Tafsir Suroh Ali Imron ayat 52-58        

(52) Maka tatkala terasa oleh Isa kekafiran mereka , berkatalah dia : " Siapakah yang akan menolongku kepada Allah ?" menjawablah Hawariyun : " Kamilah penolong-penolong Allah dan kami naik saksi bahwa kami ini adalah menyerahkan diri " .

(53) Ya Tuhan kami! Kami telah percaya kepada apa yang telah Engkau turunkan, dan kamipun telah mengikut Rasul itu. Sebab itu tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang-orang yang telah menyaksikan

(54)Dan mereka telah membuat tipudaya, tetapi Allah pun telah menipudaya pula, dan Allah adalah sepandai- pandai (pembalas) tipudaya

(55) ( Ingatlah ) tatkala Allah berkata: Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepada-Ku, dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir, dan akan men­jadikan orang-orang yang mengikut engkau lebih atas dari orang-orang yang kafir itu sampai hari kiamat. Maka kepada Akulah tempat kamu kembali, maka akan Aku putuskan nanti di antara kamu dari hal apa-apa yang telah kamu perselisihkan padanya itu .

(56) Maka adapun orang-orang yang kafir itu, maka akan Aku siksalah mereka dengan siksaan yang sangat didunia dan di akhirat. Dan tidaklah ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong .

(57) Dan adapun orang-orang yang beriman dan mengamalkan perbuatan-­perbuatan yang shalih , maka akan Dia sempurnakan ganjaran-ganjaran mereka. Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang aniaya.

(58) Demikianlah, telah kami bacakan dia kepada engkau, sebahagian dari ayat-ayat dan peringatan yang amat bijaksana

Kaum Isa Tidak Mau Percaya

فَلَمَّا أَحَسَّ عيسى‏ مِنْهُمُ الْكُفْرَ

"Maka tatkala telah terasa oleh Isa kekafiran mereka." (pangkal ayat 52).

Segala seruannya dibantah dan ditolak, segala mu'jizat yang telah beliau perlihatkan hanya menambah keingkaran mereka belaka.

قالَ مَنْ أَنْصاري إِلَى اللهِ

"Berkatakan dia: siapakah yang akan menolongku pada Allah?"

Yaitu siapakah kiranya yang akan sudi menolong dan membelaku di dalam menegakkan Jalan Allah ini ?

قالَ الْحَوارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصارُ اللهِ

`Menjawablah Hawariyun: Kamilah penalong-penolong Allah!"

Artinya, kamilah yang akan berdiri di samping engkau, wahai Almasih, membela engkau di dalam menegakkan Jalan Allah itu.

آمَنَّا بِاللهِ وَ اشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

"Kami percaya kepada Allah dan kami naik saksi bahwa kami ini adalah menyerahkan diri:" (ujung ayat 52).

Siapakah yang akan sudi berkorban, meninggalkan kepentingan lain untuk menegakkan kehendak Allah? Siapa yang sudi menderita karena menegakkan kebenaran? Kadang-kadang terpisah dari keluarga yang dikasihi, kampung halaman dan kesukaan-kesukaan yang lain? Hawari telah menjawab bahwa mereka telah menyediakan diri untuk itu. Hawari ialah gelar kemuliaan yang diberikan kepada pemuda-pemuda yang telah menyediakan jiwa raga untuk membela Almasih karena kesucian ajarannya. Menurut cara sekarangnya ialah kader-kader pilihan yang telah tahan ditempa. Al-Qur'an tidak menjelaskan berapa bilangan mereka. Yang mengatakan bahwa bilangan mereka adalah 12 orang, 13 orang dengan Yudas yang mengkhianati beliau, lalu diganti dengan yang lain, adalah Injil-injil catatan orang Kristen. Hawari itu telah menyatakan iman kepada Allah dan telah menyerahkan diri, dan taat kepada Isa, walaupun apa penderitaan yang akan mereka tangguhkan. Sebagaimana diketahui bagi penyerahan diri yang sungguh-sungguh itu tidak ada kata lain melainkan Islam dan orang-orangnya ialah Muslimin.

رَبَّنا آمَنَّا بِما أَنْزَلْتَ

" Ya Tuhan kami! Kami telah percaya kepada apa yang Engkau turunkan." (pangkal ayat 53)

Kami telah percaya kepada wahyu­wahyu itu ataupun mu'jizat-mu'jizat itu. Satu pun tidak ada yang kami bantah atau mungkiri lagi.

وَ اتَّبَعْنَا الرَّسُولَ

"Dan kami pun telah mengikut Rasul itu."

Yaitu Isa Almasih. Segala jejak-langkahnya telah kami ikuti, perintah Engkau yang disampaikannya telah kami junjung tinggi:

فَاكْتُبْنا مَعَ الشَّاهِدينَ

"Sebab itu tuliskanlah kiranya kami bersama-sama orang­orang yang telah menyaksikan." (ujung ayat 53).

Masukkanlah kami dalam dafrar orang-orang yang setia kepada Engkau, ya Ilahi. Karena segenap kehidupan kami ini telah kami sediakan buat Engkau, untuk mennegakkan jalan Engkau.

Demikianlah tiap-tiap Nabi mempunyai pembela, di samping orang-orang yang menolak dan menentang dia. Seperti pada Nabi Muhammad saw. dan para sahabat Muhajirin dan Anshar, bahkan ada yang bergelar Hawaii pula, yaitu Zubair bin Awwam, termasuk dalam sepuluh sahabat yang istimewa, maka Nabi Isa Almasih mempunyai Hawari seperti tersebut itu. Nabi Isa Almasih tidak sanggup menyusun kekuatan bersenjata seperti Nabi Muhammad saw. karena beliau menghadapi dua kekuatan, pertama pemerintahan yang dipegang oleh Bangsa Romawi yang kuat di masa itu, kedua kaumnya sendiri Bani Israil, yang kadang­kadang lebih suka mengambil-ambil muka kepada penguasa bangsa Romawi itu daripada menerima seruan Isa. Di saat yang begitulah amat penting pengikut setia yang sudi mengorbankan segala­galanya, walau jiwa sekalipun.

وَمَكَرُوا

"Dan mereka telah membuat tipudaya." (pangkal ayat 54).

Yaitu kaum Nabi Isa as, yang tidak mau percaya kepada risalat beliau itu, kaum Bani Israil. Mereka telah mengatur siasat-siasat yang buruk hendak menyingkirkan Nabi Isa Almasih dari muka bumi, tegasnya hendak membunuh beliau.

وَ مَكَرَ اللهُ

"Tetapi Allahpun telah menipudaya pula."

Artinya tipudaya mereka yang busuk itu, hendak membunuh seorang Utusan Allah telah dibalas oleh Allah dengan tipudayaNya pula. Tipudaya si kafir dengan jalan yang jahat dan maksud yang jahat, sedang tipudaya Allah tidak lain daripada jalan yang baik dan maksud yang baik, sehingga Nabi Isa Almasih terlepaslah dari bahaya tipudaya mereka itu. Itu sebabnya maka tersebut di ujung ayat:

وَ اللهُ خَيْرُ الْماكِرينَ

"dan Allah adalah sepandai pandai (pembalas) tipudaya." (ujung ayat 54).

Kalau manusia yang mempunyai maksud buruk mengadakan tipudaya agar maksud buruknya itu tercapai, maka Tuhan pun lebih pandai mengadakan tipudaya dengan maksudNya yang baik, sehingga kalahlah maksud tipudaya mereka itu oleh tipudaya Tuhan. Dengan ini nyatalah kalau di dalam al-Qur'an tersebut Tuhan membalas tipudaya manusia yang salah, bukanlah berarti Tuhan mengadakan tipudaya yang buruk seperti manusia yang bermaksud jahat itu.

Pada ayat selanjutnya diterangkan Tuhanlah bagaimana pandainya Dia menjawab tipudaya manusia yang jahat itu terhadap Nabi Isa Almasih Alaihis Salam, sehingga beliau terlepas dari bahaya maut yang telah mereka atur, yaitu supaya Nabi Isa hendaknya mati disalib.

إِذْ قالَ اللهُ يا عيسى‏ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَ رافِعُكَ إِلَيَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذينَ كَفَرُوا

"(Ingadah) tatkala Allah berkata: Wahai lsa,sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu, dan membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir " (pangkal ayat 55).

Artinya yang tepat dari ayat ini ialah bahwa maksud orang-orang kafir itu hendak menjadikan Isa Almasih mati dihukum bunuh, seperti yang dikenal yaitu dipalangkan dengan kayu, tidaklah akan berhasil. Tetapi Nabi Isa Almasih akan wafat dengan sewajarnya dan sesudah beliau wafat, beliau akan diangkat Tuhan ke tempat yang mulia di sisiNya, dan bersihlah diri beliau dari gangguan orang yang kafir-kafir itu.

Kata mutawwafika telah kita artikan menurut logatnya yang terpakai arti asal itu diambillah arti mematikan, sehingga wafat berarti mati, mewafatkan ialah mematikan. Apatah lagi bertambah kuat arti wafat ialah mati, mewafatkan ialah mematikan itu karena banyaknya bertemu dalam al-Qur'an ayat-ayat, yang disana disebutkan tawaffa, tawaffahumul-malaikatu, yang semuanya itu bukan menurut arti asal yaitu mengambil sempurna ambil, melainkan berati mati. Sehingga sampai kepada pemakaian bahasa yang umum jarang sekali diartikan wafat dengan ambil, tetapi pada umumnya diartikan mati juga.

Maka dari itu arti yang lebih dahulu dapat langsung difahamkan, apabila kita membaca ayat ini ialah: "Wahai Isa, Aku akan mematikan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu dan membersihkan engkau daripada tipudaya orang yang kafir."

Dia akan diangkat ke sisi Tuhan, ialah sebagai Nabi Idris yang diangkat derajatnya ke tempat yag tinggi, sebagai tersebut di dalam Surat Maryam (Surat 19 ayat 53). Seperti juga orang yang mati syahid di dalam Surat ali Imran ini juga ayat 169, dikatakan bahwa dia tetap hidup.

Tetapi meskipun demikian arti ayat ini yang mula-mula masuk langsung ke dalam pikiran setelah membacanya, namun dalam penafsirannya telah terjadi perselisihan pendapat atau khilafiyah yang panjang di antara ahli-ahli tafsir. Satu golongan besar ahli tafsir mengatakan bahwa arti ayat bukanlah sebagai yang mula-mula difahamkan itu. Tetapi inni mutawaffika artinya ialah sesungguhnya Aku akan mengambil engkau, jadi bukan berarti sesungguhnya Aku akan mematikan engkau. Tegasnya Nabi Isa Alaihis-Salam, tubuh dan rohnya dalam hidup-hidup diambil Tuhan dari alam ini warafi'uka ilayya dan mengangkat engkau kepadaKu, artinya sesudah beliau diambil dari dunia ini lalu diangkat ke langit hidup-hidup. Di langit itulah beliau sampai sekarang ini, dan di akhir zaman akan turun kembali ke dunia membunuh Dajjal.

Golongan ini menafsirkan demikian karena memang bertemu beberapa Hadits yang menerangkan bahwa di akhir Zaman Nabi Isa akan turun ke dunia kembali. Malahan mereka mengeluarkan pendapat bahwasanya ulama-ulama sejak zaman dahulu telah ijma mengatakan bahwa Nabi Isa telah diangkat ke langit, dan kelak dekat-dekat akan kiamat dia akan turun ke dunia membunuh babi dan menghancurkan salib.

Dan alasan mereka pula, ketika Nabi Muhammad saw. mi'raj, beliau bertemu Nabi Isa bersama Nabi Yahya. Tetapi oleh karena di dalam Agama Islam benar-benar ada kebebasan pikiran di dalam menafsirkan ayat-ayat Tuhan, meskipun yang menafsirkan demikian itu golongan besar yang disebut dalam istilah berita dengan jumhur; (hanya sekali) dan ada yang mengatakan bahwa faham menafsirkan itu telah ijma', telah sama pendapat seluruh ulama, namun yang mengeluarkan pendapat berbeda sangat dengan tafsiran itu telah timbul pula.

Al-Alusi di dalam tafsirnya yang terkenal Ruhul Ma'ani, setelah memberikan keterangan beberapa pendapat tentang arti mutawwafika, akhirnya menyatakan pendapatnya sendiri bahwa artinya telah mematikan engkau, yaitu menyempurnakan ajal engkau (mustaufi ajalika) dan mematikan engkau menurut jalan biasa, tidak sampai dapat dikuasai oleh musuh yang hendak membunuh engkau.Dan beliau menjelaskan lagi bahwa arti warafi'uka ilayya, dan mengangkat engkau kepadaKu , telah mengangkat derajat beliau , memuliakan beliau, mendudukkan beliau, di tempat yang tinggi, yaitu roh beliau sesudah mati. Bukan mengangkat badannya.

Lalu al-Alusi mengemukakan beberapa kata rafa'a yang berarti "angkat" itu terdapat pula dalam beberapa ayat dalam al-Qur'an yang tiada lain artinya daripada mengangkat kemuliaan rohani sesudah meninggal.

Syaikh Muhammad Abduh menerangkan tentang tafsir ayat ini demikian: Ulama di dalam menafsirkan ayat ini menempuh dua jalan. Yang pertama dan yang masyhur ialah bahwa dia diangkat Allah dengan tubuhnya dalam keadaan hidup, dan nanti dia akan turun kembali di akhir zaman dan menghukum di antara manusia dengan syariat kita. Dan kata beliau seterusnya: " .......Dan jalan penafsiran yang kedua ialah memahamkan ayat menurut asli yang tertulis, mengambil arti tawaffa dengan maknanya yang nyata, yaitu mati seperti biasa, dan rafa'a(angkat), ialah rohnya diangkat sesudah beliau mati.

Dan kata beliau pula: " Golongan yang mengambil tafsir cara yang kedua ini terhadap hadits-hadits yang menyatakan Nabi Isa telah naik ke langit dan akan turun kembali, mereka mengeluarkan dua kesimpulan (takhrij). Kesimpulan pertama: Hadits-hadits itu ialah hadits-hadits ahad yang bersangkut-paut dengan soal i'tikad (kepercayaan) sedang soal-soal yang bersangkutan dengan kepercayaan tidaklah dapat diambil kalau tidak qath'i (tegas). Padahal dalam perkara ini tidak ada sama sekali hadits yang mutawatir."

Kemudian beliau terangkan pula takhrij golongan kedua ini tentang nuzul Isa (akan turun Nabi Isa di akhir zaman) itu. Menurut golongan ini kata beliau turunnya Isa bukanlah turun tubuhnya, tetapi akan datang masanya pengajaran Isa yang asli , bahwa intisari pelajaran beliau yang penuh rahmat, cinta dan damai dan mengambil maksud pokok dari syariat, bukan hanya semata-mata menang kulit, yang sangat beliau cela pada perbuatan kaum Yahudi seketika beliau datang dahulu, akan bangkit kembali." Demikianlah keterangan Syaikh Muhammad Abduh. (Tafsiral-Manar, jilid III, 317, cet. ke 3.)

Sayid Rasyid Ridha pernah menjawab pertanyaan dari Tunisia. Bunyi pertanyaan: "Bagaimana keadaan Nabi Isa sekarang? Di mana tubuh dan nyawanya? Bagaimana pendapat tuan tentang ayat inni mutawwaffika wa rafi'uka ? Kalau memang dia sekarang masih hidup, seperti di dunia ini, dari mana dia mendapat makanan yang amat diperlukan bagi tubuh jasmani ­haiwani itu ? Sebagaimana yang telah menjadi Sunnatullah atas makhlukNya ? "

Sayid Rasyid Ridha, sesudah menguraikan pendapat-­pendapat ahli tafsir tentang ayat yang ditanyakan ini, mengambil kesimpulan: "Jumlah kata, tidaklah ada nash yang sharih (tegas) di dalam al-Qur'an bahwa Nabi Isa telah diangkat dengan tubuh dan nyawa ke langit dan hidup di sana seperti di dunia ini, sehingga perlu menurut sunnatullah tentang makan dan minum, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang makan beliau sehari-hari.

Dan tidak pula ada nash yang sharih menyatakan beliau akan turun dari langit. Itu hanyalah akidah dari kebanyakan orang Nasrani, sedang mereka itu telah berusaha sejak lahirnya Islam menyebarkan kepercayaan ini dalam kalangan kaum Muslimin."

Lalu beliau teruskan lagi: "Masalah ini adalah masalah khilafiyah sampaipun tentang masih diangkat ke langit dengan roh dan badannya itu."

Dan berkata pula Syaikh Mustafa al-Maraghi, Syaikh Jami al-Azhar yang terkenal sebelum Perang Dunia ke-2, menjawab pertanyaan orang tentang ayat ini: "Tidak ada dalam al-Qur'an suatu nash yang sharih dan putus tentang Isa as. diangkat ke langit dengan tubuh dan nyawanya itu, dan bahwa dia sampai sekarang masih hidup, dengan tubuh nyawanya.

Adapun sabda Tuhan mengatakan: "Aku akan mewafatkan engkau dan mengangkat engkau kepadaKu dan membersihkan engkau daripada orang-or­ang yang kafir itu!" Jelaslah bahwa Allah mewafatkannya dan mematikannya dan mengangkatnya, zahirlah (nyata) dengan diangkatnya sesudah wafat itu, yaitu diangkat derajatnya di sisi Allah, sebagaimana Idris as. dikatakan Tuhan: "dan Kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi." Dan inipun jelas pula, yang jadi pendapat setengah ulama-ulama Muslimin, bahwa beliau diwafatkan Allah, wafat yang biasa, kemudian diangkatkan derajatnya. Maka diapun hiduplah dalam kehidupan rohani, sebagaimana hidupnya orang-orang yang mati syahid dan kehidupan Nabi-nabi yang lain juga.

Tetapi jumhur Ulama menafsirkan bahwa beliau diangkat Allah dengan tubuh dan nyawanya, sehingga dia sekarang ini hidup dengan tubuh dan nyawa, karena berpegang kepada hadits yang memperkatakan ini, lalu mereka tafsirkan al-Qur'an disejalankan dengan maksud hadits-hadits itu.

Lalu kata beliau: "Tetapi hadits-hadits ini tidaklah sampai kepada derajat hadits-hadits yang mutawatir, yang wajib diterima sebagai akidah. Sebab akidah tidaklah wajib melainkan dengan nash al-Qur'an dan hadits-hadits yang mutawatir. Oleh karena itu maka tidaklah wajib seorang Muslim beri'tikad bahwa Isa Almasih hidup sekarang dengan tubuh dan nyawanya, dan orang yang menjalani akidah itu tidaklah kafir dari Syariat Islam."

Berkata pula Syaikh Mahmud Syaltut, Syaikh Jami' Al-Azhar (meninggal tahun 1963), tentang hadits-hadits bahwa Nabi sa akan turun Demikian kata beliau: "Riwayat-riwayat itu adalah kacau balau, berlain-lain saja lafaznya dan maknanya yang tidak dapat dipertemukan. Kekacau-balauan ini dijelaskan benar-benar oleh Ulama Hadits. Dan di atas dari itu semua, yang membawa riwayat ini ialah Wahab bin Munabbih dan Ka'ab al-Ahbar, keduanya itu ialah ahlul-kitab yang kemudian memeluk Islam, dan sudahlah dikenal derajat keduanya dalam penilaian ahli-ahli jarh dan ta di/(ahli penyelidik nilai Hadits).

Meskipun Hadits yang dirawikan Abu Hurairah tentang Nabi Isa akan turun ada pula, apabila Hadits itu shahih, namun dia adalah Had its Ahad. Dan Ulama telah ijma' bahwasanya hadits ahad tidak berfaedah untuk dijadikan dasar akidah dan tidak sah dipegang dalam urusan-urusan yang ghaib.

Tentang Nabi Muhammad s.a.w bertemu Nabi Isa dan Yahya ketika Mi'raj, bukanlah alasan yang kuat buat membuktikan bahwa Isa as. hidup di langit, tetapi itu hanyalah pertemuan kerohanian belaka, bukan pertemuan tubuh. Keterangan tentang ini dapat dilihat dalam kitab Fathul-Bari dan Zadul Ma ad.

Akhirnya Syaikh Syaltout menutup fatwanya demikian:

01 - Tidak ada dalam al-Qur'an yang mulia dan tidak pula dalam Sunnah yang suci suatu alasan yang jitu, yang baik untuk dijadikan dasar akidah, yang dapat menimbulkan ketenteraman dalam hati bahwasanya Isa diangkat ke langit dengan tubuhnya, dan sampai sekarang dia masih hidup di langit dan bahwa dia akan turun ke bumi di akhir zaman.

02 - Kesimpulan yang diperdapat daripada ayat yang berkenaan dengan soal ini ialah bahwa Allah menjanjikan kepada Isa bahwa Dia akan mewafatkannya menurut ajalnya, dan mengangkatnya daripada tipudaya orang yang kafir, dan bahwa janji Tuhan ini memang telah terjadi, maka tidaklah dia mati dibunuh oleh musuh-musuhnya dan tidaklah dia disalibkan, tetapi disempurnakan Allah ajalnya dan diangkat derajatnya.

03 - Barangsiapa yang tidak percaya bahwa Isa telah diangkat dengan tubuhnya ke langit dan bahwa dia mengingkari dalil yang qath'i (jelas dan nyata), maka tidaklah dia keluar dari Islam dan Iman, dan tidaklah boleh dia dihukum murtad, bahkan dia Mus­lim dan Mu'min, disembahyangkan seperti menyembahyangkan orang beriman yang lain, dikuburkan di pekuburan orang mu'min, dan tidak rusak imannya di sisi Allah. Dan Allah terhadap hambaNya adalah,Maha Tahu, lagi memandang.

Sekian kita salinkan pendapat Syaikh Syaltout dalam kitab al-Fatawa beliau (cetakan AI-Azhar tahun 1959).

Adapun ulama Indonesia yang menganut faham seperti demikian dan menyatakan pula faham itu dengan karangan ialah guru dan ayah hamba Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah di dalam bukunya al-Qaulush-Shahih, pada tahun 1924. Beliaupun menyatakan faham beliau bahwa Nabi Isa meninggal dunia menurut ajalnya dan diangkat derajat beliau di sisi Allah, jadi bukan tubuhnya yang dibawa ke langit.

Demkianlah, oleh karena al-Qur'an selalu terbuka buat difahamkan, meskipun golongan yang menafsirkan ayat ini bahwa Nabi Isa diangkat dengan tubuhnya ke langit disebutkan jumhur, tidaklah tertutup pintu buat menilai pokok pendirian orang yang menafsirkan ayat menurut lahirnya itu, sehingga mungkin di satu waktu, tafsiran jumhur itu hanyalah sebagai catatan saja, bahwa pernah banyak orang menafsirkan demikian, tetapi tafsir yang kedua diterima oleh pendapat umum.

Kaum Ahmadiyah untuk menguatkan pendiriannya bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi, dan dialah Nabi Isa Almasih yang dijanjikan akan turun di akhir zaman itu, maka merekapun menguatkan pendapat bahwa Nabi Isa telah mati. Mereka mau berdebat bertukar fikiran berhari-hari bermalam-malam untuk mempertahankan pendirian bahwa Nabi Isa Almasih telah mati dan bukanlah diangkat ke langit dengan tubuhnya dan nyawanya.

Maka jika ada orang yang berpendapat bahwa Nabi Isa Almasih telah mati, bukan tubuh dan nyawanya yang diangkat ke langit, bukanlah berarti bahwa orang itu telah menganut faham Ahmadiyah. Syaikh Muhammad Abduh, Sayid Rasyid Ridha, Syaikh Muhammad Mustafa al-Maraghi dan Syaikh Mahmud Syaltout dan guru serta ayah saya Dr, Syaikh Abdul Karim Amrullah bukanlah orang Ahmadiyah, malahan mereka itu menolak keras akidah Ahmadiyah yang mematikan Al-masih untuk melapangkan jalan bagi menghidupkan Mirza Ghulam Ahmad buat menggantikan tempat Nabi Isa menjadi Almasih.Kemudian datanglah lanjutan ayat:

وَ جاعِلُ الَّذينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذينَ كَفَرُوا إِلى‏ يَوْمِ الْقِيامَةِ

"Dan akan menjadikan orang-orang yang mengikut engkau lebih atas dan orang-orang yang kafir itu sampai hari kiamat"

Artinya, bahwasanya orang-orang yang teguh memegang ajaran Nabi Isa Almasih yang asli, yaitu tauhid, akan tetap lebih atas karena kebenarannya tidak dapat dijatuhkan, dan kepercayaan-kepercayaan yang kuat itu kian lama kian hilang pasarannya dari muka bumi ini. Pengetahuan manusia akan bertambah maju. Kemajuan pengetahuan akhir-kelaknya tidaklah akan sampai kepada mengatakan bahwa Allah itu bertiga dalam satu dan satu dalam tiga. Bertambah orang menyelidiki kebenaran dan suka membebaskan dirinya dari paksaan taqlid kepada pemimpin agama dan pendeta, bertambahlah akan nampak kemenangan orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran dalam dunia ini. Sebab Allah itu sendiri adalah kebenaran: Al-Haq.

ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ

"Maka kepada Akulah tempat kamu kembali."

Artinya, meskipun betapa perselisihan dan pertengkaran, yang satu mengatakan dia saja yang benar dan yang lain tidak mau menerima jika semuanya akan kembali kepadaNya, untuk mempertanggungjawabkan segala keyakinan dan anutan kita pada masa hidup di dunia yang fana ini:

فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فيما كُنْتُمْ فيهِ تَخْتَلِفُونَ

"Maka akan Aku putuskan nanti antara kamu, dari hal apa-apa yang telah kamu perselisihkan padanya itu." (ujung ayat 55).

Ujung ayat ini sangatlah dalam artinya bagi mendidik kita di dalam menempuh pergolakan hidup. Adalah satu kenyataan bahwa kita telah terdiri dari berbagai golongan. Kadang-kadang kita bertengkar dan bertukar fikiran, kadang-kadang berebut pasaran dan pengaruh. Sehingga lantaran bertengkar kadang-kadang kita lupa akan kewajiban kita yang sebenarnya, yaitu mengabdikan diri kepada Tuhan. Lupa bahwa hidup di dunia fana yang pendek ini hendaklah diisi dengan amal yang baik, jasa yang berguna, ilmu yang berfaedah. Ujung ayat memberi ingat, janganlah terlalu banyak berselisih di antara kamu.

Kalau kamu merasa bahwa agamamulah atau ajaran kamulah yang paling benar, cobalah kerjakan dan amalkan dengan baik. Kalau waktu hanya kamu habiskan dengan bertengkar, niscaya amalan akan terbengkalai dan umurmu habis percuma, sedang yang kamu banggakan dengan mulutmu tidak membekas dalam amalmu. Di muka Allah nanti, di hadapan Qadhi Yang Maha Adil, segala yang kamu perselisihkan akan diselesaikan sendiri oleh Allah.

فَأَمَّا الَّذينَ كَفَرُوا فَأُعَذِّبُهُمْ عَذاباً شَديداً فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ

" Maka adapun orang-orang yang kafir itu , maka akan Aku siksalah mereka dengan siksaan yang sangat di dunia dan di akhirat" (pangkal ayat 56).

Di dalam ayat ini nampak bahwasanya ajaran agama bukanlah semata-mata untuk keselamatan akhirat saja. Bahkan terlebih dahulu siksaan dunia akan dirasainya. Di dalam Ilmu Akhlak diterangkan betapa hidup yang lurus di dunia ini, dengan kebersihan akhlak, moral dan mental. Tanggungjawab kepada Allah dan tanggungjawab kepada sesama manusia. Kufur, tidak mau percaya kepada Allah sebagai unit, sebagai pusat dan pokok pangkal tempat bertolak di dalam hidup, akan menyebabkan hidup itu sendiri penuh dengan siksaan. Kekayaan, pangkat danjabatan yang tinggi, harta-benda yang melimpah-limpah dan kekuasaan yang dirasai tidak berbatas, tidaklah akan dapat menolong menyelubungi siksaan batin karena tadinya memilih jalan yang sesat.

Di ayat ini terlebih dahulu diterangkan betapa hebatnya siksaan dunia, baik mengenai diri pribadi atau mengenai kelompok masyarakat. Meskipun yang mula-mula diceritakan ialah kejahatan orang Yahudi yang hendak membunuh Nabi Isa Almasih, dan mereka digagalkan oleh Tuhan, namun dia tidak menjadi pedoman bagi seluruh manusia, bahwasanya menolak kebenaran Allah adalah siksaan, baik siksaan ketika hidup di dunia, ataupun siksaan sesudah mati dalam akfrrat.

وَ ما لَهُمْ مِنْ ناصِرينَ

"Dan tidaklah ada bagi mereka or­ang-orang yang akan menolong." (ujung ayat 56).

Cobalah kita fikirkan baik-baik, siapakah yang akan dapat menolong kita kalau sekiranya kita sendiri yang dari semula telah memilih jalan salah ? Kita telah menentang Al-Haq (kebenaran), sedang kebenaran itu hanya satu, Allah itu sendiri bernama Kebenaran. Maka siapakah orang lain yang akan sudi menolong kita di dalam menempuh jalan yang di luar kebenaran itu? Padahal kebenaran itu hanya satu? Maka orang kufur menolak kebenaran, akan sepilah jiwanya sendirian dan tidak akan ada orang yang membela dia. Siapa yang akan tampil ke muka membela orang yang salah? , Apatah lagi di akhirat kelak, di tempat yang sega:a sesuatu terpulang kepada Allah.

وَأَمَّا الَّذينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ

Dan adapun orang-orang yang beriman dan mengamalkan perbuatan perbuatan yang shalih, maka akan Dia sempurnakan ganjaran-ganjaran mereka." (pangkal ayat 57).

Kalau pada ayat yang terdahulu dikatakan bahwa orang yang menolak ajaran Allah akan mendapat siksaan di dunia dan di akhirat, maka orang-orang yang mengerjakan perbuatan­perbuatan yang shalihpun akan diberi Allah ganjaran dengan sempurna, sejak dari dunia sampai ke akhirat. Bila iman telah tumbuh di dalamjiwa, belumlah mereka akan puas kalau itu belum dibuktikan dengan amal. Bilamana satu amal sudah selesai dengan baik, sebab kewajiban yang timbul dari dalam seruan batin telah dilaksanakan. Amal usaha yang banyak memberikan kepuasan di dalam diri sendiri, sebab hidup telah bernilai. Dan kelak di akhirat akan mendapat bahagia lipat-ganda lagi.

Inilah didikan kepada manusia seterusnya, selama alam ini masih terkembang dan selama manusia masih di dalamnya, yaitu supaya manusia lebih banyak menuruti suara hati nuraninya. Jangan memperturutkan hawanafsu. Kalau di zaman dahulunya jangan membunuh nabi-nabi dan jangan menganiaya, baik aniaya terhadap orang lain ataupun terhadap diri sendiri.

وَ اللهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمينَ

"Dan Allah tidaklah suka kepada orang-orang yang aniaya." (ujung ayat 57).

Sebesar-besar aniaya ialah mendustai diri sendiri. Beriman dan beramal shalih sebanyak-banyaknya adalah suara dari hati ­nurani. Hawa nafsu manusia menyebabkan suara hati suci-murni itu mereka bantah atau mereka tekankan saja. Lalu mereka menempuh jalan yang salah, susahlah membebaskan diri dari pengaruhnya. Di situlah timbul aniaya kepada diri sendiri.

Di sini Tuhan memperingatkan bahwa Dia tidak suka kepada orang-or­ang yang aniaya. Ayat ini menjelaskan bahwa kalau kita menganiaya diri, adalah itu di luar kesukaan Allah. Melainkan pilihan kita sendiri. Kalau Tuhan telah menyatakan tidak menyukainya, tandanya kita dilarang mendekat kepada sikap aniaya. Sebab itu tidaklah layak kita berkata bahwa saya ini menjadi orang yang aniaya, karena takdir Tuhan. Mengapa Tuhan akan mentakdirkan perkara yang dilarangNya? Sebab itu kita sendirilah yang hendaknya berusaha menjauhi aniaya.

ذلِكَ نَتْلُوهُ عَلَيْكَ

Demikianlah telah kami bacakan dia kepada engkau .” (pangkal ayat 58).

Yaitu telah diceritakan betapa Bani Israil, tegasnya Yahudi mencoba segala tipudaya mereka hendak menjerumuskan Isa Almasih ke dalam lembah kesengsaraan, bahkan hendak membunuhnya sekali, karena mereka telah kafir tidak mau menerima Risalat Nabi Isa. Maksud mereka hendak menghinakan beliau tidak tercapai; bahkan Almasih bertambah dimuliakan Tuhan. Mereka hendak membunuh beliau, namun Allah memeliharanya. Dan si penolak kebenaran itu, tidaklah berdaya dalam usahanya, melainkan mendapat kegagalan total. Yang dikisahkan Tuhan kepada Nabi Muhammad saw ini adalah;

مِنَ الْآياتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكيمِ

"Sebahagian dari ayat-ayat dan peringatan yang amat bijaksana." (ujung ayat 58).

Dijelaskan di ujung ayat ini bahwasanya kisah kemuliaan ini barulah sebahagian kecil saja dari ayat-ayat Allah, yaitu tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Isinyapun ialah satu peringatan bahwasanya kecurangan pasti gagal dan seorang yang dimuliakan 0leh Allah, tidak ada makhluk yang sanggup menghinakannya. Lalu ditekankan di ujung ayat tentang hal bijaksana. Yaitu, kalau kita pelajari dari hanya sebahagian ayat yang dikisahkan Tuhan ini dan kita bandingkan pula kepada kejadian-kcjadian yang lain, akan selalu kelihatan betapa kebijaksanaan Ilahi di dalam mengatur siasatNya. Dan semuanya ini telah disampaikan Tuhan dengan amat halus dan penuh hikmat kebijaksanaan, sehingga terbuka pulalah jalan seluas-luasnya bagi barangsiapa yang hendak menyelidiki jalan sejarah hidup manusia dalam alam dunia ini


  01   02   03    04    05   06   07   08    09   10   11    12     13   14  15                      >>>>