النَّبِيُّ أَوْلى بِالْمُؤْمِنينَ مِنْ
أَنْفُسِهِمْ وَ أَزْواجُهُ أُمَّهاتُهُمْ وَ أُولُوا الْأَرْحامِ بَعْضُهُمْ
أَوْلى بِبَعْضٍ في كِتابِ اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنينَ وَ الْمُهاجِرينَ إِلاَّ
أَنْ تَفْعَلُوا إِلى أَوْلِيائِكُمْ مَعْرُوفاً كانَ ذلِكَ فِي الْكِتابِ
مَسْطُوراً
Nabi itu adalah lebih utama bagi orang yang
beriman dari diri mereka sendiri, dan isteri-isteri beliau adalah ibu-ibu
mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah yang setengah dengan
yang setengah lebih utama di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mu'min
dan orang-orang yang berhijrah, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik
kepada saudara-saudara kamu Adalah yang demikian itu, di dalam Kitab Allah,
telah tertulis.
(
ayat : 6 )
. وَ إِذْ أَخَذْنا مِنَ النَّبِيِّينَ ميثاقَهُمْ
وَ مِنْكَ وَ مِنْ نُوحٍ وَ إِبْراهيمَ وَ مُوسى وَ عيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَ
أَخَذْنا مِنْهُمْ ميثاقاً غَليظاً
Dan (ingatlah) seketika Kami telah mengambil perjanjian
dari Nabi-Nabi dan dari engkau dan dari Nuh dan Ibrahim dan Musa dan 'Isa
anak Maryam. Dan telah Kami ambil dari mereka perjanjian yang berat.
لِيَسْئَلَ الصَّادِقينَ عَنْ صِدْقِهِمْ
وَ أَعَدَّ لِلْكافِرينَ عَذاباً أَليماً
Agar Dia menanyakan kepada'orang-orang yang jujur akan
kejujuran mereka, dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak mau
percaya siksaan yang pedih. (
ayat : 8. )
Di dalam ayat tiga berturut-turut ini,
ayat 6 dan 7 dan 8 kita mendapat betapa erat hubungan seorang ummat dengan
Rasul-Nya, dan bagaimana pula hubungan erat janji setia seorang Rasul dengan
Tuhan yang .mengutusnya.
النَّبِيُّ أَوْلى بِالْمُؤْمِنينَ مِنْ
أَنْفُسِهِم
"Nabi itu lebih utama bagi orang yang beriman daripada diri mereka sendiri".(Pangkal
ayat 6).
Inilah pokok hidup orang Islam! Yaitu mencintai Nabi saw. lebih daripada
mencintai diri sendiri. Sabda Rasulullah saw. di dalam hadits yang sahih
begini bunyinya:
"Demi yang diriku ada dalam tangan-Nya, tidaklah beriman seseorang kamu
sebelum aku lebih dicintainya daripada dirinya sendiri dan hartanya, dan
anaknya dan manusia sekaliannya".
(Dirawikan oleh Bukhari).
Dan sebuah hadits lagi, berkenaan dengan ayat ini:
Dari Jabir (moga-moga ridha Allah atas dirinya), Nabi bersabda:
"Aku
adalah lebih utama bagi tiap-tiap orang yang beriman daripada dirinya
sendiri. Kalau ada yang meninggal dan dia meninggalkan hutang, akulah yang
akan membayarnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta
bendanya itu adalah untuk warisnya. "
(Dirawikan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Tersebutlah dalam sebuah hadits yang sahih pula bahwa 'Umar bin Khaththaab
pernah berkata: "Ya Rasul Allah! Sesungguhnya engkau adalah lebih aku cintai
dari pada apa pun jua, kecuali dari dirimu sendiri".
Maka bersabdalah Rasulullah saw,: "Tidak ya 'Umar ! Melainkan bahwa aku
lebih engkau cintai, walaupun dari dirimu sendiri."
Maka menyambutlah 'Umar: "Ya Rasul Allah! Sesungguhnya engkau lebih aku
cintai dari tiap-tiap apa pun, walaupun dari diriku sendiri".
Sekarang Nabi menyambut: "Sekarang baru ya 'Umar!" Artinya sekarang, setelah
engkau merasakan bahwa Nabimu lebih engkau cintai, walaupun daripada dirimu
sendiri, barulah berarti dan barulah diterima Tuhan imanmu itu.
Tentu saja kecintaan kepada Nabi ini tersebab mengakui bahwa dia adalah
Rasul Allah, untuk menyampaikan wahyu Ilahiy kepada makhluk. Lalu orang
yang beriman menyatakan bahwa apa yang beliau katakan itu adalah benar, lalu
dilaksanakannya apa yang beliau perintahkan, sebab itu adalah perintah dari
Allah. Dan dia hentikan segala yang beliau larang, sebab larangan itu
pastilah datang dari Allah.
Semata-mata cinta saja dengan tidak memenuhi syarat cinta, mengerjakan suruh
menghentikan tegah, tidaklah ada artinya. Tidak ada orang di dunia ini yang
lebih cinta kepada Nabi Muhammad saw. daripada pamannya yang membesarkannya
dari keciI, yaitu Abu Thalib. Dipertahankannya kemenakannya itu dari segala
caci makian musuhnya.
Dia turut ke dalam tawanan bersama kemenakannya
seketika Bani Hasyim dan Bani 'Abdil Muthathlib diboikot oleh Quraisy dua
tahun lamanya. Tetapi sayang sekali ketika diajak masuk Islam dengan
mengucapkan pengakuan "Tidak ada Tuhan melainkanAllah, dan Muhammad adalah Rasulullah",
beliau enggan, maka matilah beliau sebelum menyatakan diri jadi Islam.
Begitu jugalah cara-cara menyatakan cinta yang lain kepada Nabi. Membaca
shalawat yang berbagai ragam nama shalawat itu, sehingga ada dikarang kitab
khusus yang isinya semata-mata berisi shalawat Nabi, tidaklah berarti
semuanya itu kalau mencintai Nabi tidak diikuti dengan melaksanakan
sunnahnya, melaksanakan perintahnya dan menghentikan larangannya.
وَ أَزْواجُهُ أُمَّهاتُهُمْ
"Dan isteri-isteri beliau adalah ibu-ibu
kamu".
Yaitu untuk dihormati dan dimuliakan, sehingga sesudah Rasulullah wafat,
tidaklah boleh ibu-ibu orang yang beriman itu dinikahi oleh ummat Nabi
Muhammad.
Isteri-isteri Nabi itu diberi sebutan atau gelar "Ummul Mu'minin", ibu dari
orang-orang beriman.
Sama pendapat ahli-ahli fiqhi bahwa anak-anak perempuan dari isteri-isteri
Nabi itu atau saudara-saudara perempuannya, tidaklah turut. Semata-mata
untuk menghormati saja, menurut suatu riwayat, Imam Syafi'i menyebutkan
anak-anak perempuan mereka 'Akhawatu'l mu'minin"; saudara-saudara perempuan
dari orang-orang yang beriman.
Lantaran itu niscaya Rasulullah sendiri pun dianggap sebagai Bapak, meskipun
tidak dipanggilkan beliau "Bapak!"
Tersebut dalam sebuah hadits:
"Aku ini bagi kamu adalah laksana seorang ayah yang
mengajarkan kamu; maka jika ada seorang di antara kamu pergi ke kakus,
janganlah menghadap ke qiblat dan jangan membelakanginya dan jangan mencuci
dengan tangan kanan. "
(Dirawikan oleh Abu Dawud dari hadits AN Hurairah).
ْ وَ أُولُوا الْأَرْحامِ بَعْضُهُمْ
أَوْلى بِبَعْضٍ في كِتابِ اللهِ مِنَ الْمُؤْمِنينَ وَ الْمُهاجِرينَ إِلاَّ
أَنْ تَفْعَلُوا إِلى أَوْلِيائِكُمْ مَعْرُوفاً
"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah yang setengah dengan yang
setengah lebih utama di dalam kitab Allah,dari pada orang-orang mu'min dan
orang-orang yang berhijrah, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik dengan
saudara-saudara kamu".
Maksud bahagian ayat ini ialah mendudukkan soal harta-benda menurut
hukum hak-milik yang asal dalam kitab Allah. Yaitu bahwa di antara anak
dengan bapak, bapak dengan anak atau saudara yang bertali darah, menurut
hukum asal di dalam Kitab Allah merekalah yang pusaka-mempusakai.
Tetapi seketika kaum Muslimin Mekkah jadi Muhajirin ke Madinah dan mereka
diterima oleh saudara mereka seiman yang bernama Anshar di Madinah,
sangatlah akrab hubungan mereka, bahkan sampai mereka itu dipersaudarakan
oleh Nabi saw. sehingga sebagai saudara kandung layaknya. Misalnya Zubair
bin 'Awwam (Ridha Allah atas beliau) sebagai seorang terkemuka Muhajirin,
sampai di Madinah telah dipersaudarakan oleh Nabi saw. dengan Ka'ab bin
Malik.
Kedatangan Zubair waktu itu adalah dalam keadaan sangat melarat, tidak ada
harta benda sama sekali. Dia disambut sebagai menyambut saudara kandung
sendiri oleh Ka'ab. Di waktu Ka'ab jatuh sakit keras nyaris mati, Ka'ab
mewasiatkan seluruh hartanya yang tinggal untuk Zubair.
Demikianlah akrabnya Muhajirin dan Anshar itu, sehingga waris mewarisi. Dan
hal itu pun dapat dimaklumi karena masing-masing telah putus hubungan dengan
kerabat sedarah. Ada Muhajirin yang putus dengan ayah, atau putus dengan
anak, atau putus sekali keduanya.
Seumpama Abu bakar sendiri. Dia hijrah, sedang ayahnya sendiri dan puteranya
Abdurrahman masih tinggal dalam keadaan musyrik di Mekkah. Yang lain pun
begitu pula. Maka dalam ayat ini diperingatkan bahwa hukum yang asal dalam
Kitab Allafi ialah pertalian yang erat yang sedarah, sehingga peraturan
tirkah harta waris (faraidh) diatur dalam Surat An-Nisaa'. Adapun kasih
sayang karena iman dan hijrah tetap berlaku sebelum saudara-saudara atau
anak dan bapak itu turut pula memeluk Agama Islam. Itulah yang dimaksud
dengan bunyi ayat:
إِلاَّ أَنْ تَفْعَلُوا إِلى
أَوْلِيائِكُمْ مَعْرُوفاً كانَ ذلِكَ فِي الْكِتابِ مَسْطُور
"Kecuali kalau kamu hendak berbuat baik dengan saudara-saudara kamu
, Adalah
yang demikian itu, di dalam kitab Allah, telah tertulis." (Ujung ayat 6).
Dengan keterangan di ujung ayat ditetapkanlah hukum yang asli dan diakui
pula hukum sementara ketika ada perubahan yang tidak disangka-sangka pada
mulanya. Lantaran itu maka ayat ini memberikita perbandingan dalam
meletakkan hukum, bahwasanya di masa yang sangat darurat, sehingga hukum
yang asli tidak dapat berjalan, orang boleh melalui cara yang lain, asal
dapat dipertanggungjawabkan menurut suara iman.
وَ إِذْ أَخَذْنا مِنَ النَّبِيِّينَ
ميثاقَهُمْ وَ مِنْكَ وَ مِنْ نُوحٍ وَ إِبْراهيمَ وَ مُوسى وَ عيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ
"Dan (ingatlah) seketika Kami telah mengambil perjanjian dari Nabi-nabi
dan dari engkau dan dari Nuh dan Ibrahim dan Musa dan Isa anak Maryam". (Pangkal
ayat 7). Dalam ayat ini Tuhan menyatakan bahwa sebelum seorang Nabi akan memikul
tugasnya terlebih dahulu mereka membuat perjanjian dengan Tuhan, bahwa
mereka akan menyampaikan kepada ummat masing-masing apa yang telah mereka
terima dari Allah, tidak boleh ada yang disembunyikan, dan mesti tahan
menderita, mesti sabar dan teguh hati. Terutama ialah lima orang Nabi, atau
Rasul. Yaitu Nabi Muhammad saw. sendiri yang dalam ayat ini disebut
"dan dari engkau".
Sebelum itu ialah dengan Nabi Nuh, Nabi.yang dahulu sekali menerima
syari'at di antara Nabi-nabi. Sesudah itu ialah Nabi Ibrahim, kemudian itu
Nabi Musa dan Nabi 'Isa anak Maryam. Kelima Nabi ini disebut "Ulul 'Azmi
minar rusuli", yang dianggap sebagai mempunyai tugas lebih berat di antara
Nabi-nabi.
Di dalam Surat ke-42, Asy-Syuura ayat 13 dijelaskan pula maksud ayat seperti
ini. Yaitu:
"Telah Dia syari'atkan kepada kamu dari hal agama, apa yang lelah
diperintahkan kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau dan
apa yang telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Musa dan 'Isa, agar
supaya mereka mendirikan agama dan jangan berpecah-pecah padanya".
وَ أَخَذْنا مِنْهُمْ
ميثاقاً غَليظاً
"Dan telah Kami ambil dari mereka perjanjian yang berat". (Ujung ayat 7
).
Ujung ayat ini menjelaskan lagi keterangan di pangkal ayat tentang
perjanjian itu. Bahwa perjanjian yang diambil itu bukanlah ringan, melainkan
amat berat. Dengan demikian agar kita dapat mengambil i'tibar dan pengajaran
bahwasanya pekerjaan segala nabi-nabi itu bukanlah pekerjaan yang ringan.
Menyampaikan da'wah bukanlah pekerjaan yang dapat disambilkan.
Bahkan dapat
kita lihat pada pengalaman Nabi Yunus; yang merasa kecil hati menghadapi
kekerasan kepala kaumnya lalu merajuk dan meninggalkan tugas, menimpalah
kepadanya percobaan yang berat, yaitu dilemparkan ke laut untuk meringankan
isi kapal yang dia tumpang, lalu ditelan ikan.
Nabi Musa sendiri seketika mengatakan bahwa dirinyalah yang paling pintar
dan pandai di zamannya; dia disuruh pergi belajar kepada Nabi Khidhir. Nabi
Zakariya seketika kepalanya mulai digergaji oleh kaum yang zhalim dia hendak
memekik merintih kesakitan, telah ditegor oleh malaikat Jibril, agar
penderitaan itu ditanggungkannya dengan tidak mengeluh dan merintih.
لِيَسْئَلَ الصَّادِقينَ عَنْ صِدْقِهِمْ
"Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur akan kejujuran mereka".
(Pangkal ayat 8).
Artinya ialah bahwa kelak Allah akan bertanya kepada orang-orang jujur, yang
mau menjawab dengan betul, adakah Nabi-Nabi menyampaikan risalah
masing-masing dengan jujur ? Ummat tiap-tiap Nabi itu akan ditanyai, adakah
nabi-nabi itu melakukan tugas mereka dengan baik ? Adakah risalah yang tidak
mereka sampaikan ?
Semuanya tentu akan menjawab dengan sejujurnya pula,
bahwa kewajiban itu telah beliau-beliau lakukan dengan sebaik-baiknya, tidak
ada yang ketinggalan Iagi. Itu sebabnya bahwa setengah daripada isi seruan
yang warid, bila kita ziarah kepada maqam Rasulullah saw. di Madinah, di
antara yang kita ucapkan di hadapan maqam (kubur) beliau ialah:
"Sesungguhnya engkau telah menyampaikan
risalah dan telah engkau tunaikan amanat".
Sesudah orang-orang yang jujur itu menjawab dengan sejujurnya pula bahwa
Nabi-nabi itu telah melancarkan tugas mereka dengan sempurna, barulah Allah
akan mengambil tindakan:
وَ أَعَدَّ
لِلْكافِرينَ عَذاباً أَليماً
"Dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak mau percaya siksaan
yang pedih". (Ujung ayat 8 ).
Dengan menanyakan terlebih dahulu kcpada orang-orang yang jujur adakah
Nabi-nabi menunaikan risalah mereka dengan baik, ialah agar Allah tidak
menjatuhkan azab siksaan secara aniaya. Orang yang benar-benar bersalahlah
yang akan dihukum. Berdasar kepada penegasan Tuhan pada ayat yang lain:
"Dan tidaklah ada kami akan menjatuhkan azab, sehingga kami utus seorang
Rasul." ( Al-Israa' ayat 15).
Maka apabila Tuhan menjatuhkan hukuman adalah semata-mata dengan adil dan
orang yang dijatuhi azab pun tidak akan mengatakan bahwa dia teraniaya. Dia
pun akan mengakui bahwa azab yang diterimanya itu adalah patut.
Semuanya ini pun jadi ibarat perbandingan bagi golongan yang disebut Ulama,
yang dikatakan oleh Rasul bahwa Ulama adalah penerima waris Nabi-nabi.
Sedangkan Nabi-nabi yang mereka warisi lagi memikul tugas dan mengikat janji
berat dengan, betapa lagi bagi orang yang diwajibkan mewarisinya.
01
03
04
05
06
Back To Main Page
>>> |