Al-Fatihah Dengan Bahasa Arab
Tadi di atas telah kita nukilkan sebuah
hadits bahwasanya sembahyang tidaklah sah kalau tidak membaca al-Fatihah.
Dan hendaknya dia dibaca pada tiap-tiap raka'at. Oleh sebab itu menjadi
jelaslah bahwa wajib bagi kita menghapalnya di luar kepala. dan menjadi
wajiblah kita tahu akan maknanya, supaya sesuai bacaan mulut kita dengan
arti terkandung dalam hati.
Ada satu saran yang amat berbahaya di jaman-jaman akhir ini, yaitu membaca
bacaan sembahyang dengan bahasa Indonesia.. Katanya karena mempertahankan
bahasa nasional. Kalau saran itu berjalan, terancamlah kita oleh bahaya
rohani yang besar sekali, yaitu : kita terputus dari pangkalan agama kita,
dari keasliannya yang diterima dari "Nabi Muhammad s.a.w.. Kecintaan kita
kepada bahasa dan bangsa kita bukanlah berarti merusakkan pusaka akidah dan
kepercayaan yang telah kita anut. Di antara hidup kita sebagai orang Islam
tidaklah dapat dicerai-tanggalkan dari al-Qur'an. Kata-kata yang menyarankan
sembahyang dengan bahasa nasional itu dengan tidak disadari adalah sisa-sisa
peninggalan penjajahan yang 350 tahun lamanya mencoba merubah cara kita
berpikir.
Di dalam bangsa penjajah mencoba menghilangkan pengaruh bahasa Arab itu,
penjajah berusaha keras memasukkan bahasanya sendiri. Sampai saat sekarang
ini (1965), sudah 20 tahun kita mencapai kemerdekaan bangsa, masih ada orang
yang sukar berbicara dalam bahasa nasionalnya dan lebih gampang lidahnya
berbicara dalam bahasa Belanda. Padahal pramasastra dan tatabahasa kita yang
berpokok pangkal dari bahasa Melayu lebih berdekat dengan bahasa Arab
daripada dengan bahasa Belanda. Kalau kita dalam bahasa kita menyebut nama
negeri Bukuttinggi, bukan High Moutain yang kalau diartikan ke bahasa kita
menjadi Tinggi Bukit. Kalau kita menyebut dalam bahasa kita Rumahku dalam
bahasa Arabnyapun disebut Baiti, yang artinya rumahku juga, bukan Mijn Huis,
yang berati Saya Rumah, atau aku rumah, sehingga untuk lebih dipahami
terpaksa ditambah mnejadi saya empunya rumah.
Meskipun berangkali kita bangsa-bangsa Indonesia terkernudian memeluk Islam
dari bangsa Persia dan bangsa Turki, namun lidah bangsa kita di dalam
mengucapkan bahasa Arab, tidaklah kalah dengan lidah mereka, malahan
kadang-kadang lidah bangsa kita lebih fasih. Ini diakui oleh bangsa Arab
sendiri. Namun begitu dari bangsa bangsa itu tidak ada percobaan hendak
menukar bacaan sembahyangnya dengan bahasa mereka sendiri. Di satu masa ada
gerakan Syu'ubiyah namanya di Persia, yaitu kira-kira pada abad ke tiga dan
empat Hijriyah, yang maksudnya hendak memungkiri kelebihan bangsa Arab dari
pada bangsa-bangsa yang lain, yang tergabung dalam Islam. Namun tidak ada
gerakan hendak menukar bacaan sebahyang bahasa Arab itu ke dalam bahasa
Persia. Memang ada seorang Imam besar Islam, Imam Hanafi pernah menyatakan
Ijtihad, bahwa tidak mengapa jika orang yang baru masuk Islam belum sanggup
membaca al-Fatihah dalam bahasa Arabnya , sebelum dapat dan lafadz kata
beliau bolehlah sementara dia memakai bahasa Persia.
Tetapi Fatwa beliau itu tidak mendapat sambutan, malahan murid-murid
mengatakan pendapat yang membantah pendapat itu. Lebih baik diam mendengar
imam membaca, sebelum pandai membacanya, daripada membacanya dengan bahasa
lain, yang bukan bahasa aslinya. Sedangkan menukar lafadz al-Fatihah,
meskipun dalam bahasa Arab juga, lagi tidak sah, apatah lagi menukarnya
dengan bahasa lain. Dan sudah sepakat ahli-ahli penyelidik bahwa satu bahasa
kalau telah dipindahkan ke bahasa lain, tidak lagi tepat menurut maknanya.
Karena siasat hendak memisahkan diri dari mengaruhArab, Musthafa Kemal
Attaturk pernah memerintahkan menerjemah Adzan ke bahasa Turki. Tetapi
setelah dia mati, dikembalikan orang ke bahasa Arab karena dengan diterjemah
itu telah hilang sari dan mengaruhnya.
Dan setelah Partai Demokrasi Jalal Bayar mengadakan kampanye pemilihan umum
melawan Partai Republik pusaka Kemal Attaturk, janjinya hendak mengembalikan
azan ke bahasa Arab itulah yang menyebabkan kemenangannya. Sebab meskipun
sudah sekian puluh tahun Partai Republik berkuasa yang beusaha hendak
menTurkikan segala yang dipandang berbau Arab, rupanya masih tetap sebagai
minyak dengan air saja hubungan dengan Rakyat yang masih beragama, yang
masih mengmbil kekuatan jiwanya dari al-Qur'an.
Oleh sebab itu tetaplah baca al-Fatihah dalam setiap rakaat sembahyang dalam
bahasa aslinya, dalam bahasanya yang diterima dari Nabi s.a.w.. Pelajari
bacaanya itu kepada yang ahli mempergunakan hurup-hurupnya menurut tajwidnya
(pronounciation) yang betul. Dan dalam hukum agama, nyatalah bahwa
mempelajari bacaan al-Fatihah dan mengetahui artinya dalam fardhu `ain,
wajib bagi tiap-tiap muslim. Dan saran yang hendak membaca saja terjemahnya
itu bukan lagi dari berpikir secara Islam, melainkan dengan tidak disadari
telah kemasukan pikiran orang lain yang hendak meruntuhkan Islam.
Kalau kita merasa berat menerima pendapat Imam Syafi'i r.a. yang mengatakan
wajib bagi setiap muslim mengetahui bahasa Arab, namun di dalam melakukan
sembahyang dengan segala bacaanya dan khusus mengenai bacaan al-Fatihah,
berpikir secara Islam yang sehat pasti menerima apa yang dikatankan Imam
Syafi'i itu. Betapa tidak ! Sedang sembahyang adalah tiang agama.
Dalam sembahyang kita menghadapkan wajah hati kita kepada Tuhan,
mengemukakan segala puji-pujian dan permohonan sebagai yang tersebut di dala
m al-Fatihah itu. Dan hendaklah sembahyang itu kita kerjakan dengan khusyu
merendahkan diri. Bagaimana khusyu akan tercapai kalau kita tidak mengerti
apa yang kita katakan ? Bagaimana sembahyang akan menajdi tiang agama, kalau
kita mengerjakannya hanya karena keturunan saja ? Bukan dari keinsyafan ?
Oleh sebab itu hendaklah dalam rumah tangga Islam, Ayah dan Bunda mengajar
anaknya sedari kecil membaca al-Qur'an. Sekurang kurangnya buat pertama
kali ialah diajarkan al-Fatihah, supaya dapat dipakainya untuk sembahyang.
Kalau ada orang mengatakan bahwa belajar al-Fatihah itu sukar, maka yang
berkata begitu maka orang yang hatinya telah jauh dari Islam. Sebab sejak
agama Islam rnenjadi anutan bangsa kita seribu tahun yang lalu, di Indonesia
dengan seluruh kepulauan ini orang telah membaca al-Fatihah, tidak ada yang
mengatakan sukar. Lidah anak hendaklah difasihkan sejak kecilnya. Kalau
orang tua tidak sanggup mengajarnya, panggilah guru ke rumah.
Kalau seorang tidak juga pandai membaca al-Fatihah, maka Nabi s.a.w tidak
juga ada mengajarkan atau membolehkan bacaan lain. Menurut sebuah hadits
yang dirawikan oleh Abu Daud, an-Nasal', Imam Ahmad, Ibnul Jarud, Tbnu
Hibban dan ad-Daruquthni :
17. "Bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Nabi s. a. w lalu berkata :
Sesungguhnya aku tidak sanggup mengambil bacaan dari al-Qur'an walaupun
sedikit. Oleh sebab itu ajarkanlah kepadaku sesuatu bacaan yang akan dapat
memberi pahala bagiku pada sembahyangku. Maka berkatalah beliau : Bacalah
Subhanallah,Alhamdulallah, La Ilaha Illallah, Allahu Akbar, La Haula wala
Quwwata illa Billahi ".
Hadits ini menunjukkan, bahwa kalaupun tidakpandai membaca al-Fatihah, rnaka
untuk menggantinya tidak boleh dengan ucapan lain, melainkan dzikir-dzikir
yang tersebut itu. Namun sernbahyang dengan bahasa yang lain tidak juga
boleh.
Oleh sebab itu telah termasuk ibadat, tidaklah boleh lagi kita tukar
daripada apa yang diajarkan oleh Nabi. Dan kalau a1-Fatihah tidak pandai dan
dzikir-dzikir yang tersebut itupun tidak pandai, bolehlah mengikut Iman
dengan mendengarkan bacaan Imam, sebagaimana telah dibukakan pahamnya oleh
ijtihad yang kita sebutkan tadi. Tegasnya, lebih balk berdiam diri
mendengarkan imam marribaca, daripada mengerjakan sembahyang dengan bahasa
yang lain, atau dengan terjemahan al-Fatihah. Sebab terjernahan itu tidak
jugalah akan tepat seratus persen dengan kehendak isi aslinya.
Ini mungkin dan bisa kejadian pada seorang Muallaf yang baru masuk Islam,
yang sesudah dia mengucapkan dua kalimah syahadat, dia sudah wajib
sembahyang, padahal dia belum tahu baik zikir atau al-Fatihah. Dalam pada
itu ia wajib belajar sehingga tidaklah lama dia hanya mendengar saja.
Kesimpulan
Renungkanlah pengertian al-Fatihah sebaik -baiknya, niseaya
akan terasa bahwa dia bukan semata-mata bacaan untuk ibadat, tetapi
mengandung juga bimbingan untuk membentuk pandangan hidup muslim. Mula-mula
dipusatkan seluruh kepercayaan kepada Allah dengan sifatNya Yang Maha
Pemurah darl Penyayang, disertai dengan KeadilanNya yang berlaku sejak dari
dunia lalu ke negeri akhirat. Dan bila kita renungkan pula pengertian dan
pengakuan kita, bahwa yang kita sembah hanya Dia dan tempat kita memohonkan
sesuatu hanya Dia. Sampailah kita kepada Islam yang sejati. Setelah kita
akui bahwa hanya Dia yang kita sembah, baruiah kita. mengajukan perrnohonan.
Jangan sampai terbalik, sebagai kebanyakan orang-orang ghafil, yang lebih
dahulu memohon dan kemudian baru beribadah.
Sesudah pengakuan yang demikian, kita kemukakan permohonan yang pertama dan
utama, yaitu meminta ditujuki jalan yang lurus. Maka tidaklah kita meminta
kepada Tuhan agar diberi benda, diberi roti buat makanan hari ini, sebagi
bacaan sembahyang orang Kristen. Karena apabila mengenal (ma'rifat) kita
kepada Tuhan telah mendalam, tidaklah kita mengemukakan permohonan yang
kecil-kecil dan remeh itu lagi, melainkan kita minta yang pokok, yaitu jalan
lurus dalam menempuh hidup, dan apabila permohonan itu telah kita iringi
supaya dikaruniai jalan yang dinikrnati, timbullah pada kita cita-cita yang
tinggi di dalam martabat iman, setaraf dengan kehidupan Rasulrasul,
Nabi-nabi, Syuhada dan Shalihin. Bahkan di dalam surat alfurQan (Surat 25
ayat 74) kita disuruh berdo'a yang jangan tanggungtanggung jangan halang
kepalang.
Kita disuruh berdoa agar Tuhan menjadi IMAM dari orang-orang yang MuttaQin,
artinya menjadi contoh teladan bagi orang lain. Dan setelah kita memohonkan
agar kiranya kita diselamatkan Tuhan, jangan tertempuh jalan yang dimurkai
Allah dan jangan pula jalan yang sesat, dengan secara tidak langsung kita
sudah disuruh mempelajari ilmu sejarah, filsafat sejarah dan ilmu
kemasyarakatan (sosiologi), dan juga ilmu jiwa. Kita harus mempelajari
bagaimana sebab-sebab sesuatu umat atau kaum naik martabatnya atau jatuh
pamornya.
Dan dengan sendirinya, bila al-Fatihah kita renungkan dapatlah kita pahamkan
bahwasanya yang kita pegang di dalam hidup ini ialah dua tali. Pertama tali
dengan Allah, kedua tall dengan Alam, termasuk manusia sebagai alam yang
lebih penting dan kita termasuk pula di dalamnya.
Al-Fatihah inilah yang kita ulang-ulang membacanya setiap hari,
sekurang-kurangnya 17 kali sehari semalam. Moga-moga selain dari dia menjadi
Fatihatul kitab, pembukaan dari al-Qur'an, diapun akan membuka hati sanubari
kita sendiri, sehingga hilanglah segala raguragu dan terbukalah pintu
Hidayat, sehingga dia menjadi dasar persediaan bagi kita buat mengenal lagi
seluruh isi al-Qur'an yang mengandung 6.236 ayat itu.
Kita misalkanlah sembahyang lima waktu, yang terdiri daripada 17 raka'at,
sebagai menghadap Tuhan yang routine, yang wajib dilakukan dengan berkala.
Bagaimanakah lagi kesannya ke dalam jiwa kita, bila kita ikuti lagi dengan
Shalat Nawafil, sembahyang sunat ? Sembahyang Sunat Nawafil disediakan
Tuhan, dengan perantaraan RasulNya, untuk orang yang merasa belum puas
dengan pertemuan "resmi" saja. Pertemuan di luar "dinas" kadang-kadang lebih
mesra daripada pextemuan yang "routine".
Dimulai segala sembahyang itu dengan Allahu Akbar, artinya dibulatkczn
ingatan kepada Tuhan, dan diakhiri dengan Assalamu'alaikum. artinya kita
kembali lagi ke dalam masyarakat dan intinya ialah al-Fatihah.
Bertali dengan ketentuan agama bahwasanya sembahyang lima waktu, sembahyang
Jum'at, sernbahyang dua Hari Raya dan sembahyang dua gerhana, dianjurkan
sangat supaya berjama'ah. Jama'ah kecil-kecilan di antara keluarga di rumah
, jamaah sekampung atau selorong di dalam sebuah surau kecil kepunyaan
kampung. Jama'ah lebih besar sekali Jum'at, di dalam sebuah Masjid Jam',
jama'ah dua Hari Raya, jama'ah gerhana bulan dan matahari dan jama'ah
memohon hujan (istisqaa). Dan jama'ah besar dan agung, sekurang-kurangnya
sekali seumur hidup dengan wuquf di Arafah waktu Haji. Semua jama'ah ini
membuat seorang muslim menjadi anggota masyarakat yang aktif, sehingga
terbentuklah masyarakat Islam, ukhuwah Islarniyah dan Mu'awanah `alal birri
wat-taqwa. Semuanya sama bacaanya yaitu surat al-Fatihah.
Dan di dalam jama'ah itupun dididik hidup yang berdisplin. Jama'ah mempunyai
imam dan yang selebihnya menjadi makmum. Bahkan di jaman nabi dan
sahabat-sahabatnya, imam sembahyang berjamaah ialah Nabi, Khalifah-Khalifah,
Gubernur (Wali) di tiaptiap negeri. Tidak boleh seorang makmum mendahului
mengangkat kepalanya seketika ruku dan sujud sebelum imam. Sampai ada hadits
mengatakan bahwa barangsiapa yang mengangkat kepalanya terdahulu daripada
imam rnengangkat kepala, maka kapalanya itu akan berganti menjadi kepala
keledai.
Al-Fatihahpun mendidik kita memakai adab sopan-santun yang tertinggi. Adab
sopan-santun yang tinggi itu dimulai terhadap kepada Tuhan akan membawa
kesannya pula kepada sikap hidup kita dalam masyarakat, perhatikanlah
susunan ayat yang tujuh itu.
Pada ayat pertama "Bismillahir-Rahmanir-Rahim", kita memujikan sifat Rahman
dan RahimNya. Sesudah itu pada ayat kedua "Alhamdulillahi Rabbil `Alamin"
kita puji Dia, kita sanjung Dia, sebab Dia yang menjadikan alam ini tempat
kita hidup. Pada ayat ketiga kita ulang lagi menyebut sifat Rahman dan
RahimNya itu. Di ayat keempat "Maliki Yaumiddin", kita mengakui bahwa
kekuasaanNya itu bukan meliputi hari sekarang saja, bahkan berlanjut lagi
kepada yang diseberang hidup ini. Setelah selesai kita akui segala
Rahman dan Rahim, segala puji dan kekuasaan dunia akhirat hanya Dia yang
empunya, tidak ada dicampuri yang lain, barulah kita menunjukkan sikap hidup
pada ayat kelima
إيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
("IyyakaNa'budu waiyyaka Nasta'in." )
Oleh sebab itu kita menyembahNya adalah dengan kesadaran bahwa hanya Dia
yang patut disembah. dan memohon pertolongan kepadaNya, karena memang hanya
Dialah yang sanggup mengabulkan segala permohonan.
Sesudah pengakuan ini barulah kita langsung saja mengemukakan permohonan,
sebelum kita mengenal atau menyebut tuah kebesaran dari tempat kita memohon
itu. Adalah sangat tidak sopan orang langsung saja mengemukakan satu
keinginan, sebelum dengan tulus ikhlas dia mengakui kemulian dari pada
tempatnya memohon.
Kita mempunyai nyawa atau roh, dan roh itupun hendaklah
dijiwai pula. Agama Islam adalah suatu agama yang menjadi roh dari roh kita.
Tidak beragama sama artinya dengan mati, walaupun kita masih hidup. Dan
al-Fatihah adalah isinya yang utama, sehingga dengan memahamkannya kita
dapat mencapai hakikat hidup. Amin
01 02
03 04 05
06 Back to Main Page
>>>> |