Tafsir Al Ahzaab ayat 6-8
   بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحيمِ

 النَّبِيُّ أَوْلى‏ بِالْمُؤْمِنينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَ أَزْواجُهُ أُمَّهاتُهُمْ وَ أُولُوا الْأَرْحامِ بَعْضُهُمْ أَوْلى‏ بِبَعْضٍ في‏ كِتابِ اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنينَ وَ الْمُهاجِرينَ إِلاَّ أَنْ تَفْعَلُوا إِلى‏ أَوْلِيائِكُمْ مَعْرُوفاً كانَ ذلِكَ فِي الْكِتابِ مَسْطُوراً

Nabi itu adalah lebih utama bagi orang yang beriman dari diri mereka sendiri, dan isteri-isteri beliau adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah yang setengah dengan yang setengah lebih utama di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mu'min dan orang-orang yang berhijrah, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudara kamu Adalah yang demikian itu, di dalam Kitab Allah, telah tertulis. ( ayat : 6 )


. وَ إِذْ أَخَذْنا مِنَ النَّبِيِّينَ ميثاقَهُمْ وَ مِنْكَ وَ مِنْ نُوحٍ وَ إِبْراهيمَ وَ مُوسى‏ وَ عيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَ أَخَذْنا مِنْهُمْ ميثاقاً غَليظاً

Dan (ingatlah) seketika Kami telah mengambil perjanjian dari Nabi-Nabi dan dari engkau dan dari Nuh dan Ibrahim dan Musa dan 'Isa anak Maryam. Dan telah Kami ambil dari mereka perjan­jian yang berat.


 لِيَسْئَلَ الصَّادِقينَ عَنْ صِدْقِهِمْ وَ أَعَدَّ لِلْكافِرينَ عَذاباً أَليماً

Agar Dia menanyakan kepada'orang-orang yang jujur akan kejujuran mereka, dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak mau percaya siksaan yang pedih.  ayat : 8. )


Di dalam ayat tiga berturut-turut ini, ayat 6 dan 7 dan 8 kita mendapat betapa erat hubungan seorang ummat dengan Rasul-Nya, dan bagaimana pula hubungan erat janji setia seorang Rasul dengan Tuhan yang .mengutusnya.

النَّبِيُّ أَوْلى‏ بِالْمُؤْمِنينَ مِنْ أَنْفُسِهِم
"Nabi itu lebih utama bagi orang yang beriman daripada diri mereka sendiri".(Pangkal ayat 6).

Inilah pokok hidup orang Islam! Yaitu mencintai Nabi saw. lebih daripada mencintai diri sendiri. Sabda Rasulullah saw. di dalam hadits yang sahih begini bunyinya:

"Demi yang diriku ada dalam tangan-Nya, tidaklah beriman seseorang kamu sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri dan hartanya, dan anaknya dan manusia sekaliannya".
(Dirawi­kan oleh Bukhari).

Dan sebuah hadits lagi, berkenaan dengan ayat ini:
Dari Jabir (moga-moga ridha Allah atas dirinya), Nabi bersabda:

 "Aku adalah lebih utama bagi tiap-tiap orang yang beriman dari­pada dirinya sendiri. Kalau ada yang meninggal dan dia mening­galkan hutang, akulah yang akan membayarnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta bendanya itu adalah untuk warisnya. "

(Dirawikan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud).

Tersebutlah dalam sebuah hadits yang sahih pula bahwa 'Umar bin Khaththaab pernah berkata: "Ya Rasul Allah! Sesungguhnya engkau adalah lebih aku cintai dari pada apa pun jua, kecuali dari dirimu sendiri".

Maka bersabdalah Rasulullah saw,: "Tidak ya 'Umar ! Melainkan bahwa aku lebih engkau cintai, walaupun dari dirimu sendiri."
Maka menyambutlah 'Umar: "Ya Rasul Allah! Sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari tiap-tiap apa pun, walaupun dari diriku sendiri".
Sekarang Nabi menyambut: "Sekarang baru ya 'Umar!" Artinya sekarang, setelah engkau merasakan bahwa Nabimu lebih engkau cintai, walaupun daripada dirimu sendiri, barulah berarti dan barulah diterima Tuhan imanmu itu.

Tentu saja kecintaan kepada Nabi ini tersebab mengakui bahwa dia adalah Rasul Allah, untuk menyampaikan wahyu Ilahiy kepada makhluk. Lalu orang yang beriman menyatakan bahwa apa yang beliau katakan itu adalah benar, lalu dilaksanakannya apa yang beliau perintahkan, sebab itu adalah perintah dari Allah. Dan dia hentikan segala yang beliau larang, sebab larangan itu pastilah datang dari Allah.

Semata-mata cinta saja dengan tidak memenuhi syarat cinta, mengerjakan suruh menghentikan tegah, tidaklah ada artinya. Tidak ada orang di dunia ini yang lebih cinta kepada Nabi Muhammad saw. daripada pamannya yang membesarkannya dari keciI, yaitu Abu Thalib. Dipertahankannya kemenakannya itu dari segala caci makian musuhnya.

Dia turut ke dalam tawanan bersama kemenakannya seketika Bani Hasyim dan Bani 'Abdil Muthathlib diboikot oleh Quraisy dua tahun lamanya. Tetapi sayang sekali ketika diajak masuk Islam dengan mengucapkan pengakuan "Tidak ada Tuhan melainkanAllah, dan Muhammad adalah Rasulullah", beliau enggan, maka matilah beliau sebelum menyatakan diri jadi Islam.

Begitu jugalah cara-cara menyatakan cinta yang lain kepada Nabi. Membaca shalawat yang berbagai ragam nama shalawat itu, sehingga ada dikarang kitab khusus yang isinya semata-mata berisi shalawat Nabi, tidaklah berarti semuanya itu kalau mencintai Nabi tidak diikuti dengan melaksanakan sunnahnya, melaksanakan perintahnya dan menghentikan larangannya.

   وَ أَزْواجُهُ أُمَّهاتُهُمْ
"Dan isteri-isteri beliau adalah ibu-ibu kamu".

Yaitu untuk dihormati dan dimuliakan, sehingga sesudah Rasulullah wafat, tidaklah boleh ibu-ibu orang yang beriman itu dinikahi oleh ummat Nabi Muhammad.
Isteri-isteri Nabi itu diberi sebutan atau gelar "Ummul Mu'minin", ibu dari orang-orang beriman.

Sama pendapat ahli-ahli fiqhi bahwa anak-anak perempuan dari isteri-isteri Nabi itu atau saudara-saudara perempuannya, tidaklah turut. Semata-mata untuk menghormati saja, menurut suatu riwayat, Imam Syafi'i menyebutkan anak-anak perempuan mereka 'Akhawatu'l mu'minin"; saudara-saudara perempuan dari orang-orang yang ber­iman.
Lantaran itu niscaya Rasulullah sendiri pun dianggap sebagai Bapak, meskipun tidak dipanggilkan beliau "Bapak!"

Tersebut dalam sebuah hadits:

"Aku ini bagi kamu adalah laksana seorang ayah yang mengajarkan kamu; maka jika ada seorang di antara kamu pergi ke kakus, janganlah menghadap ke qiblat dan jangan membelakanginya dan jangan mencuci dengan tangan kanan. "
(Dirawikan oleh Abu Dawud dari hadits AN Hurairah).


ْ وَ أُولُوا الْأَرْحامِ بَعْضُهُمْ أَوْلى‏ بِبَعْضٍ في‏ كِتابِ اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنينَ وَ الْمُهاجِرينَ إِلاَّ أَنْ تَفْعَلُوا إِلى‏ أَوْلِيائِكُمْ مَعْرُوفاً
"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah yang setengah dengan yang setengah lebih utama di dalam kitab Allah,dari pada orang-orang mu'min dan orang-orang yang berhijrah, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik dengan saudara-saudara kamu".

Maksud bahagian ayat ini ialah mendudukkan soal harta-benda menurut hukum hak-milik yang asal dalam kitab Allah. Yaitu bahwa di antara anak dengan bapak, bapak dengan anak atau saudara yang bertali darah, menurut hukum asal di dalam Kitab Allah merekalah yang pusaka-mempusakai.

Tetapi seketika kaum Muslimin Mekkah jadi Muhajirin ke Madinah dan mereka diterima oleh saudara mereka seiman yang bernama Anshar di Madinah, sangatlah akrab hubungan mereka, bahkan sampai mereka itu dipersaudarakan oleh Nabi saw. sehingga sebagai saudara kandung layaknya. Misalnya Zubair bin 'Awwam (Ridha Allah atas beliau) sebagai seorang terkemuka Muhajirin, sampai di Madinah telah dipersaudarakan oleh Nabi saw. dengan Ka'ab bin Malik.

Kedatangan Zubair waktu itu adalah dalam keadaan sangat melarat, tidak ada harta benda sama sekali. Dia disambut sebagai menyambut saudara kandung sendiri oleh Ka'ab. Di waktu Ka'ab jatuh sakit keras nyaris mati, Ka'ab mewasiatkan seluruh hartanya yang tinggal untuk Zubair.

Demikianlah akrabnya Muhajirin dan Anshar itu, sehingga waris mewarisi. Dan hal itu pun dapat dimaklumi karena masing-masing telah putus hubungan dengan kerabat sedarah. Ada Muhajirin yang putus dengan ayah, atau putus dengan anak, atau putus sekali keduanya.

Seumpama Abu bakar sendiri. Dia hijrah, sedang ayahnya sendiri dan puteranya Abdurrahman masih tinggal dalam keadaan musyrik di Mekkah. Yang lain pun begitu pula. Maka dalam ayat ini diperingatkan bahwa hukum yang asal dalam Kitab Allafi ialah pertalian yang erat yang sedarah, sehingga peraturan tirkah harta waris (faraidh) diatur dalam Surat An-Nisaa'. Adapun kasih sayang karena iman dan hijrah tetap berlaku sebelum saudara-saudara atau anak dan bapak itu turut pula memeluk Agama Islam. Itulah yang dimaksud dengan bunyi ayat:

  إِلاَّ أَنْ تَفْعَلُوا إِلى‏ أَوْلِيائِكُمْ مَعْرُوفاً كانَ ذلِكَ فِي الْكِتابِ مَسْطُور
"Kecuali kalau kamu hendak berbuat baik dengan saudara-saudara kamu , Adalah yang demikian itu, di dalam kitab Allah, telah tertulis." (Ujung ayat 6).

Dengan keterangan di ujung ayat ditetapkanlah hukum yang asli dan diakui pula hukum sementara ketika ada perubahan yang tidak disangka-sangka pada mulanya. Lantaran itu maka ayat ini memberikita perbandingan dalam meletakkan hukum, bahwasanya di masa yang sangat darurat, sehingga hukum yang asli tidak dapat berjalan, orang boleh melalui cara yang lain, asal dapat dipertanggungjawabkan menurut suara iman.

وَ إِذْ أَخَذْنا مِنَ النَّبِيِّينَ ميثاقَهُمْ وَ مِنْكَ وَ مِنْ نُوحٍ وَ إِبْراهيمَ وَ مُوسى‏ وَ عيسَى ابْنِ مَرْيَمَ

"Dan (ingatlah) seketika Kami telah mengambil perjanjian dari Nabi-nabi dan dari engkau dan dari Nuh dan Ibrahim dan Musa dan Isa anak Maryam". (Pangkal ayat 7).

Dalam ayat ini Tuhan menyatakan bahwa sebelum seorang Nabi akan memikul tugasnya terlebih dahulu mereka membuat perjanjian dengan Tuhan, bahwa mereka akan menyampaikan kepada ummat masing-masing apa yang telah mereka terima dari Allah, tidak boleh ada yang disembunyikan, dan mesti tahan menderita, mesti sabar dan teguh hati. Terutama ialah lima orang Nabi, atau Rasul. Yaitu Nabi Muhammad saw. sendiri yang dalam ayat ini disebut 

"dan dari engkau".

Sebelum itu ialah dengan Nabi Nuh, Nabi.yang dahulu sekali menerima syari'at di antara Nabi-nabi. Sesudah itu ialah Nabi Ibrahim, kemudian itu Nabi Musa dan Nabi 'Isa anak Maryam. Kelima Nabi ini disebut "Ulul 'Azmi minar rusuli", yang dianggap sebagai mempunyai tugas lebih berat di antara Nabi-nabi.
Di dalam Surat ke-42, Asy-Syuura ayat 13 dijelaskan pula maksud ayat seperti ini. Yaitu:

"Telah Dia syari'atkan kepada kamu dari hal agama, apa yang lelah diperintahkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyu­kan kepada engkau dan apa yang telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Musa dan 'Isa, agar supaya mereka mendirikan agama dan jangan berpecah-pecah padanya".

    وَ أَخَذْنا مِنْهُمْ ميثاقاً غَليظاً
"Dan telah Kami ambil dari mereka perjanjian yang berat". (Ujung ayat 7 ).

Ujung ayat ini menjelaskan lagi keterangan di pangkal ayat tentang perjanjian itu. Bahwa perjanjian yang diambil itu bukanlah ringan, melainkan amat berat. Dengan demikian agar kita dapat mengambil i'tibar dan pengajaran bahwasanya pekerjaan segala nabi-nabi itu bukanlah pekerjaan yang ringan. Menyampaikan da'wah bukanlah pekerjaan yang dapat disambilkan.

Bahkan dapat kita lihat pada pengalaman Nabi Yunus; yang merasa kecil hati menghadapi kekerasan kepala kaumnya lalu merajuk dan meninggalkan tugas, menimpalah kepadanya percobaan yang berat, yaitu dilemparkan ke laut untuk meringankan isi kapal yang dia tumpang, lalu ditelan ikan.

Nabi Musa sendiri seketika mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar dan pandai di zamannya; dia disuruh pergi belajar kepada Nabi Khidhir. Nabi Zakariya seketika kepalanya mulai digergaji oleh kaum yang zhalim dia hendak memekik merintih kesakitan, telah ditegor oleh malaikat Jibril, agar penderitaan itu ditanggungkannya dengan tidak mengeluh dan merintih.

  لِيَسْئَلَ الصَّادِقينَ عَنْ صِدْقِهِمْ

"Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur akan kejujuran mereka". (Pangkal ayat 8).

Artinya ialah bahwa kelak Allah akan bertanya kepada orang-orang jujur, yang mau menjawab dengan betul, adakah Nabi-Nabi menyampaikan risalah masing-masing dengan jujur ? Ummat tiap-tiap Nabi itu akan ditanyai, adakah nabi-nabi itu melakukan tugas mereka dengan baik ? Adakah risalah yang tidak mereka sampaikan ?

Semuanya tentu akan menjawab dengan sejujur­nya pula, bahwa kewajiban itu telah beliau-beliau lakukan dengan sebaik-baiknya, tidak ada yang ketinggalan Iagi. Itu sebabnya bahwa setengah daripada isi seruan yang warid, bila kita ziarah kepada maqam Rasulullah saw. di Madinah, di antara yang kita ucapkan di hadapan maqam (kubur) beliau ialah:

"Sesungguhnya engkau telah menyampaikan risalah dan telah engkau tunaikan amanat".

Sesudah orang-orang yang jujur itu menjawab dengan sejujurnya pula bahwa Nabi-nabi itu telah melancarkan tugas mereka dengan sempurna, barulah Allah akan mengambil tindakan:

  وَ أَعَدَّ لِلْكافِرينَ عَذاباً أَليماً
"Dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak mau percaya siksaan yang pedih". (Ujung ayat 8 ).

Dengan menanyakan terlebih dahulu kcpada orang-orang yang jujur adakah Nabi-nabi menunaikan risalah mereka dengan baik, ialah agar Allah tidak menjatuhkan azab siksaan secara aniaya. Orang yang benar-benar bersalahlah yang akan dihukum. Berdasar kepada penegasan Tuhan pada ayat yang lain:

"Dan tidaklah ada kami akan menjatuhkan azab, sehingga kami utus seorang Rasul." ( Al-Israa' ayat 15).

Maka apabila Tuhan menjatuhkan hukuman adalah semata-mata dengan adil dan orang yang dijatuhi azab pun tidak akan mengatakan bahwa dia teraniaya. Dia pun akan mengakui bahwa azab yang diterimanya itu adalah patut.

Semuanya ini pun jadi ibarat perbandingan bagi golongan yang disebut Ulama, yang dikatakan oleh Rasul bahwa Ulama adalah penerima waris Nabi-nabi. Sedangkan Nabi-nabi yang mereka warisi lagi memikul tugas dan mengikat janji berat dengan, betapa lagi bagi orang yang diwajibkan mewarisinya.

 


                                              01    03   04   05    06                    Back To Main Page          >>>