| (51) 
	يا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّباتِ وَ اعْمَلُوا صالِحاً إِنِّي 
	بِما تَعْمَلُونَ عَليمٌ َ 
	Wahai sekalian UtusanKu. makanlah dari yang 
	halal dan beramallah yang shalih. Sesungguhnya Aku sangat mengetahui apa jua pun yang kamu kerjakan (amalkan)
 
 (52) وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً 
	واحِدَةً وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ َ 
	Dan ketahuilah bahwasanya ini semuanya adalah 
	ummatmu, ummat yang satu; dan Akulah Tuhanmu , maka takwalah kepadaKu. 
 (53) فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ 
	زُبُراً كُلُّ حِزْبٍ بِما لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ َ 
	Maka mereka putus-putuslah urusan mereka di 
	antara mereka, menjadi kucar-kacir, setiap golongan membanggakan apa yang 
	ada di pihaknya. 
 (54) فَذَرْهُمْ في غَمْرَتِهِمْ حَتَّى حينٍ 
	َ 
	Biarkanlah mereka dalam kesesatan itu, sampai 
	kepada suatu masa 
 (55) أَيَحْسَبُونَ أَنَّما نُمِدُّهُمْ بِهِ 
	مِنْ مالٍ وَ بَنينَ َ 
	Apakah mereka menyangka bahwa apa yang Kami 
	ulurkan kepada mereka, baik harta atau pun anak keturunan.
 
 (56) نُسارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْراتِ بَلْ لا 
	يَشْعُرُونَ 
	
	 Bahwa itu adalah suatu anugerah kebaikan yang 
	Kami berikan dengan segera? Bukan begitu ! Bahkan mereka yang tidak juga 
	sadar. 
 Makanan Halal Dan Amal Yang Shalih
 Setelah pada ayat-ayat yang terdahulu dikisahkan selayang pandang tentang 
	perjuangan Nabi-nabi dan Rasul-rasul di dalam menegak benaran, betapa 
	kesulitan yang mereka tempuh dan betapa pula akibat siksa Tuhan yang 
	diderita oleh suatu ummat yang menolaknya, maka di ayat 51 ini Tuhan 
	menyatakan kepada kita, manusia yang datang di belakang, sanya Rasul-rasul 
	Tuhan itu di samping berjuang melebarkan jalan Ke Tuhan, mendapat pula 
	perintah yang keras untuk diri mereka sendiri
 
 يا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّباتِ وَ اعْمَلُوا صالِحاً إِنِّي 
	بِما تَعْمَلُونَ عَليمٌ َ
 "Wahai sekalian UtusanKu, makanlah daripada harta yang baik , dan beramallah 
	yang shalih. Dan Aku tahu apa jua pun yang kamu kerjakan"
 
 Nampaklah di sini betapa rapatnya hubungan kebersihan makanan dengan 
	kebersihan jiwa.
 Jiwa yang tegak dan yang sanggup mengendalikan orang lain ialah jiwa yang 
	sanggup mengendalikan diri sendiri. Mulut seorang pemimpin tidak akan 
	didengar orang, kalau dia makan dari harta yang haram.
 
 Apabila makanan yang masuk ke dalam perut kita diambil daripada harta yang 
	baik yang halal, dia pun mempengaruhi jalan darah dari segi tubuh, da 
	pengaruhi jalan otak berfikir, dari segi roh. Apabila mata pencarian halal 
	kita tidak merasa berhutang dalam batin, dan kita sanggup membuka mulut 
	menegur kesalahan orang lain. Dan hati pun kuat pula berbuat kebajikan 
	beramal yang shalih.
 
 Kalau demikian perintah Tuhan kepada Nabi-nabi Rasul, betapa kepada setiap 
	orang yang merasa dirinya sebagai penyambut tugas Nabi & Rasul ? Misalnya 
	ulama yang menjadi pemimpin rohani ummat.
 
 Hidup itu sendiri harus meniru hidup Nabi, kalau sekiranya dia ingin 
	menyatakan "Waratsatul Anbiya'" (penyambut waris Nabi-nabi). Jangan sampai 
	gelar Ulama dijadikan mata pencarian untuk menangguk di air keruh kebodohan 
	pengikutnya, karena harta yang didapat dengan jalan yang demikian, termasuk 
	yang tidak "Thayyibat" (harta yang tidak baik).
 
 Telah datang zamannya sekarang ini sebagai tersebut dalam sabda Nabi, 
	kadang-kadang sudah samar dan kabur batas-batas di antara yang halal yang 
	haram, yang "thayyibat" dengan yang "khabitsaat"
 
 Maka kaum ulama sebagai golongan yang kadang-kadang membangga mengatakan 
	dirinya pewaris Nabi, hendaklah memperkuat disiplin dirinya agar termakan 
	harta yang halal. Karena kalau ulama telah berebut pula mengejar yang 
	"subhat", tidak ada lagi penerima waris Nabi dalam ummat dan jatuhlah kaum 
	ke dalam kegelapan.
 
 Di dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Muslim dan Tarmidzi, perawi yang 
	lain dari Abu Hurairah, tersebutlah sabda Nabi demikian
 
  
	 "Wahai 
	sekalian manusia! Sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah beliau suka 
	menerima; kecuali yang baik pula. Dan Allah Ta'ala memerintahkan kepada 
	orang yang beriman sebagaimana perintah yang diberikanNya kepada 
	Rasul-rasul juga. " (Lalu beliau baca ayat 51 Surat al-Mu'minun tersebut).
 
 Dan Sabda Tuhan pula:
 
	 
	"Wahai orang yang beriman makanlah yang baik-baik 
	apa-apa rezeki yang Kami anugerahkan kepada kamu " .
 
 Di ujung sabdanya itu Nabi s.a.w. menyebutkan seorang laki-laki yang panjang 
	perjalanannya, telah kusut-masai pakaiannya, telah berdebu badannya karena 
	jauh perjalanan. Padahal makanan dari yang haram, pakaiannya pun haram dan 
	dibesarkan dalam suasana haram. Ditadahkannya tangannya ke langit, memohon 
	sesuatu kepada Allah: "Ya Allah! Ya Allah!" Bagaimanalah Tuhan akan dapat 
	mengabulkan permohonannya itu.
 
 Tersebutlah dalam beberapa Hadis Nabi bahwasanya suatu ibadat tidaklah akan 
	segera
 diterima Tuhan, kalau di dalam perut itu masih ada makanan haram.
 
 Setelah makanan dari yang halal, yang baik, (thayyibat), ikutilah dia dengan 
	amal yang shalih ,
 usaha yang berguna, yang berfaedah bagi sesama masyarakat. Karena nilai 
	kehidupan manusia
 itu ditentukan oleh amal dan usahanya.
 
	Alangkah banyaknya mata "Amal Shalih" itu di dalam hidup kita ini. Ajakan 
	yang berhasil kepada orang lain agar terjun ke medan amal ialah dengan 
	memulai pada diri sendiri. Perintah ini diturunkan kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul: "Makan yang halal 
	dan beramal yang shalih." Maka perintah ini sesuai dengan setiap manusia 
	yang merasa dirinya bertanggung jawab, dan sesuai dengan setiap orang yang 
	mengakui dirinya beriman.
 
 Di ujung ayat itu Tuhan berkata: "Saya amat tahu 
	apa jua pun yang kamu kerjakan." Artinya tidak ada yang 
	tersembunyi dari pandangan Tuhan Allah. Mulut kita dapat berkata bahwa kita 
	beramal karena Allah, tetapi suara hati kecil kita yang tidak pernah 
	berdusta itu, tetap diketahui juga oleh Allah. Amal yang shalih tidaklah 
	perlu diguguhkan canang. Lebih baik Tuhan yang tahu daripada manusia yang 
	diberitahu. Amal, betapa pun baiknya, hilanglah pahalanya kalau dikerjakan 
	karena mengharapkan dilihat manusia. Itulah yang bemama Riya', beramal bukan 
	karena Allah. Dan itulah Syirik khafiiy. Memperserikatkan Allah dengan yang 
	lain, yang tidak disadari karena halusnya.
 
 Ummat Manusia Adalah Satu 
	(Sosialisme Islam)
 
 Kemudian itu diperintahkanlah kepada Nabi-nabi itu bahwasanya ummat manusia 
	ini pada hakikatnya adalah Ummat Yang Satu. Agama pun pada hakikatnya adalah 
	satu, dan inti agama itu pun satu. Isi seruan para Rasul, tidak berubah 
	meskipun bahasa yang dipakai berubah. Syariat dan cara pelaksanaan boleh 
	berubah karena perubahan ruang dan waktu, namun intisari kehendak agama 
	hanyalah satu jua. Kesatuan itu dirumuskan dalam satu kehendak, yaitu 
	mengakui Kesatuan Tuhan. Satu dalam zatNya dan satu pula perbuatanNya. 
	Ditegaskan sekali lagi  
	Ayat 53 :
 
 وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً واحِدَةً 
	وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
 "Sesungguhnya ini adalah ummatmu belaka , 
	ummat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah akan Daku."
 
 Bila direnungkan ayat ini dengan seksama, maka berjumpalah kita dengan apa 
	yang kita namai di zaman sekarang "sosialisme", persatuan seluruh manusia. 
	Dan jelas nyata pula dasarnya, yaitu pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 
 Setelah memperhatikan bunyi ayat yang setegas ini, mungkin akan timbuh lah 
	kesan mendalam dalam hati saudara: "Kalau demikian halnya luaslah pandangan 
	Islam. Kalau demikian di dalam Islam pun ada unsur "internasionalisme' untuk 
	seruan bagi manusia seluruh dunia.
 Kalau demikian tujuan Islam adalah "universal"." Dan mungkin juga saudara 
	akan berkata: "Kalau demikian tegas sekali seruan Islam terhadap perdamaian 
	dunia."
 
 Kata-kata yang tersebut tadi, internasionalisme, universal, humanity, 
	sosialisme, perdamaian dunia dan sebagainya, adalah kata-kata baru yang 
	berjumpa dalam cita-cita dan perjuangan kemanusiaan. Ayat yang tertulis 
	sebagai Wahyu Ilahi itu adalah kenyataan. Kita tidak merasa keberatan jika 
	saudara mendapat kesan demikian itu, asal saja kesan itu meninggalkan bekas 
	dalam hati saudara betapa luasnya jangkauan Wahyu Ilahi kepada UtusanNya , 
	Nabi
	Muhammad s.a.w. Asal saja saudara jangan mengambil bahan dari Islam itu 
	untuk menguatkan pendirian Intemasionalisme, Sosialisme dan lain-lain 
	bikinan manusia, sehingga Islam dengan "naskhah"nya yang asli tuan cabut 
	bulunya satu-satu untuk menguatkan ajaran yang bukan berasal dari Islam.
 
 Kemudian dinyatakan dalam ayat berikutnya bahwa uinmat manusia yang satu itu 
	telah pecah-belah, bercerai-berai. Sebabnya ialah karena mereka sendiri yang 
	memotong-motongnya. Terjadi golongan ini dan partai itu, masing-masing 
	merasa bangga dengan kelebihan yang ada pada golongannya.
 
 Coba lihat pertentangan kaum agama di dunia. Ummat Yahudi memandang hina 
	pada Nabi Isa Almasih a.s. dan menuduhnya dengan perkataan yang sangat 
	rendah, karena beliau lahir ke dunia dan wanita suci Maryam ditakdirkan 
	Allah tidak dengan sentuhan laki-laki.
 
 Ummat Kristen menuhankan Isa Almasih dan memandang rendah sekalian 
	Nabi-nabi, kemudiannya Nabi Muhammad s.a.w. sendiri yang mengakui Nabi-nabi 
	yang terdahulu dan menghormati Kitab-kitab yang terdahulu dibuatlah dusta 
	atas dirinya, dikerahkan segala kekuatan buat memungkiri kerasulannya. Dan 
	masing-masing ummat itu mengakui bahwa mereka sajalah yang benar.
 
 Orang Yahudi mengatakan orang Kristen "tidak sebuah juga". Orang Kristen 
	mengatakan orang Yahudi "kena kutuk". Dengan ayat ini Nabi Muhammad s.a.w. 
	yang membangunkan Agama Islam ini dan mengembalikan hakikat agama ke titik 
	tolaknya yang pertama, yaitu Tauhid Ilahi dan lttihad lnsani (Kesatuan Tuhan 
	dan persatuan manusia).
 
 Namun seteleh Nabi wafat, kian lama ummat Muslim pun ditimpa penyakit itu 
	pula.
 Mereka pun membanggakan bahwa mereka sajalah yang benar sendirinya, 
	merekalah ummat yang terpilih, meskipun mereka tidak pernah menuruti dan 
	mematuhi ajaran Nabi Muhammad s.a.w. itu.
 
 Malahan, kalau dalam ayat ini dinyatakan persatuan seluruh ummat manusia di 
	bawah bendera Tauhid yang asli, sebagai pokok ajaran agama, sehingga tidak 
	ada perbedaan di antara bangsa dengan bangsa, kecuali karena takwanya, 
	penyakit perpecahan dan bergolongan itu timbul dalam kalangan masyarakat 
	Islam sendiri.
 
 Berapa kelemahan Islam dalam 1,000 tahun karena pertentangan kaum Syi'ah 
	dengan kaum Sunni dan kaum Khawarij ? Berapa darah tertumpah, dan berapa 
	bekasnya sampai sekarang ini?
 
 Di Baghdad, Nejef dan Karbala misalnya, setiap 10 hari bulan Muharram orang 
	Syi'ah masih meratap memukul-mukul dada meraung-raung: "Ya Husin, Ya 
	Husin!", lalu mengutuk setiap orang yang tersangkut dalam pembunuhan Husin 
	dan melepaskan segala dendam kepada Yazid bin Mu'awiyah: Padahal kejadian 
	itu sudah lebih dari 1,000 tahun. Kerajaan Bani Umaiyah sendiri pun telah 
	lama runtuh, telah lebih 1,000 tahun pula.
 
 Di antara Mazhab Sunni sesama Sunni pun timbul perpecahan dan putus 
	hubungan, pengikut Syafi'iyah merendahkan pengikut Maliki, Hanafi 
	menyalahkan Hanbali padahal asalnya hanyalah karena perlainan pada 
	Ijtihadiyah. Timbullah Ta'ashhub. Mazhab akulah yang benar. Mazhab mu salah 
	belaka.
 
 Mereka putuskan sendiri hubungan di antara mereka, sampai pecah cerai-berai, 
	centang-perenang, porak-poranda.
 
 Hai orang-orang yang mengaku dirinya pengikut Muhammad, yang mengaku 
	sebaik-baik ummat dikeluarkan di antara manusia, mengapa begini kita ? Nabi 
	kita mengeritik perpecahan manusia, mengajarkan bahwa manusia adalah ummat 
	yang satu tidak pandang agama.
 
 Sebab yang dipandang adalah kebaktian tunggal kepada Tuhan Yang Maha Esa. 
	sekarang apa yang dikritik habis-habisan itu terjadi atas diri kita sendiri, 
	ummat Islam .
 
 Padahal perlainan Mazhab sebagai Maliki, Syafi'i, Hanafi dan Hanbali 
	demikian juga Syi'ah dan Khawarij atau Zaidiyah, hanyalah dalam ranting 
	dalam pokok. Misalnya perpecahan kaum Syi'ah dengan Ahli Sunnah mulanya 
	hanyalah karena perselisihan faham perkara politik saja, siapa pantas 
	menjadi Khalifah Nabi setelah beliau wafat, bukan perkara semmbahyang lima 
	waktu.
 
 Agama tetap yang satu itu juga, "Islam". Pegangan tetap yang satu itu juga 
	"al-Quran", dan Kiblat tetap yang satu itu juga, "Ka'bah".
 
 Perpecahan timbul adalah karena kebodohan, karena kesempitan karena hendak 
	benar sendiri. Salah satu pokok kesalahan berfikir karena yang disangka 
	agama hanyalah perkara hukum-hukum Ijtihadiy soal Furu`. Atau karena hendak 
	memaksa orang taqlid. Dan lebih celaka kalau kekuasaan memerintah dipaksakan 
	menyuruh orang taqlid. Orang lupa bahwa agama bukanlah semata-mata 
	membincang hukum halal haram , haram kata si anu dan makruh kata si fulan. 
	Bukan wajib kata Syaikh kita sunnat kata Syaikh engkau.
 
 Pokok agama adalah akhlak karimah, budi yang mulia. Ukhuwwah Islamiah, 
	persaudaraan dalam Islam dan dasarnya Tauhid Keesaan Ilahi.
 Apabila ummat manusia mengukur kepentingan yang besar kepada sendiri, 
	menjadi besarlah urusan yang kecil. Tetapi kalau kepentingan diri dileburkan 
	kepada kesatuan yang besar, maka urusan yang besar pun dipandang kecillah.
 
 Kemudian Tuhan bersabda:
 
	فَذَرْهُمْ في غَمْرَتِهِمْ 
	حَتَّى حينٍ
	
	 
	"Biarkanlah mereka dalam kesesatan hingga datang 
	suatu masa." 
	 
	Yaitu masa keruntuhan karena kesalahar jua, atau kesadaran bagi 
	yang setengahnya, sehingga dapat menuruti jalan yang benar.
 Kemudian itu datanglah pertanyaan Tuhan, apakah yang mereka menyangka 
	mentang-mentang Tuhan mengulurkan tangan pemberiannya atau mempergandakan 
	kemewahannya dengan harta yang banyak atau dengan keturunan, bahwa itu sudah 
	benar-benar pemberian Tuhan yang tidak dapat brubah lagi ? Lupa mereka , 
	tidak mereka sadari bahwa kemewahan dan kekayaan harta benda , keturunan 
	dan anak-pinak belum tentu menjadi nikmat, kalau di dalam hati tidak ada 
	dasar iman.
 
 Berapa banyaknya orang yang hidup mewah, menyangka panas akan sampai petang 
	, rupanya hujan tengah hari. misalya, bangsa Belanda yang berdaulat di 
	Indonesia sampai 350 tahun, menjabat segala pangkat yang tinggi, memandang 
	budak anak jajahan, tinggal di gedung yang indah, mereka tidak memimpikan 
	dan yang dijajahnya pun tidak menyangka, dalam masa lima hari saja, habis 
	gulung tiker dan tidak kembali lagi.
 
	Bahkan sesudah Jepang kalah mereka mencoba masuk lagi ke Indonesia, namun 
	sejarah tidak dapat mereka putar kembali ke belakang. Harta benda dan 
	keturunan bukanlah kekayaan sejati.
 
 Kalau 
	engkau hendak membanggakan kekayaan, tidaklah ada, kekayaan melebihi amal 
	yang shalih." 
 01  
	02   03   04   05  
	06   07  
	08   09 
	10  
	11 
	12 
	13 
	14 
	15  
	16 
	17 
	18  19 
	20 
	21 
	
	BACK MAIN PAGE  .>>>>
	                                                        |