وَ أَنْزَلَ الَّذينَ ظاهَرُوهُمْ
مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ مِنْ صَياصيهِمْ وَ قَذَفَ في قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ
فَريقاً تَقْتُلُونَ وَ تَأْسِرُونَ فَريقاً
Dan Dia menurunkan orang-orang yang, membantu mereka, dari
ahlul-kitab itu dari benteng-benteng meraka dan dibenamkarr kedalam hati
mereka rasa takut; sebahagian kamu bunuh mereka dan kamu tawan yang
sebahagian lagi. ( Ayat 26 )
وَ أَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ
وَ دِيارَهُمْ وَ أَمْوالَهُمْ وَ أَرْضاً لَمْ تَطَؤُوها وَ كانَ اللهُ عَلى
كُلِّ شَيْءٍ قَديراً
Dan telah Kami wariskan kepada kamu tanah mereka dan hartabenda
mereka dan tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah itu terhadap segala
sesuatu Maha Kuasa ( ayat 27 )
Hukuman kepada Bani Quraizhah
Sebelum kita uraikan tafsir ayat ini, lebih
dahulu kita singkapkan latar belakang sejarah Yahudi di Madinah itu sejak
semula. Kepindahan mereka ke Madinah atau tanah Hejaz ialah sejak
pengusiran pengusiran terhadap Kaum Yahudi di zaman Kaisar-kaisar bangsa
Romawi, sebab memandang bahwa Tanah Hejaz itu adalah aman bagi mereka. Oleh
sebab keahlian mereka berniaga dan kekayaan ilmu lantaran isi kitab Taurat,
mereka dipandang lebih cerdas dari penduduk Arab asli penduduk Madinah yang
terdiri dari dua qabilah bersaudara, Aus dan Khazraj. Di dalam Taurat pun
tersebut bahwa kelak akan datang seorang Rasul menyempurnakan nubuwwat
RasuI-rasul yang dahulu daripadanya. Merekalah yang selalu memberitahukan
kepada Aus dan Khazraj itu bahwa Nabi itu akan datang.
Mereka pun menjadi penduduk yang lebih tinggi martabatnya, ditambah Iagi
karena mereka yang memegang perniagaan, di tangan Fnereka kekayaan. Dan
mereka sendiri lantaran itu merasa kuat.
Setelah Rasulullah saw. hijrah ke Madinah tidaklah menunggu jarak lama sudah
diadakan perjanjian akan hidup damai dengan Rasulullah saw. Di antara isi
perjanjian ialah akan bersama-sama mempertahankan negeri Madinah, sebagai
tukaran nama dari Yatsrib kalau ada musuh yang menyerang dari luar.
Rasulullah pun berjanji akan rnelindungi keamanan mereka. Dibuat pula
persyaratan bahwa mereka tidak akan memungkiri janji, tidak akan jadi spion
musuh dan tidak akan membantu segala perbuatan yang menganggu ketenteraman.
Mulanya mereka turut mengakui perjanjian itu. Tetapi kian lama kian mereka
rasakan bahwa dengan kedatangan Nabi seorang Arab, disambut oleh orang Arab
pula, yakni Aus dan Khazraj dan lain-lain, pengaruh mereka kian berkurang.
Orang yang telah mengikuti Nabi itu, yang telah diberi gelar kemuliaan baru,
"AI-Anshaar" sudah naik martabatnya. Mereka tidak merasa perlu lagi
menanyakan sesuatu hal kepada orang Yahudi, padahal Yahudilah tempat
bertanya selama ini, sebab mereka dianggap segala tahu, sebab mereka "ahlul
kitab".
Selama ini sangatlah keras perlombaan dan perpecahan di antara qabilah Aus
dan Khazraj itu. Di atas perpecahan itulah Yahudi dapat memegang peranan
tertinggi di Madinah; merekalah pendamai, tetapi pada hakikatnya merekalah
yang lebih banyak mengapi-apikan perpecahan itu.
Sekarang dengan kedatangan Nabi Muhammad mereka telah bersatu padu di bawah
pimpinan Nabi.
Kedudukan dan "martabat mereka telah ditinggikan. Nabi selalu mengatakan
bahwa beliau duduk atas sokongan dan kesetiaan dua golongan shahabat beliau,
yaitu Muhajirin dan Anshar. Dengan sendirinya kedudukan Yahudi tidak ada
lagi di negeri itu.
Apatah lagi, baru saja Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah seorang Yahudi
yang terkemuka bernama
'Abdullah bin Salam datang kcpada Rasulullah, menyatakan dirinya memeluk
Agama Islam dan
memeluk Islam pula seluruh kaum keluarganya.
Tetapi sebelum masuknya ke agama Islam itu dimaklumkan ke hadapan khalayak
ramai, dia meminta kepada Rasulullah agar dipanggil pemuka-pemuka Yahudi dan
ditanyakan kepada mereka, siapa Abdullah bin Salam.
Setelah mereka itu berkumpul bertanyalah Nabi kepada mereka, siapa itu
'Abdullah bin Salam. Serentak mereka menjawab dan dengan gembira, bahwa
'Abdullah bin Salam itu adalah pemimpin kami, keturunan dari pemimpin kami,
pendeta agama kami dan seorang yang amat alim dalam agama kami.
Sesudah mendengar puji-pujian demikian, keluarlah 'Abdullah bin Salam dan
duduk ke tengah-tengah mereka. Lalu beliau mengajak mereka semua supaya
menuruti saja langkah yang telah dia langkahkan, yaitu masuk Islam, beriman
kepada Muhammad. Karena inilah rupanya Nabi yang ditunggu-tunggu, yang
tersebut diisyaratkan Musa dalam Taurat itu.
Mendengar seruan itu berubahlah muka mereka dari gembira kepada benci,
mencacai maki Abdullah bin Salam yang meninggalkan agama nenek-moyangnya,
dan mereka pandanglah 'Abdullah bin Salam seorang pengkhianat, seorang
busuk, seorang yang tidak mengerti agama nenek-moyangnya dan mereka buatlah
propaganda kepada seluruh Yahudi, supaya mulai saat itu 'Abdullah bin Salam
itu dikucilkan dari masyarakat Yahudi.
Sejak waktu itu pula mulai mereka membulatkan tekad hendak menghancurkan
pengaruh Muhammad dan Islam. Sejak itu pulalah timbul perang dingin
berlarut-larut terus menerus, kadang-kadang menjadi perang panas, sampai
kepada masa kita sekarang ini.
Segala macam siasat buruk mereka aturlah agar gerakan Islam di bawah
pimpinan Nabi ini runtuh sebelum berkembang. Mereka tidak perduli lagi
kepada janji-janji yang telah dibuat sejak Nabi saw. hijrah ke Madinah itu.
Kadang-kadang mereka timbulkan keraguan orang terhadap ayat Al-Qur'an.
Kadang-kadang diserangnya aqidah Islam. Misalnya ada ayat Allah: "Siapakah
yang suka memberi pinjam Allah dengan pinjaman yang baik?", sebagai tersebut
dalam Surat AI-Maaidah ayat 12 dan ayat 18, atau Surat 64 At-Taghaabun ayat
17, Al-Baqarah ayat 245, Surat 73 Al-Muzammil ayat 20, Surat ke-57 Al-Hadiid
ayat 11 dan 18, yang semua ayat itu turun di Madinah, maka orang Yahudi itu
lalu mencela Al-Qur'an, mengatakan bahwa kalau Allah minta diberi pinjaman
dan lain hari akan diganti, nyatalah bahwa Al-Qur'an mengajarkan bahwa Allah
itu miskin.
Tentu saja hati yang telah diberi dasar dengan kebencian akan selalu
menafsirkan suatu maksud yang baik dengan maksud yang salah.
Kadang-kadang dengan secara halus mereka hasut-hasut agar timbul kembali
permusuhan di antara Aus dan Khazraj. Hampir saja terjadi perang, kalau
tidak segera Rasulullah memberi mereka ingat. Setelah diberi ingat, mereka
pun insaf dan berpeluk-pelukan dan bertangis-tangisan.
Dan pernah pula mereka timbul permusuhan di antara Muhajirin dengan Anshar.
Nyaris pula pecah karena hasutan mereka, dengan memakai tenaga kaum Munafiq.
Segera pula Rasulullah bertindak memberi ingat, mereka pun sadar dan maksud
Yahudi itu tidak berhasil.
Lalu mereka rapatkan hubungan dengan kaum munafiq, supaya dengan.
perantaraan kaum munafiq ini kesatuan kaum Muslimin dapat dipecahkan. Itu
pun gagal.
Mereka ada tiga golongan yang kuat. Yaitu Bani Qainuqa', dan Bani Nadhiir
dan Bani Quraizhah. Yang paling kuat dan terkenal gagah berani ialah Bani
Qainuqa'.
Seketika penduduk Madinah bergembira setelah Nabi menang dalam peperangan
Badr, maka Bani Qainuqa' dengan sengaja menyebarkan ucapan-ucapan yang
sengaja merendahkan nilai kemenangan itu. Dan berita itu disampaikan orang
kepada Nabi.
Lalu Nabi
sendiri mendatangi mereka di pasar yang diberi nama "Pasar Bani Qainuqa'."
Disuruhnya mereka itu berkumpul, lalu Nabi berpidato di tengah-tengah
mereka: "Wahai Bani Qainuqa'! Hatihatilah kamu sekalian. Janganlah sampai
Allah mengazab kalian sebagaimana telah dilakukan-Nya kepada Quraisy. Lebih
baik kalian masuk Islam saja. Kalian sendiri pun telah tahu dan baca dalam
kitab kalian, bahwa saya ini adalah Nabi yang diutus Allah, yang telah
dijanjikan Allah kepada kamu."
Sambutan mereka atas seruan Nabi itu sangat
kasar. Mereka berkata: "Hai Muhammad! Engkau kira kami ini sama saja dengan
kaum engkau itu? Janganlah engkau jadi teperdaya karena engkau menang
menghadapi kaum yang tidak ada pengetahuannya sama sekali dalam ilmu perang,
sehingga engkau dapat mencapai kemenangan kebetulan! Demi Allah, kalau
engkau berperang dengan kami, waktu itulah engkau akan tahu siapa kami ini!"
Ibnu Hisyam menceriterakan bahwa sesudah pidato
Nabi dali sesudah jawab mereka yang sangat tidak pantas itu, mereka pula
yang mencari gara-gara. Ada seorang perempuan Arab masuk ke pasar Bani
Qainuqa' membawa susu yang baru dia perah, akan dijual. Lalu dia berlepas
sejenak di hadapan kedai seorang tukang celup kain. Maka berkerumunlah
anak-anak muda Yahudi itu keliling perempuan itu sengaja hendak merenggutkan
cadarnya supaya wajahnya lebih jelas kelihatan, namun perempuan itu tidak
mau. Lalu Yahudi tukang celup itu dengan diam-diam mengikatkan ujung kain
tutup badan perempuan itu ke atas dan menyangkutkannya. Kemudian setelah
perempuan itu berdiri, terbukalah kain itu dari badannya dan dia jadi
bertelanjarig, terbukalah kemaluannya.
Perempuan itu memekik meminta
tolong, sedang pemuda-pemuda Yahudi itu tertawa bersama sama. Di sana
tiba-tiba melintas seorang pemuda Muslim yang naik darah melihat kejadian
yang sangat menghinakan itu. Lalu disentaknya khanjarnya dan ditikamnya
tukang celup itu sampai mati. Melihat itu datanglah pemuda-pemuda Yahudi
yang tertawa-tawa tadi menyerang pemuda Muslim itu bersama-sama,
mengeroyok. Mereka pukuli dan tikami pemuda Muslim itu beramai-ramai, lalu
mati pula. Segera hal ini tersebar di kalangan kaum Muslimin, dan timbullah
kemurkaan yang meluap-luap kepada Bani Qainuqa'.
Segeralah kampung Bani Qainuqa' dikepung.
Rasulullah sendiri yang memerintahkan pengepungan itu. Karena sudah nyata
bahwa mereka sejak semula telah menantang Rasulullah buat berperang. Ketika
mereka telah terkepung rapat, tidak ada lagi suara gagah perkasa bahwa
merekalah lawan yang sejati, bukan kaum Quraisy yang tidak mengerti ilmu
perang itu.
Melihat Bani Qainuqa' sudah terkepung dan sudah pasti Rasulullah yang akan
memutuskan nasib mereka, tiba-tiba datanglah 'Abdullah bin Ubayy bin Salul,
pemimpin kaum munafiq membela mereka di hadapan Rasulullah. Dia mengatakan
bahwa Bani Qainuqa' itu sejak dahulu telah bersumpah bersahabat dengan Bani
Khazraj. Karena kerasnya permohonan Abdullah bin Ubayy itu Rasulullah pun
memperingan tekanannya. Mereka seluruh Bani Qainuqa' dilepaskan dari
tawanan, untuk segera keluar dari kota Madinah buat selamalamanya. Boleh
dibawa barang-barang kekayaan apa yang ada, kecuali senjata. Dan perintah
ini mesti lekas dilaksanakan.
Tinggallah dua qabilah lagi, yaitu Bani Nadhiir dan Bani - Quraizhah.
Bani Nadhiir serupa pula perangainya dengan Bani Qainuqa'. Pada suatu hari
Rasulullah saw. datang ke kampung mereka menem,.i pemuka-pemuka mereka untuk
mengumpulkan bantuan diyat akan dibayarkan kepada seseorang yang terbunuh
karena salah sangka oleh seorang Muslim. Dalam perjanjian sejak semula Nabi
Muhammad datang, disebutkan juga bahwa di saat demikian mereka bersedia juga
memberi bantuan. Tetapi sesampai Nabi di kampung itu, sedang bersandar
kepada dinding rumah seorang di antara mereka, timbul niyat jahat mereka.
Ada seorang di antara mereka naik ke atas sutuh rumah itu hendak menjatuhkan
lesung batu ke atas kepala Nabi Muhammad saw. supaya dia mati. Saat itulah
peluang yang sebaikbaiknya membunuh Muhammad.
Tetapi Nabi saw. mendapat "gerak" dari Jibril menyuruh menghindar dari
tempat itu, lalu segera pulang ke Madinah. Kampung Bani Nadhiir itu pun
dikepung pula disuruh menyerah. Sekali lagi 'Abdullah bin Ubayy menghasut
mereka menyuruh bertahan terus. Dia akan datang membantu. Namun bantuannya
itu omong kosong belaka. Tidak pula ada lagi pengikut-pengikut 'Abdullah
Ubayy yang sesetia dahulu kepadanya, buat datang membantu Bani Nadhiir.
Akhirnya Bani Nadhiir kalah dalam kepungan dan disuruh meninggalkan Madinah
buat selama-lamanya, sebagai Bani Qainuqa' pula. Ceritera Bani Nadhiir ini
dapat dibaca dalam Surat ke-59, Al-Hasyr (Dalarn Tafsir Juzu' ke-28)
Tinggallah Bani Quraizhah.
Bani Quraizhah itulah yang ber)t:hia;nat dalam pepcrangan Khandaq atau
Al-Ahzaab ini.
Biang keladi paling besar dalam kekhianatan Bani Quraizhah ini ialah Huyayy
bin Akhthab dari Bani Nadhiir yang ketika pengusiran kaumnya dia berpindah
ke Khaibar tetapi tidak berhenti tnencari daya upaya untuk menantang Nabi.
Dia yang pergi menganjurkan Quraisy buat menyerbu Madinah dengan tentara
sebesar itu dan ketika nuraisy bertanya, manakah yang benar agama Muhammad
ataukah agama Quraisy, ringan saja mulutnya mengatakan bahwa agama
Quraisy-lah yang benar.
Setelah berhasil maksudnya membujuk Quraisy dia pergi pula kepada Ghathfaan,
menghasut pula di sana.
Dan setelah berhasil karena bujukannya Ghathfaan menyusun kekuatan hendak
menyerbu Madinah bersama Quraisy, Huyayy pun perlu kepada Bani Quraizhah.
Pemimpin Bani Quraizhah ialah Ka'ab bin Asad. Setelah dilihatnya tentara
Quraisy dan Ghathfaan datang, segera dia mengurung diri dalam benteng dan
diambilnya keputusan bahwa dia akan setia memegang janji dengan Nabi
Muhammad saw. Tetapi Huyayy datang, lalu diketoknya pintu benteng dan dengan
keras dimintanya hendak bertemu langsung dengan Ka'ab bin Asad.
"Buka pintu, Ka'ab! Buka!"
Setelah dilihatnya Huyayy yang datang, Ka'ab berkata: "Saya lihat
ke,datanganmu ini akan membawa bencana. Saya telah tahu maksudmu. Saya telah
mengikat janji dengan Muhammad Saya tidak akan mengkhiartati janji saya.
Muhammad selama ini pun baik kepada kami".
Huyayy menyambut lagi: "Buka sajalah pintu, ada hal penting yang akan saya
bicarakan dengan engkau!"
"Saya tidak mau!", sambut Ka'ab.
Lalu dengan cerdik jahatnya Huyayy menyinggung
perasaan harga diri Ka'ab: "Demi Allah! Saya tahu engkau enggan membuka pint
karena engkau tak mau aku makan dalam hidanganmu!"
Mendengar kata demikian, terpaksalah Ka'ab membuka pintu d Huyayy pun masuk.
Sampai di dalam dibukalah pembicaraan: "Celaka engkau Ka'ab! Saya datang
sekarang ini membawakan engkau kesempatan yang tidak ada taranya, gelombang
lautan dahsyat". "Apa itu?" tanya Ka'ab.
"Saya datang membawa Quraisy dengan segala kelengkapannya, dengan segala
pemimpin dan pahlawannya, sekarang telah berlabuh di pertemuan banjir di
Raumah. Dan saya pun datang dengan Ghathfaan lengkap dengan segala pemimpin
dan pahlawannya, sekarang telah melabuhkan tentaranya di samping Uhud.
Mereka semuanya telah membuat janji teguh dengan saya, bahwa mereka belum
akan meninggalkan negeri ini sebelum mereka menyapu bersih Muhammad dan
segala pengikutnya.
Ka'ab menjawab: "Omong kosong! Engkau datang membawa berita kehinaan belaka,
berita mega berkumpul tetapi tidak mengandung air akan hujan. Guruh
berbunyi, kilat berapi, namun hujan tidak turun. Tinggalkanlah saya dalam
keadaan seperti ini. Saya tidak peraah melihat dari Muhammad terhadap kepada
kami selain keteguhan janji dan kejujuran".
Yang lihat menyela: "Kalau kamu tidak mau menolong Muhammad ketika dia telah
diserang begini, menurut sepanjang janji kita dahulu, maka biarkanlah dia
berhadapan dengan musuhnya, dan kita diam sajalah."
Tetapi Huyayy gigih juga merayu. Dia mengatakan bahwa jaranglah kita
mendapati peluang yang sebaik ini. Di saat sedang dia terdesak karena
serbuan musuh inilah yang sebaik-baiknya kita hapuskan sendiri janji itu.
Kita bersatu padu dengan Quraisy dan Ghathfaan dan bersama kita mengambil
tekad, belum akan berhenti sebelum Muhammad dan pengikut-pengikutnya itu
kita hapuskan dari muka bumi ini. -
Oleh karena pandainya Huyayy menghasut, tertariklah mereka itu semuanya dan
kalahlah pendapat Ka'ab bin Asad oleh gemuruh tantangan orang banyak. Lalu
dikeluarkan Surat Perjanjian Nabi Muhammad saw. dengan Bani Quraizhah itu
dari simpanan, lalu dibakar di hadapan orang banyak.
Berita ini segera sampai kepada Rasulullah saw. Maka beliau utuslah beberapa
orang datang kepada benteng pertahanan Bani Quraizhah itu, hendak
menyelidiki kebenaran berita itu. Utusan diterima, tetapi dengan sikap yang
sudah berubah sama sekali, sikap kasar. Mereka berkata: "Siapa Muhammad?
Kami tidak kenal siapa Muhammad! Kami tidak pernah ada janji apa-apa dengan
Muhammad."
Di antara utusan Nabi saw. itu termasuk Sa'ad bin Mu'adz pemimpin Anshar
dari qabilah Auss, yang di zaman Jahiliyah mengikat janji persahabatan
dengan Bani Quraizhah. Dia tampil ke muka dengan lemai lembut memberi ingat
bahwa pengkhianatan mereka dari janji akan membawa akibat yang buruk kepada
mereka sendiri.
Lihatlah Bani Qainuqa' dan Bani
Nadhiir, apa jadinya mereiia sekarang? Namun mereka memandang Sa'ad dengan
muka penuh kebencian. Setelah Sa'ad memberi ingat sekali lagi, agar mereka
berfikir yang tenang, keluarlah satu perkataan sangat hina yang mereka
lontarkan kepada Sa'ad: "Kau memakan alat kelamin ayah kau!"
Dari kejadian itu jelaslah bahwa Ka'ab bertahan selama ini, setia memegang
janji hanya karena takut kalau kemungkiran kepada janji itu akan gagal, lalu
mereka diusir habis: Setelah mendapat penjelasan dari Ubayy bahwa Quraisy
telah datang dan Ghathfaan telah datang, tentara besar beribu-ribu, belum
akan pulang sebelum menghancurlumatkan Muhammad dengan seluruh pengikutnya,
bersedialah mereka mengkhianati janji.
Dan yakinlah kaum Muslimin di
bawah pimpinan Nabi, bahwa kalau makud kaum yang bersekutu ini berhasil,
mereka akan disikat habis, disapu bersih. Artinya menurut aturan perang di
zaman itu ialah sekalian laki-laki termasuk Muhammad dibunuh, perempuan clan
kanak-kanak ditawan. Yang perempuan dijadikan gundik dan anak laki-laki
dijual ke pasar budak .
Memang di permulaan serangan serentak kaum Musyrikin telah mencoba hendak
menembus clan melampaui parit. Mereka hendak menuju rumah-rumah Rasulullah
saw. sendiri. Tetapi tangkisan Muslimin pun sangat teguh dan kuat. Pada
masa itu, sehingga sembahyang pun tidak dapat lagi dilakukan. Sampai
sembahyang 'ashar berjama'ah tidak dapat lagi diatur. Sampai Nabi bersabda:
"Sampai kita tidak sempat sembahyang 'ashar! Biar Allah membakar perut dan
hati mereka dengan api!"
Serangan hebat dan sengit itu ditangkis dengan sengit dan hebat pula oleh
pihak Islam. Maksud mereka hendak menerobos ke rumah Nabi gagal. Tetapi
Sa'ad bin Mu'adz yang gagah berani kena pangkal lengannya oleh panah
musyrikin, sukar mencabutnya clan luka itu amat parah. Sehingga Rasulullah
menyuruh buatkan satu tempat memelihara luka Sa'ad dalam masjid akan beliau
lihat dan diobati menurut selayaknya.
Sesudah digagalkan serangan hebat pertama itu, Musyrikin surut kembali,
tetapi rupanya mereka berfikir panjang terlebih dahulu buat menyusun
serangan besar yang kedua, sebab parit dalam itu sangat
sukar untuk dilalui. Siapa menempuh berarti mati akan dihumban dan dihantam
oleh kaum Muslimin.
Sebagai kita sebutkan di atas tadi, setelah lebih 20 hari mengepung,
serbuan bersosoh hanya sekali terjadi dan yang mereka maksud tak tercapai,
hanya Sa'ad bin Mu'adz yang luka, datanglah "Tentara Allah" angin besar yang
menumbangkan segala khaimah dan memadamkan segala api dan menimbun segala
persediaan itu sehingga mereka pulang dengan hati sakit, sebagaimana
tersebut dalam ayat 25 di atas. Mereka diusir kembali pulang dengan kecewa
dan tidak membawa apa-apa yang baik.
Nabi pun pulanglah kembali bersama shahabat-shahabatnya ke dalam kota,
dengan terlebih dahulu menerangkan perhitungan beliau menurut siasat perang,
bahwa mulai saat itu Quraisy tidak akan bangkit lagi menyerang kaum
Muslimin, melainkan kaum Musliminlah yang mulai saat itu yang akan menyerang
dan menaklukkan mereka. '
Sesampai di rumah isteri beliau Ummu Habibah
dan istirahat, bermandi-mandi, menukar pakaian dengan yang bersih dan hati
gembira bersyukur karena kemenangan, dan orang-orang telah mulai
mengembalikan senjata masing-masing ke tempatnya, tiba-tiba datanglah
Malaikat Jibril menyatakan diri di hadapan beliau lalu berkata: "Apakah
engkau telah mengembalikan senjata ke tempatnya, ya Rasul Allah?"
Nabi menjawab: "Benar!"
Lalu kata Jibril: "Kami malaikat belum meletakkan sen jata. Kami disuruh ke
sana terlebih dahulu sekarang juga untuk menurunkan kegoncangan ke dalam
hati mereka".
"Ke mana?" tanya Nabi saw.
"Ke Bani Quraizhah", jawab Jibril. Lalu dianjurkan Nabi segera berangkat.
Habis sembahyang lohor hari itu juga Nabi
memerintahkan kaum Muslimin segera bersiap, berangkat dengan senjata lengkap
mengepung Bani Quraizhah. Segera sekarang juga!
Penyerbuan ke Bani Quraizhah itu nampaknya dilakukan secara kilat dan
mengejutkaw dengan tiba-tiba. 5ebab itu semua segera mesti sampai di sana,
sebelum 'Ashar. Nabi bersabda: "Sembahyang 'ashar kamu semua nanti di Bani
Quraizhah saja!"
Maka
bersiaplah semua dengan sigap dan bersemangat. Ada yang terus mengikuti
menurut bunyi apa yang diperintahkan Nabi, yaitu sembahyang 'ashar di Bani
Quraizhah saja, ada pula yang berjalannya
itu lebih cepat lagi, sehingga dia dapat membagi waktu sehingga sebelum
waktu 'ashar habis dia dapat sembahyang di tengah jalan dan apabila dia
sampai di Bani Quraizhah ketika matahari mulai terbenam, dia tidak merasa
ketinggalan waktu.
Tetapi yang sembahyang di tengah jalan itu tidaklah mendapat tegoran Nabi
kafena dia tidak menjalankan menurut bunyi perintah dengan tidak berubah
sedikit juga. Dan yang terlambat dalam perjalanan, yang oleh karena teguh
memegang perintah, walaupun 'ashar telah habis di tengah jalan, sehingga
'asharnya disembahyangkannya malam hari di Bani (2uraizhah tidak pula
mendapat tegoran. Artinya bahwa keduanya telah bertindak yang betul. Yang
pertama mengambil maksud yang terkandtmg dalam perintah. Yaitu Nabi
mengatakan tak usah sembahyang di tengah jalan, biar di Bani Quraizhah saja,
ialah dengan maksud agar cepat sampai di sana. Kecepatan sampai itulah yang
mereka penuiii dan mereka pertenggangkan waktu, sehingga mereka sembahyang
di jalan. Dan yang benar-benar sembahyang di Bani Quraizhah, meskipun waktu
'ashar telah habis, tidak pula kena tegoran Nabi, sebab mereka telah
bertindak sesuai dengan bunyi perintah, dengan tidak mengubah atau berfikir
lain sedikit juga.
Dari kejadian seperti ini jelaslah bahwa di zaman Nabi sendiri pun telah
terdapat orang yang kuat teguh memegang bunyi perintah atau nash dengan
tidak memikirkan maksud yang terkandung di dalamnya; inilah yang kemudian
jadi Mazhab. Ahlil-Hadits. Dan yang berusaha menyelidiki lebih dalam apa
maksud yang terkandung dalam perintah, yang disebut hubungan di antara
'illat dengan hukum, lalu mereka pakai ijtihad. Keduanya dibiarkan bertumbuh
oleh Nabi. Yang penting ialah maksud tercapai, mengepung Bani Quraizhah.
Ketika akan berangkat, pimpinan sehari-hari kota Madinah diserahkan kepada
Ibnu Ummi Maktum, shahabat Muhajirin yang matanya buta itu, yang terpancang
kemuliaannya dalam Al-Qur'an di Surat 'Abasa wa tawalla. Bendera Perang
beliau serahkan kepada 'Ali bin Abi Thalib.
Sesampai di Bani Quraizhah dikepunglah kota pertahanan mereka sehingga tidak
bisa keluar. Dari sehari ke sehari dalam kepungan, semangat mereka buat
bertahan kian lemah. Setelah dikepung sampai dua puluh lima hari, mereka
menaikkan bendera putih minta berunding. Permintaan mereka diterima oleh
Rasulullah saw., diterima kedatangan utusan mereka dengan baik dan ditanyai
maksudnya. Utusan itu menjawab bahwa mereka bersedia menyerah tetapi
menurut hukum yang akan ditentukan oleh Sa'ad bin Mu'adz.
Mereka ingat bahwa Sa'ad bin Mu'adz adalah dari kaum Aus yang telah mengikat
persahabatan dengan Bani Quraizhah sejak jaman jahiliyh.
Mereka berharap Sa'ad akan mengeluarkan keputusan yang menguntungkan mereka,
sebagaimana Abdullah bin Ubayy dahulu mengeluarkan pembelaan yang baik bagi
Bani Qainuqa', lalu diterima oleh Nabi.
Tetapi mereka rupanya tidak ingat bahwa mereka telah pernah memaki Sa'ad di
muka umum dengan perkataan yang sangat kotor: "Engkau makan kemaluan
ayahmu!" , Rasulullah saw, menerima baik usul. mereka.
Sa'ad bin Mu'adz segera dijemput ke Madinah, dipangku buat dinaikkan ke atas
kendaraan yang akan membawanya dalam menderita sakit luka parah. Dia pernah
berdoa, bermunajat kepada Tuhan:
"Ya Tuhanku! Kalau masih akan ada lagi peperangan dengan Quraisy ini,
panjangkanlah umurku buat ikut dalam peperangan itu. Tetapi jika peperangan
dengan Quraisy ini akan berhenti di antara kami dengan meieka, maka
porak-porandakanlah dia. Tetapi aku memohon jangan dahulu aku dimatikan
sebelum hatiku puas menghadapi Bani Quraizhah".
Sekarang dia sendiri yang diminta oleh Bani
Quraizhah jadi hakim.
Ketika mendengar permintaan Bani Quraizhah itu ada beberapa orang Bani Aus
membisikkan kepada Sa'ad supaya dia bersikap lunak kepada kaum yang telah
dijadikan teman di zaman jahiliyah itu.
Dengan tegas Sa'ad berkata: "Dalam membela agama Allah saya tidak perduli
kepada siapa".
Kemudian sampailah dia di hadapan khaimah Rasulullah saw. Berkatalah
Rasulullah saw.:
"Berdirilah kamu semua
menghormati pemimpin kalian".
Kata Ibnu Katsiir dalam tafsirnya: “Semua orang pun berdiri menghormati,
yang dimaksud oleh Nabi untuk meneguhkan wibawanya sebagai hakim, sehingga
kalau dia menjatuhkan suatu hukum kelak diterima dengan penuh kepatuhan."
Setelah dia duduk, bersabdalah Rasulullah saw.:
"Sa'ad ! Semua tunduk kepada yang akan engkau putuskan. Sebab itu hukumlah
menurut apa yang engkau sukai." .
Lalu Sa'ad menyambut: "Dan hukumku itu kelak berlaku atas mereka?"
Nabi menjawab: "Ya!"
Kata Sa'ad lagi: "Dan dipatuhi juga oleh orang-orang di khaimah ini?"
Nabi menjawab: "Ya!"
Lalu kata Sa'ad lagi: "Dan akan dipatuhi juga oleh yang di sana?"
Lalu diisyaratkannya dengan telunjuknya ke jurusan Nabi tetapi mukanya
melihat ke tempat lain, sebab sangat besar dan mulia dan agungnya Nabi di
hadapan matanya, maka tidaklah tertantang olehnya wajah Nabi , Nabi
menjawab: "Ya!"
"Baik", kata Sa'ad, "Sekarang saya hukumkan bahwa segala mereka itu yang
menyiapkan peperangan ini dibunuh semuanya. Perempuan-perempuan dan
kanak-kanak yang belum ada bulu di wajahnya dijadikan tawanan dan sekalian
harta-bendanya dirampas!"
Serta merta Nabi menyambut:
"Engkau telah menjatuhkan hukuman sesuai dengan. kehendak Allah di langit
ketujuh tingkat!" Mereka diangkut ke Madinah semuanya dengan tangan diikat.
Di dekat pasar di Madinah Nabi memerintahkan menggali lobang-lobang.
Diiringkan ke lobang itu sekelompok demi sekelompok, disuruh menekur di muka
lobang, dipancung leher dilemparkan ke dalam.
Beberapa sisa yang tinggal masih bertanya sambil berbisik kepada Pemimpinnya
Ka'ab bin Asad: "Akan dipengapakan kita ini?" Lalu kata Ka'ab: "Sampai di
saat seperti ini tidak juga engkau mengerti? Tidakkah kau lihat, dipanggil
satu demi satu lalu digiring dan mana yang telah pergi tidak ada yang
kembali. Apalagi kalau bukan potong leher!"
Pengkhianatan paling besar, yang nyaris meluluh-hancurkan Islam pada
permulaan tumbuhnya dan kekhianatan kepada janji yang telah di ikat. Apalagi
hukuman yang lebih adil dari ini? Mungkin para pengikut tidak bersalah.
Mungkin ini karena nafsu berkuasa dari para pemimpin, terutama ambisi dari
Huyay bin Akhthab. Tetapi beratus kali terjadi dalam sejarah, para pengikut
jadi kurban dari ambisi para pemimpin.
Ketika Huyay bin Akhthab akan disuruh menekur menerima hukumannya dan
tangannya telah diikat ke belakang, masih singgah matanya melihat wajah Nabi
dan menyampaikan katanya yang terakhir: "Demi Allah, tidaklah saya menyesali
diri karena memusuhi engkau ya Muhammad! Soalnya hanya biasa saja, siapa
yang dikalahkan oleh Allah kalahlah dia! Dan aku kalah!"
Kemudian dia menghadapkan mukanya kepada orang banyak dan berkata pula: "Hai
manusia! Tidak ada penyesalan atas taqdir yang telah ditentukan Allah.
Inilah kitab dan taqdir dan perjuangan yang harus dihadapi oleh Bani
Israil!" Kemudian dia pun duduk menunduk menunggu hukuman. Melensinglah
pedang dan bercerailah kepalanya dengan badannya !
Menurut riwayat yang dipancung leher itu adalah di antara 700 dengan 800
orang laki-laki dewasa.
Rasa benci dan dendam itulah yang diteruskan oleh orang Yahudi dari masa ke
masa, dari zaman ke zaman terhadap Islam terutama. Sampai di zaman tafsir
ini dikarang, kebencian itu bertambah menyala, sampai membakar Al-Masjidil
Aqshaa, dan sebelum dan sesudahnya, sudah beratus, beribu-ribu bahkan
berlaksa orang Islam di Palestina yang dipotong leber pula oleh Bani Israil.
Adapun Sayidina Sa'ad bin Mu'adz, dikabulkan Allah permohonannya. Karena
tidak berapa lama kemudian, setelah hukum itu dijalankan oleh Bani Quraizhah
tersebut, beliau pun mencapai syahidnya dari sebab lukanya di Perang Khandaq
tersebut.
Sesudah mengetahui latar belakang yang demikiann, maka sekarang kita
tafsirkan ayat seterusnya :
وَ أَنْزَلَ الَّذينَ ظاهَرُوهُم
Dan Dia menurunkan orang-orang yang
membantu mereka" (Pangkal ayat 26).
Yaitu bahwa Allah jualah yang
menentukan bahwa orang-orang atau kaum yang membantu kaum Quraisy clan
Ghathfaan yang hendak menghancurkan pertahanan Islam itu:
مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ
"Dari ahlul-kitab
itu".
Yaitu Bani Quriazhah
مِنْ صَياصيهِمْ
"dari benteng-benteng
mereka".
Sesudah mereka bertahan selama
25 hari, akhirnya terpaksa mereka turun juga ke bawah.
Kononnya seketika pejuang-pejuang Islam itu telah sampai di tempat itu dan
mulai mengelilinginya bentengnya dan mendekati rumah-rumah mereka, mereka
masih sama bersikap sombong, satnpai ada yang bercarut-carut mencela-cela
Rasulullah dan memaki-maki isteri-isteri beliau dengan mulut kotor. Ketika
Rasulullah saw. mulai datang dan hendak mendekat ke tempat itu, beberap4
orang pejuang Islam lebih dahulu menyongsong Nabi dan memohon kepada beliau
agar jangan mendekat ke tempat itu, karena akan sakit telinga beliau
mendengar maki-makian terhadap diri beliau.
Kata mereka: "Janganlah
mendekat ke tempat itu, ya Rasul Allah!"
"Mengapa tidak boleh? Apakah kalian mendengar ucapan-ucapan mereka yang
menyakiti diriku ?"
Mereka jawab: "Benar, ya Rasul Allah!"
Lalu beliau jawab: "Kalau mereka telah melihat aku datang, mereka tidak akan
berani bersikap begitu!"
Setelah Rasulullah saw. mendekat ke pinggir benteng mereka itu, beliau terus
berkata: "Hai kawanan monyet! Bagaimana sekarang? Sudahkah turun kepada
kalian kutukan Allah dan sudahkah kalian derita bekas murka-Nya?"
Mereka jawab: "Hai Abal Qasim , tuan bukanlah tidak tahu!" Beginilah
perangai mereka. Ketika di balik belakang dia memaki-maki, tetapi setelah
berhadapan dengan orangnya, mereka merendahkan diri tersipu-sipu.
Jika mereka merasa aman, mereka bertingkah,; kalau mereka merasa kuat,
mereka membunuh. Kalau mereka sudah; terdesak, diperingatkannya kepada
lawannya agar berperi-kemanusiaan. Keuntungan hanya buat mereka saja, tidak
memikirkan dari segil orang lain.
Namun mereka belum juga mau mengambil keputusan hendakl tunduk.
Di saat sudah kian lama kian sempit, pemimpin mereka Ka'ab bi Asad mengajak
mereka musyawarat.
Dia berkata: "Sekarang telah kita derita hal semacam ini. Maka aku minta
kamu menempuh salah satu dari tiga jalan, ambil salah satu mana yang baik
pada pertimbangan kalian."
"Apa dia?" tanya mereka.
"Kita tunduk kepada orang ini, kita akui seruannya. Apatah la sudah jelas
nampak tanda-tanda bahwa dia memang Nabi yang diutus Tuhan, sebagaimana yang
terdapat dalam kitab suci kita.
Dengan demikian nyawa dan darah kita selamat, harta benda kita pun selamat
anak-anak dan isteri-isteri semua selamat".
Serentak mereka menjawab: "Selangkah pun kita tidak boleh bertindak keluar
dari Kitab Taurat kita. Kita sekali-kali tidak akan menggantinya dengan
kitab lain.
Lalu Ka'ab mengemukakan jalan yang kedua: "Kalau kalian tidak suka mengakui
Muhammad sebagai Nabi, mari sekarang kita bunuh sekalian anak-anak dan
isteri-isteri kita ini. Setelah mereka mati semua, kita menyerbu ke muka ke
tengah-,tengah Muhammad dan
kawan-kawannya itu, kita berjuang, bertempur mati-matian. Kalau kita binasa
biar hancur kita semua, dan tidak ada lagi keturunan yang akan kita
tinggalkan. Tetapi kalau kita menang, ganti dari anak-anak dan isteri-isteri
itu akan kita dapati kembali.
Serentak pula mereka menjawab: "Mengapa anak isteri kita mesti kita bunuh
dengan tangan kita sendiri? Kasihan mereka! Apa arti hidup lagi kalau tidak
bersama mereka. Kami tidak mau itu."
Ka'ab bin Asad berkata lagi: "Kalau yang begitu kalian tidak mau, maka
ingatlah, malam ini adalah malam Sabtu. Malam istirahat kita.
Tentu Muhammad mengetahui bahwa malam ini kita tidak akan berbuat apa-apa,
sebab itu dia pun tidak akan mengganggu kita. Waktu inilah yang
sebaik-baiknya, sedang dia tidak menyangka sama sekali, kita serbu dia. Kita
sapu bersih semua!"
Serentak pula mereka menjawab: "Itu lebih tidak bisa! Kita tidak boleh
merusakkan malam Sabtu kita. Itu adalah hal yang tidak pernah dikerjakan
oleh nenek-moyang kita sejak zaman dahulu. Kami tidak mau!"
Lalu dengan mengeluh Ka'ab berkata:."Itulah malang kalian! Sejak mulai lahir
ke dunia tidak pernah kalian seorang jua pun yang mempunyai kebulatan
fikiran menghadapi soal besar!"
Maka gagallah usaha pemimpin yang berpandangan jauh itu, yang sejak semula
telah dikalahkan oleh semangat dangkal yang muda muda.
Harapan mereka yang tinggal hanya satu saja. Yaitu damai! Perdamaian yang
telah dilalui oleh Bani Qainuqa' dan Bani Nadhiir. Tidak mereka ingat bahwa
di antara ketiga golongan mereka, mereka sendirilah dari Bani Quraizhah yang
paling besar kesalahannya. Sedang kaum Muslimin terus mengetatkan kepungan
dan tidak akan menghentikan kepungan itu sebelum mereka menyerah tanpa
syarat.
Dalam mereka terkepung itu, masih dapat mereka berusaha dengan segala
kecerdikan mendekati salah seorang pengepung, yaitu Abu Lubabah bin
Abdulmunzir, meminta pendapatnya mana yang baik menyerah tanpa syarat atau
bertahan terus? Abu Lubabah Memberi nasehat, lebih baik menyerah tidak
bersyarat.
"Kalau kami bertahan juga bagaimana?" tanya mereka.
Abu Lubabah tidak menjawab dengan mulut, melainkan digesekkannya tepi
tangannya ke lehernya, yang berarti kalian akan disembelih. Mereka mulailah
takut dan ngeri mendengarkan. Inilah yang dimaksudkan dengan sambungan ayat:
"Dan dibenamkan ke dalam hati mereka rasa takut".
Tetapi Abu Lubabah menyesal atas perbuatannya
memberi jawaban pertanyaan yang dia tidak berhak menjawabnya itu. Itu adalah
hak Rasulullah semata-mata. Dia sangat menyesal atas kelancangannya itu,
sehingga segera dia meninggalkan tempat lari kembali ke Madinah; masuk ke
dalam masjid melakukan i'tikaf dengan mengikatkan dirinya ke tonggak, dan
bertekad tidak akan membuka ikatan itu sebelum Allah memberinya taubat. Dan
taubatnya itu diterima oleh Allah, sebagaimana tersebut di dalam ayat:
"Dan yang lain-lain, yang mereka mengakui berdosa, mereka campur aduk
amalan yang shalih dengan yang lain amal yang salah. Moga-moga Allah memberi
taubat atas mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(Surat ke-9, AtTaubah, 102).
Setelah 25 hari mereka dikepung datanglah perintah Rasul memberi kesempatan
kepada orang-orang yang cukup bukti bahwa mereka tidak turut bersekongkol
dengan maksud pengkhianatan itu, bahwa rnereka boleh meninggalkan benteng
itu dengan selamat.
Mereka boleh pergi ke mana mereka suka. Yang lain terkurung di dalam
dipenuhi rasa ketakutan.Akhirnya setelah genap 25 hari belum juga menyerah, kaum Muslimin memutuskan
menyerbu ke dalam bentenf itu. 'Ali bin Abi Thalib pemangku bendera atau
Petaka perang berseru: "Seluruh brigade Iman, marilah maju. Saya sendiri
ingin hendak merasakan apa yang pernah dirasakan oleh pamanku Hamzah bin
Abdul Muththalib, mati hancur badan saya, atau saya kuasai benteng ini
seluruhnya. Maju! Maka berlompatanlah brigade Iman itu, di dalamnya termasuk
pahlawan besar Zubair bin Al-'Awwam!
Tetapi Bani Quraizhah yang telah ketakutan itu minta tangguh, lalu berseru:
"Ya Muhammad! Kami tunduk kepada keputusan Sa'ad Bin Muadz , apa yang dia
putuskan kami terima ".
Ketundukan yang telah mereka nyatakan itu, menyebabkan serbuan besar-besaran
tidak jadi. Sa'ad bin Mu'adz lekas dijemput, sebagaimana yang teiah
diterangkan di atas. Maka tersebutlah di ujung ayat:
الرُّعْبَ فَريقاً
تَقْتُلُونَ
"Sebahagian kamu bunuh mereka",
yaitu sekalian orang dewasa yang telah mengatur pengkhianatan ini dan jelas
bertahan sekeiika benteng mereka dikepung;
وَ تَأْسِرُونَ فَريقا
"Dan kamu tawan yang sebahagian lagi. " (Ujung ayat 26).
Yang ditawan ialah perempuan-perempuan dan kanak-kanak yang belum tumbuh
bulu di mukanya. Yang mas'ih terhitung kanak-kanak.
وَ أَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَ دِيارَهُمْ وَ
أَمْوالَهُمْ وَ أَرْضاً لَمْ تَطَؤُوها
"Dan telah kami wariskan kepada kamu tanah mereka.
dan hartabenda mereka dan tanah yang belum
kamu injak. " (Pangkal ayat 27).
Segala ladang, segala kebun
kurma, segala bekas tempat tinggal mereka; "dan harta benda mereka",
kekayaan banyak yang telah mereka kumpulkan berpuluh tahun, semuanya menjadi
harta kekayaan kaum Muslimin; "Dan tanah yang belum kamu injak". Menurut
riwayat yang disampaikan oleh Imam Malik dari Zaid bin Aslam, tanah yang
kami injak itu ialah Khaibar. Tetapi ada lagi riwayat ialah Mekkah.
Ada pula riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud ialah Parsi dan Rum. Ibnu
Jurair mengatakan mungkin semuanyalah yang dimaksud.
Tetapi kita lebih berat kepada Khaibar. Sebab Khaibar adalah pertahanan
terakhir dari Yahudi di tanah Arab di waktu itu. Setelah ketiga qabilah Bani
Qainuqa', Bani Nadhiir dan Quraizhah mendapat hukuman demikian, yang tinggal
banyak, yang berlepas diri ke Khaibar. Khaibar itulah yang pada bulan
Muharram tahun ketujuh ditaklukkan di bawah pimpinan Nabi saw. sendiri. Di
sanalah orang Yahudi yang telah kalah itu masih saja mencoba meracun Nabi.
Perdamaian Hudaibiyah terjadi di akhir tahun keenam, menaklukkan Khaibar
terjadi di permulaan tahun ketujuh dan penaklukan Mekkah terjadi tahun
kedelapan.
Kita tidak condong kepada tafsiran yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan tanah yang belum kamu injak itu ialah Mekkah. Sebab Mekkah sudah
diinjak oleh kaum Muhajirin sebelum mereka hijrah ke Madinah dan telah
diinjak oleh Muhajirin dan Anshar pada waktu 'Umratul Qadhaa'. Maka yang
lebih cocok ialah Khaibar, sebab disana benteng Yahudi terakhir.
وَ كانَ اللهُ عَلى
كُلِّ شَيْءٍ قَديراً
"Dan adalah Allah itu terhadap segala sesuatu Maha Kuasa". (Ujung
ayar 27).
Jelas sekali
bagaimana percobaan Al-Ahzaab atau golongan bersekutu itu, yang bermaksud
hendak menghancur dan menghapuskan Islam dengan tentara besar, lebih 10.000
orang, dengan Qudrat Iradat Allah Yang Maha Kuasa, menjadi penmulaan dari
keruntuhan mereka itu sendiri. Sehingga sejak rencana mereka digagalkan
Tuhan dengan serangan angin besar di malam hari itu, mulailah kekuatan
Quraisy menurun dan -habis kekuatan Yahudi dan patah sayap-sayap dari kaum
munafiqin yang jadi kaki tangan selama ini.
Selesai Juzu ke-21, Alhamdulillah
01
02
03
04
05
06
Back to main page .......
>>>>> |