu."

Setelah kita sadar bahwa usia yang pendek dapat diperpanjang dengan jasa untuk pusaka yang ditinggalkan, yang bernama juga amal untuk beka! ke akhirat, bertambah mengertilah kita siapa sebenamya kita manusia ini.

"Karena sesungguhnya kamu tidak akan kembali kepada Kami jua."

Terbentang alam, kita pun hidup di atasnya. Mengalir air dari gunung, kita pun membangun waduk (dam). Terletak batu dan bata, kita pun menyusunnya untuk tempat tinggal. Kita melihat kiri dan kanan, nampak bekas tangan manusia di dalam bumi. Maka mulailah dari sedikit ke sedikit kita menuju kepada kesadaran: "Dari mana kita dapat semua kelebihan ini? Jika kita berakal clan berfikir, siapakah yang memberi anugerah akal clan fikiran itu?" Terlontarlah dari mulut: "Maha Tinggi Allah, Maharaja Yang Sebenamya. Tidak ada Tuhan selain Dia. Tuhan Pengasuh Arsy yang mulia." (ayat 116). Kalau di ayat-ayat yang lain mencari kesadaran tentang adanya Tuhan yang mengatur, dari melihat alam sekeliling, maka di ayat ini kita disuruh men­cari Tuhan karena merenungkan diri sendiri atau hidup kita sendiri. Benarlah ucapan seorang failasuf (Cresson): "Manusia tidaklah hidup sendiri dalam dunia."
"Dialah Maharaja Yang Sebenamya." Tidak ada maharaja yang lain. Ada juga manusia diberi gelar maharaja, namun kekuasaannya yang didapat hanya­lah karena anugerah Tuhan juga, sedang kekuasaan itu terbatas pula. Ber-

tambah tinggi jabatan orang menjadi raja, menjadi Kepala Negara, bertambah jelaslah segi-segi kelemahannya. Maharaja besar tidali dapat menangkis tua, maharaja besar tidak dapat menangkis maut. Dan jika pun dia rasa sebagian bumi, namun kuasanya tidaklah meliputi seluruh dunia. Maharaja besar tidak dapat menangkis serangan panas dan dingin. dan tidak dapat menahan per­jalanan hari.
"Tidak ado Tuhan selain Dia." (La Ilaha Illa Huwa): Dialah Tuhan yang mengatur dan menjaga, memelihara clan membelai 'Arasy, mahligai kebesaran dan kemuliaanNya.

         وَ مَنْ يَدْعُ مَعَ اللهِ إِلٰهاً آخَرَ لا بُرْهانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّما حِسابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ

"Dan barangsiapa yang menyeru pula bersama dengan menyeru Allah, akan Tuhan yang lain, padahal tidak ada keterangannya sedikit juga, maka perhitungannya adalah di sisi pengasuhnya." (ayat 117).

Laksana gelombang di laut, beralun, berombak clan beriak, sebentar naik dengan kerasnya, sebentar lagi menurun ke bawah dengan lemah-lembutnya, demikianlah susunan Wahyu diturunkan kepada Utusan Tuhan Muhammad s.a.w. untuk manusia. Di ayat-ayat yang lalu penuhlah ancaman dengan api neraka, tetapi di ayat selanjufiya manusia disuruh sadar kembali akan nilai hidupnya.

Yang sangat ingkar.,tak mau tahu diberi ancaman siksa neraka. Tetapi yang masih mau mempergurlakan fikiran, dibuka pintu untuk berfikir. Sadarilah hidupmu, wahai insan! Sadarilah kekuataan yang ada dalam dirimu.
Kamu ini bukanlah sembarang makhluk, engkau adalah terpilih di antara segala yang bemyawa, sebab itu maka-engkau diberi akal dan fikiran. Engkau sendiri pun sadar akan hall itu.

Taruhlah tidak ada agama ini, dan hidup ini tidak mempunyai peraturan yang turun dari langit, namun dalam akal budimu itu senantiasa ada keinginan kepada yang baik dan kebencian kepada yang buruk. Dan hati kecilmu sendiri merasa bahwa ADA kekuasaan Maha Tinggi yang memberimu hidup, sehingga kamu dapat.memperbedakan masa lampau, masa sekarang dan masa depan. Sebab itu dijelaskanlah di ujung ayat 117:

                               إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكافِرُون
"Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kejayaan orang-orang yang kafir. "

Arti ash dari kafir ialah menolak, atau menampik. Orang yang menolak atau menampik kebenaran akan dikacaukan oleh kekafirannya sendiri. Maka orang-orang yang sudi membaca al-Quran dengan seksama clan faham akan keindahan bahasanya, karena bahasa al-Quran memang bahwa Wahyu, akan merasailah betapa menaik, mendatar clan menurunnya gelora ombak ancaman dan bujukan Ilahi. Sejak dari ancaman siksa neraka sampai kepada ajakan berfikir. Di situlah.rahasia ajaran Agama Islam yang sejati. lsinya adalah imbangan antara rayuan dan ancaman, kemurkaan diiringi kasih­sayang, azab siksa clan persediaan memberi ampun. Oleh sebab itu maka di dalam hati seseorang Mu'min terasalah raghaban (pengharapan) dan rahaban (kecemasan). Atau khauf - rasa takut, atau rajaa, kerinduan.

Di waktu Saiyidina Abu Bakar as-Shiddiq r.a. akan meninggal dunia, diberinyalah wasiat kepada calon Khalifah yang akan menggantikannya, yaitu Saiyidina Umar bin Khathab: "Hai Umar! Di dalam mengendalikan urusan kaum Muslimin, ingatlah olehmu bila engkau membaca al-Quran bahwa ayat­ayat ancaman selalu diiringi oleh ayat bujukan. Menyatakan nikmat syurga, selalu dituruti dengan keterangan siksa neraka."


01   02   03   04   05   06   07   08   09  10   11  12  13  14  15   16  17  18  19  20  21

Back to main page    >>>>