Tafsir Suroh Ali-Imran Ayat 18 - 20       

(18) Allah telah menjelaskan bahwa tiada Tuhan selain Dia. Demikianpun malaikat dan orang-orang berilmu; bahwa Dia berdiri dengan keadilan. Tidaklah ada Tuhan selain Dia. Maha gagah lagi Bijaksana.

(19) Sesungguhnya yang agama di sisi Allah ialah Islam . Tetapi tidaklah berselisih orang-orang yang diberi kitab itu, melainkan sesudah didatang kan kepada mereka ilmu, lantaran pelanggaran batas di antara mereka. Dan barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah adalah amat cepat perhitunganNya.

(20) Maka jika mereka membantah engkau, katakanlah: Aku telah menyerah diri kepada Allah , demikian juga orang-­orang yang mengikutku. Dan tanyakanlah kepada or­ang-orang yang telah diberi kitab itu dan kepada orang-­orang yang ummi: sudahkah kamu menyerah diri ? Maka jika mereka telah menyerah diri , maka sesungguhnya telah mendapat petunjuk lah mereka. Dan jika mereka berpaling , maka tidak lain kewajiban engkau, hanyalah menyampaikan ; dan Allah adalah amat memandang kepada hambaNya.

Hakikat Islam

"Allah telah menyelaskan bahwa tiada Tuhan selain Dia." (pangkal ayat 18).

Syahida kita artikan menjelaskan. Dengan segala amal ciptaanNya ini , pada langit dan bumi , pada lautan dan daratan , pada tumbuh-tumbuhan dan binatang , dan segala semat-­semesta, Tuhan Allah telah menjelaskan bahwa hanya Dia yang Tuhan, hanya Dia yang mengatur. Maka segala yang ada ini adalah penjelasan atau kesaksian dari Tuhan, menunjukkan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah.

"Demikianpun malaikat"
dalam keadaan mereka yang ghaib itu; semuanya telah menyaksikan, telah memberikan syahadah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Sebab Malaikat adalah sesuatu kekuatan yang telah diperintahkan oleh Tuhan melaksanakan perintahNya, dan taat patuh setialah mereka menjalankan perintah itu. Kita tidak dapat melihat malaikat dalam bentuk rupanya yang asli , tetapi kita dapat merasakan adanya. Di antara malaikat itu ialah Jibril yang diperintahkan Tuhan menyampaikan wahyu kepada Nabi kita Muhammad saw dan wahyu itu telah tercatat menjadi al-Qur'an dan al-Qur'an telah terkumpul menjadi mushhaf . Oleh sebab itu di dalam tangan kita sendiri kita telah mendapat salah satu bekas syahadah dari malaikat.

" Dan orang-orang yang berilmu "
pun telah menyampaikan syahadahnya pula , bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Bertambah mendalam ilmu , bertambah menjadi kesaksianlah dia bahwa alam ini ada bertuhan dan Tuhan itu hanya satu, yaitu Allah dan tidak ada Tuhan yang lain, sebab yang lain adalah makhlukNya belaka. "Bahwa Dia berdiri dengan keadilan ", yakni setelah Allah menyaksikan dengan qudrat-iradatNya , dan malaikat menyaksikan dengan ketaatannya , dan manusia yang berilmu menyaksikan dengan penyelidikan akalnya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, maka timbul pulalah kesaksian bahwa Tuhan Allah itu berdiri dengan keadilan. Bahwa Tuhan mencipta alam dengan perseimbangan dan Tuhan menurunkan perintahNya dengan adil , serta seimbang.

Adil ciptaanNya atas seluruh alam , sehingga manusia berjalan dengan teratur, tidak lain adalah karena adil pertimbangannya. Adil pula perintah dan syariat yang diturunkanNya, sehingga seimbang dunia dengan akhirat, rohani dengan jasmani. Kata qisthi mengandung akan maksud adil, seimbang, setimbang ; semuanya bisa kita dapati di mana-mana dengan teropong ilmu pengetahuan.

"Tidaklah ada Tuhan selain Dia. Maha gagah lagi Bijaksana." (ujung ayat 18).

Hendaklah menarik perhatian kita tentang kedudukan mulia yang diberikan Tuhan kepada Ulil-ilmi, yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu di dalam ayat ini. Setelah Tuhan menyatakan kesaksianNya yang tertinggi sekali , bahwa tiada Tuhan selain Allah , dan kesaksian itu datang dari Allah sendiri , maka Tuhan pun menyatakan pula bahwa kesaksian tertinggi itupun diberikan oleh malaikat. Setelah itu kesaksian itupun diberikan pula oleh orang-orang yang berilmu. Artinya, tiap-tiap orang yang berilmu, yaitu orang-orang yang menyediakan akal dan pikirannya buat menyelidiki keadaan alam ini, baik di bumi ataupun di langit, di laut dan di darat, di binatang dan di tumbuh-tumbuhan, niscaya manusia itu akhirnya akan sampai juga, tidak dapat tidak, kepada kesaksian yang murni, bahwa memang tidak ada Tuhan melainkan Allah. Itulah pula sebabnya maka di dalam surat Fathir (surat 35 ayat 28) tersebut, bahwa yang bisa merasai takut kepada Allah itu hanyalah ulama, yaitu ahli-ahli ilmu pengetahuan .

Imam Ghazali di dalam kitab al-Ilmi dan di dalam kitabnya Ihya Ulumiddin telah memahkotai karangannya itu ketika memuji martabat ilmu bahwa ahli ilmu yang sejati telah diangkat Tuhan dengan ayat ini kepada martabat yang tinggi sekali, yaitu ke dekat Allah dan ke dekat malaikat.

Itulah kesan yang timbul kembali, meyakinkan kesan yang pertama tadi demi setelah memperhatikan pendirian Tuhan Al­lah dengan keadilan itu. Pada dua nama, Aziz dan Hakim, gagah dan bijaksana, terdapat lagi keadilan. Tuhan Allah itu Gagah Perkasa, hukumNya keras, teguh dan penuh disiplin. Tetapi dalam kegagah-perkasaan itu, diimbangiNya lagi dengan sifatNya yang lain, yaitu Bijaksana. Sehingga tidak pernah Allah berlaku sewenang-wenang karena kegagah-perkasaanNya dan tidak pernah pula bersikap lemah karena kebijaksanaanNya. Di antara gagah dan bijaksana itulah terletak keadilan.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ الْإِسْلامُ ِ
"Sesungguhnya yang agama di sisi Allah ialah Islam." (pangkal ayat 19).

Tadi di ayat 18 telah ditunjukkan bahwa orang berilmupun mendapat syahadah dan memberikan pengakuan , memang tidak ada Tuhan melainkan Allah , setelah menilik kesaksian dan penjelasan Allah sendiri pada ciptaanNya. Kalau telah dapat mengenal dan menyaksikan Tuhan melihat bekas ciptaanNya, dengan sendirinya timbullah penyerahan diri kepada Allah, tunduk kepada Allah, mengakui kebesaran Allah, mengakui berdiriNya dengan keadilan. Pengakuan yang timbul dari lubuk hati dan keinsafan. Timbul damai dalam jiwa sebab telah mendapat hakikat yang sebenarnya. Kalau suasana itu telah dicapai, itulah dia Islam.

Kata ad-din ialah biasa kita artikan ke dalam bahasa kita dengan agama. Ada juga menyebut agama dan ada juga menyebut igama. Sedang arti ad-din itu menurut asli Arabnya ialah tha'at tunduk dan juga balasan. Sebab itu maka yaumud-din, berarti hari pembalasan. Maka di dalam ta'rif syariat segala perintah yang dipikulkan oleh syara' kepada hamba yang telah baligh tapi berakal (mukallaf), itulah agama dia. Kadang-kadang disebut juga dengan kata lain, yaitu mullah, yang berarti agama juga. Dengan memakai kata millah atau millat, maka cakupan ad-din itu menjadi meluas lagi, mencakup sekalian peraturan hidup, bukan saja ibadat, bahkan juga mengatur negara. Itu sebabnya maka di Iran,Turki dan Paki­stan kata-kata millah itu dipakai juga untuk kenegaraan. almarhum Liaquat Ali Khan, Perdana Menteri Pakistan yang syahid terbunuh diberi mereka gelar quaidi millah (pemimpin negara) sebagai Ali jinnah diberi gelar quardi azam (pemimpin agung).

Kata Islam adalah mashdar, asal kata. Kalau telah menjadi fi'il madhi (perbuatan), dia menjadi aslama. Artinya dalambahasa kita ialah menyerah diri. Pokok asal sekali ialah hubungan tiga huruf s-l-m yang artinya selamat sejahtera. Menjadi juga menyerah, damai dan bersih dari segala sesuatu. Kalau disebut dalam bahasa Arab salaman li rojulin , artinya ialah sesuatu kepunyaan seorang iaki-laki yang tidak berserikat dengan yang lain. Maka setelah memahami arti dari kata ad-din dan al-Islam sebagai yang diutarakan di atas, dapatlah difahamkan maksud ayat ini: "sesungguhnya yang agama di sisi Allah ialah Islam." Atau lebih dapat ditegaskan bahwa yang benar-benar agama pada sisi Allah hanyalah semata menyerahkan diri kepadaNya saja. Kalau bukan begitu , bukanlah agama .

Oleh karena itu maka sekalian agama yang diajarkan Nabi­-nabi yang dahulu, sejak Adam lalu kepada Muhammad, termasuk Musa dan Isa , tidak lain daripada Islam. Beliau-beliau mengajak manusia supaya Islam; menyerah diri dengan tulus-ikhlas kepada Tuhan, percaya kepadaNya, kepadaNya saja. Itulah Islam , dan sekalian manusia yang telah sampai menyerah diri kepada Allah yang tunggal , tidak bersekutu yang lain dengan Dia, walaupun dia memeluk agama apa , dengan sendirinya dia telah mencapai Is­lam. Syari'at nabi-nabi bisa berubah karena perubahan zaman dan tempat , namun hakikat agama yang mereka bawa hanya satu : Is­lam . Sebab maksud agama adalah dua perkara: Pertama, membersihkan jiwa dan akal dari kepercayaan akan kekuatan ghaib yang mcngatur alam ini , yaitu percaya hanya kepada Allah dan berbakti , memuja dan beribadat kepadaNya . Kedua , membersihkan hati dan membersihkan tujuan dalam segala gerak­-gerik dan usaha , niat ikhlas kepada Allah. Itulah yang dimaksud dengan kata-kara Islam.

Lantaran itu dapat ditegaskan pula, walaupun dia mengakui orang Islam, keturunan Islam, ibu-bapa Islam, tinggal dalam negeri Islam, kalau akal dan hatinya tidak bersih dari pengaruh lain, selain Allah, maka tidaklah sesuai nama yang dipakainya dengan hakikat yang sebenarnya. Sama saja dengan orang bergelar "Datuk Raja di Langit", padahal di bumipun dia tidak jadi raja. Dia mengaku Islam, tetapi tempatnya mcnyerahkan dirinya ialah gurunya; dia taqlid saja kepada guru itu. Dia tidak memakai perlindungannya sendiri. Atau dia mengaku Islam, tetapi kuburan yang dikatakannya keramat lebih diramaikannya daripada mesjid tempat mcnyembah Allah. Dia lebih banyak meminta dan memohon kepada yang mcngisi kubur itu, atau mereka itu dijadikan perantara buat mcnyampaikan permohonannya kepada Allah. Orang semacam ini semuanya mungkin telah termasuk golongan Islam di dalam perhitungan (statistik) dan dalam geografi (ilmu bumi), tetapi belum tentu bahwa jiwanya sendiri adalah Muslim, yang menyerah bulat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَ مَا اخْتَلَفَ الَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ إِلاَّ مِنْ بَعْدِ ما جاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ
"Tetapi tidaklah berselisih orang-orang yang diberi kitab itu melainkan sesudah dtdatangkan kepada mereka ilmu , lantaran pelanggaran batas di antara mereka."

Dengan sambungan ayat ini kita dapat memahamkan bahwasanya masing-masing manusia dengan akal murni dan ilmunya sendiri bisa mencapai dasar percaya kepada keesaan Tuhan, bisa sampai kepada suasana penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa dengan sendirinya. Sehingga kelak apabila dicocokkannya hasil penyerahan diri (Islam) dengan wahyu, tidak akan berapa selisihnya lagi.

Tetapi timbul kesulitan bukan pada mereka, melainkan pada orang-orang yang keturunan kitab, yang Yahudi dan Nasrani, sesudah mereka mendapat ilmu , ialah karena agama sudah diikat dengar ketentuan-ketentuan pendeta . Sehingga bukan lagi agama Allah, melainkan agama pendeta. Misalnya fikiran murni manusia telah mencapai kesimpulan bahwa Allah itu memang pasti Esa tetapi pendeta memutuskan bahwa itu tidak benar ! Yang benar ialah mesti diakui bahwa Allah itu beranak , atau bahwa Nabi Isa bukan saja anak Allah, tetapi diapun Allah atau satu dari tiga oknum .

Banyak dari ahli-ahli fikir Eropa yang dari lanjumya berfikir sampailah dia kepada pengakuan akan adanya Allah. Terkenallah kaum Rasionalis atau Deis, diantaranya Voltaire pujangga Perancis yang terkenal, telah sampai kepada kesimpulan bahwa Tuhan Allah itu memang ada. Tetapi mereka dikucilkan dari gereja, dipandang tidak beragama lagi, sebab kependetaan tidak mengakui kesimpulan fikir-an mereka. Sebagaimana pada penafsiran surat al-Baqarah dahulu telah kita uraikan , banyaklah dari ahli-ahli fikir itu sampai kepada zaman kita sekarang ini beriman yang mendalam sekali tentang adanya Allah , sebagai Pencipta alam , tetapi mereka mengakui terus-terang bahwa mereka mengakui adanya Allah sebagaimana yang diputuskan oleh rumusan pendeta bukan Allah yang berupa manusia.

Kita kaum Muslimin mempercayai dengan sedalam-­dalamnya, bahkan menjadi bahagian yang tidak
dapat dipisahkan dari keseluruhan i'tikad kita bahwa agama yang diajarkan oleh Nabi Isa Almasih tidak lain daripada Agama Islam sebagai yang telah ditunjukkan oleh ayat ini , dan ayat yang lain , penyerahan diri yang timbul daripada ilmu keinsafan kepada Allah; lalu dirumuskan menjadi La Ilaha illa Allah, Tiada Tuhan melainkan Allah, dan Isa Rasulullah ! Asasnya ialah Tauhid.

Tetapi karena pengaruh raja-raja yang berkuasa, berpadu dengan pengaruh pimpinan rohaniyat, yaitu kaum pendeta bagi kepentingan politik dan kekuasan dibentuklah kepercayaan itu menurut kehendak mereka dan diputuskan demikian, dan tidak boleh dilanggar dari yang diputuskan itu. Akhirnya timbullah perpecahan yang dahsyat di antara satu golongan dengan golongan yang lain dalam satu agama, sampai musnah-memusnahkan. Golongan Arius misalnya. Arius terkenal menolak keras kepercayaan Trinitas dan dia menegaskan Tauhid ; Allah adalah Esa , Isa Almasih adalah Rasul Allah, Ruhul Qudus bukan sebahagian dari Tuhan. Arius menentang syirik.

Maka Kaisar Constantin yang telah menerima agama Kristen dengan resmi menjadi agama kerajaan Roma sesudah ditantang demikian hebat di zaman Nero; Constantin telah campur-tangan menyelesaikan soal itu. Kaisar menyebelahi faham trinitas. Dan Arius serta sekalian penganut fahamnya dipandang telah melanggar ketentuan gereja. Kitab-kitabnya dibakar dan penganutnya di mana-mana dikejar-kejar. Inl terjadi dalam tahun 325 Masehi, artinya 3 abad setelah Nabi Isa meninggal dunia. Dan 300 tahun pula sesudah ltu (tahun 628) dikeluarkan lagi undang-undang untuk menyapu bersih segala faham Arius, karena rupanya masih saja ada. Undang-undang ini dikeluarkan oleh Kaisar Theodusius II.

Terus-menerus terjadi pertentangan faham agama yang hebat, tidak berhenti-henti, dan lebih terkenal lagi perang 80 tahun di Eropa di antara pembela Katholik dengan pembela Protestan, sehingga akhirnya ahli-ahli negara yang kemudian memutuskan saja bahwa agama mesti dipisahkan dari urusan kenegaraan, karena hanya akan membawa kacau saja.

Kita kemukakan soal ini ialah untuk membuktikan maksud ayat bahwa Ahlul-Kitab timbul silang sengketa sesudah mereka mendapat ilmu yang nyata tentang hakikat agama , ialah setelah ada baghyan, artinya pelanggaran batas. Yaitu pemuka agama telah melampaui batas mereka , mereka telah menguasai agama dan memutuskan tidak boleh berfikir lain dari apa yang mereka putuskan. Dan kalau mereka berkuasa, mereka tidak segan bertindak kejam kepada orang yang dipandang sesat, walaupun dengan memberikan hukuman yang sengerl-ngerinya sekalipun.

Ayat ini adalah satu peringatan (sinyalemen), terutama kepada kita kaum Muslimin. Apabila orang telah melampaui batasnya, manusia hendak mengambil hak Tuhan, perpecahan itu pulalah yang akan terjadi.

Dalam Islam telah timbul sebagai Mazhab. Seumpama Syi'ah, Khawarij, Murji'ah, Mu'tazilah dan Ahlus Sunnah. Sejarah 14 abad bukan sedikit, menumpahkan darah sesama Muslimin karena perlainan Mazhab. Wazir al-Alqami yang bermazhab Syi'ah tidak merasa keberatan membuat hubungan rahasia dengan Holako Khan , sehingga Baghdad , pusat Khalifah Bani Abbas diserang, dihancurkan, dibakar habis dan khalifah dibunuh (656H-1268M). Apa sebab dia berkhianat demikian rupa? Ialah karena dia membela faham Syi'ah, dan Khalifah sendiri adalah seorang penganut faham Sunnah. Akhirnya wazir itu sendiripun dibunuh oleh Holako Khan.

وَ مَنْ يَكْفُرْ بِآياتِ اللهِ
"Dan barangsiapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah."

Yaitu tidak menerima ketentuan-ketentuan dari Allah bahwasanya hakikat agama hanyalah satu, yaitu menyerahkan diri kepada Allah Yang Maha Esa , dan persatuan manusia di dalam pokok kepercayaan , dan memandang bahwa tujuan segala Rasul Allah hanyalah satu, yaitu membawa manusia dari gelap-gulita syrik kepada sinar Tauhid,

فَإِنَّ اللهَ سَريعُ الْحِساب
"maka sesungguhnya Allah adalah amat cepat perhitunganNya." (ujung ayat 19).

Pada tafsir dari ayat 212 Surat Al-Baqarah telah diterangkan apa artinya Tuhan cepat sekali mengambil tindakan. Yaitu bahwa apabila langkah telah salah dari permulaan, akibatnya akan segera terasa. Kadang-kadang dari sebab yang kelihatan kecil saja, mengakibatkan kehancuran yang besar dalam sekejap waktu. Seumpama satu pancuran air di lereng gunung tersumbat oleh sehelai daun cempedak. Tiba-tiba pada malam hari turun hujan lebat; airpun limbah keluar dari kolamnya, melalui dan meruntuhkan pematang-pematang sawah. Kerugian sangat besar. Setelah hari siang baru diketahui bahwa sebabnya hanya dari sehelai daun cempedak menyumbat pancuran yang tidak diperhatikan pada mulanya. Atau seperti seorang perempuan yang lalai, tidak dipadamkannya sisa api puntung di dapur seketika dia akan tidur.

Tiba-tiba tengah malam dia tersentak karena terasa panas. Dia terbangun karena rumahnya telah diselubungi api. Dia tidak dapat membela diri lagi. Api menjalar dari rumahnya ke rumah tetangga kiri-kanan, dalam beberapa jam saja habislah kampung itu seluruhnya, menjadi tumpukan bara dan abu. tersebab dari puntung yang tidak dipadamkan ketika akan tidur. Inilah salah satu dari maksud ayat bahwa Tuhan cepat sekali perhitungannya.

فَإِنْ حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَ مَنِ اتَّبَعَنِ ِ
"Maka jika mereka membantah engkau, katakanlah: aku telah menyerah diri kepada Allah, demikian juga orang-orang yang mengikutku." (pangkal ayat 20).

Artinya, kalau sekiranya orang orang ahlul-kitab itu, baik mereka Yahudi yang tinggal di Madinah, maupun tetamu vang datang dari Najran itu, kalau mereka masih saja berbantah dengan engkau, katakanlah dengan terus terang, bahwasanya engkau dan orang-orang yang menjadi pengikutmu telah mempunyai suatu pendirian yang bulat, yaitu menyerah diri kepada Allah, tcgasnya Islam. Pendirian kami telah jelas. Orang-­orang yang mempergunakan akalnya pasti sampai kepada penyerahan diri kepada Allah. Tidak berkencong-kencong kepada yang lain dan tidak mempersekutukan.

Sekarang Rasulullah pula disuruh mcnanyakan kepada mereka:

وَ قُلْ لِلَّذينَ أُوتُوا الْكِتابَ
"dan tanyakanlah kepada orang-orang yang telah diberi kitab itu."

Baik mereka Yahudi yang telah menerima dan mengerti kitab Taurat, ataupun dia orang Nasrani yang mengakui telah menerima kitab Injil. Teranglah sudah bahwa inti sejati dari kitabi­kitab itu ialah mengajak manusia agar berserah diri kepada Allah,

وَ الْأُمِّيِّينَ
"dan kepada orang-orang yang ummi "

Yaitu orang-orang Arab sendiri yang tidak memeluk Yahudi atau Nasrani, tidak menerima Taurat ataupun Injil, tetapi mengakui bahwa mereka menerima ajaran Nabi Ibrahim , sedang Nabi Ibrahim pun mengakui penganut agama " menyerah diri "; tanyakanlah kepada mereka semuanya: Sudahkah kamu menyerah diri? Sudahkah mereka Islam ? Sudahkah mereka kembali kepada ajaran agama dan kitab mereka yang asli , tidak dihambat-hambat oleh penafsiran yang berbeda­-beda, keputusan pendeta atau pihak kekuasaan ?

أَأَسْلَمْتُمْ فَإِنْ أَسْلَمُوا فَقَدِ اهْتَدَوْا
"maka jika mereka telah menyerah diri ; maka sesungguhnya telah mendapat petunjuklah mereka."

Artinya tidaklah ada lagi beda antara kami dengan kamu.

وَ إِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّما عَلَيْكَ الْبَلاغُ
"Dan jika mereka berpaling , maka tidak lain kewajiban engkau, hanyalah menyampaikan."

Jangan berhenti-­henti menyampaikan seruan itu, agar mereka kembali kepada pokok asli agama, menyerah diri kepada Tuhan. Dan tegas kewajiban Rasul ini pula yang terpikul ke atas pundak kita pengikutnya yang datang di belakang, yaitu tidak berhenti-henti menyampaikan, menyerukan, dakwah dan tabligh.

وَ اللهُ بَصيرٌ بِالْعِباد
"Dan Allah adalah amat memandang kepada hambaNya." (ujung ayat 20).

Selain ditilik dan dipandangi Tuhan bagaimana caranya hambaNya menegakkan keyakinannya dan menyampaikan seruannya. Kalau merelca tidak melanjutkan tugas Rasul, yaitu bertabligh , kian lama kian gelaplah penerangan agama. Jangankan orang lain yang akan dapat diinsafkan, bahkan yang telah ada di dalampun bisa tercampak keluar. Apatah lagi kalau agama itu hanya tinggal nama. Bernama Islam atau Muslim tetapi mereka tidak menyerah diri kepada Tuhan. Dan akibat dari penyerahan diri itu tidak lain ialah kepatuhan dan taat; mengerjakan yang diperintahkan dan menghentikan yang dilarang.

Dan penyerahan itu menjadi bulat kepada Yang Satu ; itulah tauhid. dan itulah dia Islam yang sejati. dan siapa yang tidak insaf, merekapun menyerah diri kepada thaghut dan syaitan.


01     02      03    04    05     06       07   08    09   10   11    12                      Back To MainPage       >>>>